Adriel menghempaskan pantatnya ke sofa. Kesal.Â
      "Ada apa dengan anak mama?" Bu Sofi yang lewat berkomentar. "Wajah cakep begitu jadi malah serem," lanjutnya seraya menghampiri meja makan.
      Adriel tak menjawab. Ibunya menoleh. Tak kunjung mendengar anaknya berbicara ia beranjak dan duduk di sofa.
      "Ini." Adriel menyorongkan telepon genggam. Tanpa berkata Bu Sofi menerimanya dan membaca pesan di layar. Dahinya berkerut.
***
      Getar telepon mengganggu konsentrasi Adriel. Dengan enggan ia menjangkau telepon di kasur dan melihat siapa yang menelponnya. "Dia lagi," gumamnya enggan. Dia letakkan telepon genggam di samping 'Eye of the Storm' yang sedang dibacanya. Matanya kembali beralih pada novel namun tak berapa lama tangannya kembali meraih telepon. Adriel membuka pesan dan ia pun menghela nafas. "Haruskah?" pikirnya. "No choice," gumamnya seraya menyalakan laptop. Jemarinya lincah menekan tuts keyboard dan dalam hitungan menit tugas Matematikanya sudah terkirim ke email Danang, teman sekelasnya.
***
      "Menurut kamu, yang kurang bijak itu siapa?" Bu Sofi menatap anaknya. Adriel terpekur. Seperti biasa, bukan umpatan atau teriakan yang ia dapatkan dari ibunya.Â
      "Ibu kok heran, ya kenapa temanmu itu.. Lanang...
      "Danang," tukas Adriel singkat
      "Ya Danang tidak mikir panjang. Kalaupun kamu bagikan lembar jawab tugasmu, mestinya dia edit dulu tugasnya. Setidaknya dia hapus namamu, ganti namamu. Kalau sudah begini.. Ya wajar kalau gurumu marah. Dan kamu tidak bisa mengelak kena hukuman juga."