Mohon tunggu...
Silvia Fibrianti
Silvia Fibrianti Mohon Tunggu... Hamba Allah SWT

Kuliner dan Traveling

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Perang Chip: Mengapa Semikonduktor Jadi Barang Terlangka di Dunia?

27 April 2025   15:12 Diperbarui: 27 April 2025   15:17 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Chip (Sumber: Unsplash)

Definisi Semikonduktor dan Peranannya dalam Industri Teknologi

Semikonduktor adalah bahan yang sifat penghantar listriknya berada di antara konduktor dan isolator, sehingga dapat di-"tune" untuk menghantarkan atau menghambat arus listrik sesuai kebutuhan. Dengan kata lain, semikonduktor dapat mengonversi dan mengontrol arus listrik (misalnya antara arus bolak-balik dan searah) serta mengatur tegangan dan daya listrik secara presisi. Karena kemampuannya yang sangat fleksibel, chip semikonduktor menjadi komponen inti "otak" di balik hampir semua perangkat elektronik modern. Chip tersebut terdapat di ponsel pintar, komputer, kendaraan bermotor, alat kesehatan, dan perangkat lainnya. Sebagai contoh, sistem kontrol injeksi bahan bakar pada sepeda motor bahkan memanfaatkan chip semikonduktor agar mesin bekerja efisien. Singkatnya, setiap perangkat yang "pintar" atau terhubung (smartphone, laptop, mobil, alat medis, dsb.) bergantung pada semikonduktor untuk berfungsi.

Faktor Penyebab Kelangkaan Semikonduktor

  • Pandemi COVID-19 dan Fluktuasi Permintaan: Kuncinya berawal dari pandemi. Awal pandemi 2020 menyebabkan pesanan chip untuk mobil anjlok seiring penurunan produksi otomotif. Sementara itu, orang ramai-ramai beralih bekerja dan belajar dari rumah, sehingga permintaan untuk laptop, komputer server, konsol game, dan gadget lain melonjak tajam. Ketika tahun 2021 penjualan mobil malah naik kembali hingga 90%, pasokan chip sudah terbatas karena pabrik telah beralih memproduksi chip untuk elektronik konsumer. Perbedaan besar antara penurunan dan lonjakan permintaan inilah yang menjadi pemicu utama kekurangan chip global.
  • Gangguan Rantai Pasok Global: Rantai pasok semikonduktor sangat panjang dan kompleks. Krisis pandemi memperburuknya melalui penutupan pabrik, pelarangan ekspor, dan masalah logistik. Insiden kebakaran pabrik chip di Jepang (Renesas) dan badai ekstrim (Texas, AS) juga mengurangi pasokan secara mendadak. Selain itu, banyak pabrik wafers (terutama pabrik 8 inci di Asia) kekurangan investasi, sehingga tidak siap menambah kapasitas produksi ketika permintaan melonjak. Kondisi ini diperparah oleh kebiasaan just-in-time: produsen mengurangi persediaan chip sebelumnya untuk menekan biaya, sehingga saat permintaan naik sangat sulit mengejar ketinggalan.
  • Ketegangan Geopolitik dan Perdagangan: Rivalitas teknologi AS-China menambah tekanan. Pembatasan ekspor teknologi AS dan tarif (misalnya 25% atas impor chip dari China) membuat perusahaan di China memborong komponen lebih awal untuk mengantisipasi sanksi. Misalnya, Huawei disebut-sebut melakukan "bulk-buying" chip saat terkena sanksi AS. Kebijakan proteksionisme ini mendorong negeri lain (AS, Uni Eropa, Jepang) mengejar swasembada chip, yang sesungguhnya baru mulai beroperasi sekarang. Dalam jangka pendek, perpindahan pesanan dan antisipasi stok di berbagai negara justru membuat pasokan semakin ketat.
  • Lonjakan Permintaan Elektronik dan Baru-Baru Ini: Banyak industri lain yang tak terduga ikut bersaing memperebutkan chip. Selain otomotif dan gadget konsumen, sektor telekomunikasi (5G, router) dan elektrik (peralatan rumah tangga pintar) juga membutuhkan chip. Secara keseluruhan, "seluruh industri elektronik mengalami kekurangan komponen" karena semua produk saling bersaing menggunakan fasilitas pabrik chip yang sama. Konsumen melaporkan kenaikan harga elektronik karena komponen dasar pun langka. Singkatnya, kombinasi pandemi, permintaan melejit, dan politik perdagangan menchiptakan badai sempurna yang menimbulkan kelangkaan semikonduktor global.

