Mohon tunggu...
Silva havadoh shelagita
Silva havadoh shelagita Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

sedang berproses

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Literasi Rendah: Kenapa Orang Indonesia Jarang Baca?