Dampak Kelangkaan terhadap Berbagai Industri

  • Industri Otomotif: Dampaknya sangat nyata di sektor mobil. Perusahaan-perusahaan besar seperti Ford, General Motors, dan Stellantis terpaksa mengurangi produksi atau bahkan menghentikan perakitan kendaraan karena kekurangan chip. Menurut konsultan AlixPartners, krisis ini akan memotong pendapatan industri otomotif global sekitar US$110 miliar pada tahun 2021 dan menurunkan produksi hampir 3,9 juta kendaraan. Di Indonesia, misalnya, antrean panjang pembelian motor dan mobil baru sempat muncul akibat kelangkaan semikonduktor. Intinya, hampir setiap mobil modern (terutama yang sudah "berseni" dengan fitur elektronik) terhenti sebagian produksinya.
  • Elektronik Konsumen: Produsen gadget dan barang elektronik masal merasakan efeknya. Ponsel pintar, televisi, laptop, dan konsol game terhambat produksinya. Reuters melaporkan para pembuat televisi dan smartphone mengeluarkan "alarm" kekurangan chip saat permintaan melonjak setelah pandemi. Contoh riil, peluncuran konsol game baru (PS5, Xbox Series X) di 2020-2021 tersendat karena pasokan chip terbatas. Selain itu, perusahaan pembuat laptop dan server harus menunda pengiriman. Sekali lagi, persaingan antar-perangkat ini menchiptakan efek domino: misalnya rencana redirect produksi chip ke otomotif justru akan mengurangi chip untuk laptop dan bahkan perangkat medis.
  • Alat Kesehatan dan Industri Lain: Perangkat medis canggih juga tidak luput dari dampak. Banyak alat kesehatan modern seperti monitor jantung, ventilator, atau alat pacu jantung (pacemaker) menggunakan chip semikonduktor untuk fungsi kontrolnya. Seorang pejabat AS memperingatkan bahwa upaya memprioritaskan chip ke sektor otomotif akan "menyakiti pembuat elektronik konsumen seperti laptop dan perangkat medis seperti pacemaker". Dengan kata lain, kelangkaan chip turut mengancam pengembangan dan produksi alat kesehatan yang krusial. Demikian pula, sektor pertahanan, internet-of-things, dan otomasi industri merasakan tekanan pasokan, karena perangkat pintar di bidang tersebut perlu terus diberi chip.

Upaya Negara dan Perusahaan Mengatasi Krisis Chip

  • Subsidi dan Kebijakan Pemerintah: Negara-negara besar merespon dengan dana besar. Amerika Serikat mengesahkan CHIPS and Science Act yang menyediakan lebih dari US$52 miliar untuk mendukung industri semikonduktor domestik. Uni Eropa meluncurkan rencana European Chips Act senilai sekitar 43 miliar untuk menggandakan produksi chip UE menjadi 20% pasar global pada 2030. Jepang juga mempercepat programnya: TSMC berencana membangun pabrik senilai US$7 miliar di Kyushu mulai 2024, sementara perusahaan Jepang seperti Micron mendapat dukungan pemerintah untuk investasi teknologi litografi canggih. Korea Selatan menaikkan paket dukungan ke 33 triliun won (~US$23 miliar) karena tekanan kebijakan AS dan kompetisi China. Di sisi lain, China meluncurkan "Big Fund" ketiga sebesar 344 miliar yuan (US$47,5 miliar) untuk mendorong swasembada chip. Pendekatan ini mencakup insentif pajak, subsidi investasi, dan alokasi anggaran R&D khusus di banyak negara.
  • Investasi Pabrik Baru dan Ekspansi: Perusahaan chip global pun gencar membangun fasilitas baru. TSMC akan menggelontorkan US$100 miliar tambahan untuk membangun lima pabrik chip di Amerika Serikat dalam beberapa tahun mendatang. Saat ini TSMC telah memulai pembangunan pabrik 5-nanometer di Arizona senilai US$12 miliar, dengan kapasitas produksi massal mulai 2024. Intel berencana mendirikan dua pabrik baru di Arizona dan bahkan mengajukan subsidi sekitar US$9 miliar untuk fasilitas chip di Eropa (proyek "Eurofab"). Samsung Electronics membangun pabrik memori US$17 miliar di Texas dan juga menjajaki pabrik di Korea dan Jepang. GlobalFoundries, bersama beberapa perusahaan lain, menambah kapasitas wafer untuk pasar otomotif dan IoT. Singkatnya, para produsen besar berbondong-bondong menginvestasikan puluhan miliar dolar untuk memperluas kapasitas manufaktur semikonduktor di AS, Asia, dan Eropa.
  • Kolaborasi dan Rantai Pasok Mandiri: Ada pula upaya memperkuat rantai pasok dalam negeri dan di antara sekutu. AS bahkan mempertimbangkan pembentukan usaha patungan untuk fabrikasi chip, seperti rencana pengambilalihan unit pabrik Intel oleh konzorcium AS-Asia. Demikian juga, Komisaris UE Thierry Breton mendesak pendirian "Eurofab" untuk meningkatkan produksi lokal. Di Asia, India dan negara lain mengeluarkan skema insentif untuk menarik investasi pabrik chip, sementara Australia dan Jepang memperdalam kerja sama teknologi. Paradigma baru mulai terbentuk: ketergantungan tunggal pada Taiwan (yang memegang ~73% pangsa foundry global) ingin dikurangi. Jargon "on-shoring" (produksi dalam negeri) maupun "near-shoring" (produksi di negara sahabat) banyak disuarakan sebagai strategi jangka panjang.

Prediksi dan Tren Industri Semikonduktor ke Depan

  • Pemicu Permintaan Baru -AI dan Data Center: Ahli memperkirakan kebutuhan chip akan terus tumbuh karena tren teknologi terbaru. Pusat data kecerdasan buatan (AI), komputasi awan, dan superkomputer sangat "menggerogoti" chip berkinerja tinggi. Misalnya, Microsoft mengumumkan rencana investasi US$80 miliar pada pusat data AI tahun fiskal 2025, yang memicu spekulasi permintaan chip tetap tinggi. Indeks saham perusahaan chip melonjak ketika berita ini diumumkan, karena para investor optimistis kebutuhan chip untuk AI akan mendorong penjualan industri semikonduktor. Demikian pula, jaringan 5G, kendaraan listrik (EV), Internet of Things, dan aplikasi realitas virtual/augmented diharapkan terus meningkatkan jumlah chip yang diperlukan secara global.
  • Potensi Overkapasitas dan Penurunan Permintaan Sementara: Namun, riset terbaru menyiratkan bahwa setelah ledakan permintaan awal, bisa terjadi penumpukan kapasitas. Perusahaan pembuat peralatan chip ASML memperkirakan pendapatannya pada 2025 di ujung bawah perkiraan sebelumnya. Para analis menyimpulkan bahwa banyak pabrik telah menambah kapasitas secara besar-besaran selama pandemi dan sekarang mulai mengurangi pesanan peralatan baru. Dengan kata lain, sebelum kekurangan teratasi, siklus baru ketidakseimbangan pasokan-manfaat mungkin terjadi sementara. Tren ini terlihat di Tiongkok, di mana perusahaan semikonduktor skala besar menyatakan sudah memasuki fase overkapasitas pada segmen chip 'mature node' (bukan chip canggih). Ringkasnya, permintaan mungkin sedikit melunak pada pertengahan dekade ini ketika sejumlah pabrik baru mulai beroperasi penuh.
  • Persaingan Geopolitik dan Swasembada: Tekanan politik diperkirakan akan tetap tinggi. Langkah AS mengekang ekspor chip berteknologi canggih ke China sudah memicu Beijing meningkatkan investasi domestik. Misalnya, pembatasan NVIDIA dan ASML mendorong Cina mempercepat produksi chip sendiri, sehingga permintaan peralatan semikonduktor China justru naik. Banyak pakar memprediksi "perang chip" akan berlanjut dengan sengit: Amerika-Eropa memperkuat aliansi teknologi mereka, sementara China terus mengejar ambisinya untuk swasembada. Kondisi ini berarti perusahaan chip global harus menghadapi regulasi perdagangan yang ketat dan kemungkinan terbentuknya blok-blok pasokan terpisah.

Kemandirian Rantai Pasok dan Inovasi: Ke depan, fokus akan pada ketahanan rantai pasok dan inovasi produk. Pemerintah akan terus mendorong produksi lokal, sedangkan perusahaan akan membangun hubungan jangka panjang dengan pabrik chip. Selain itu, penelitian material dan teknologi baru (misalnya litografi ekstrem ultraviolet, material semikonduktor berbasis karbon atau graphene) bisa mengubah lanskap masa depan. Meski demikian, kompleksitas pembuatan chip berarti transisi ini lambat, perkiraan terendah memperkirakan pemulihan pasokan global baru optimal pada akhir dekade ini. Intinya, industri semikonduktor diperkirakan akan terus berkembang pesat sejalan dengan revolusi digital, meski dinamika geopolitik dan siklus pasokan-demand perlu diantisipasi secara cermat.

Sumber:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun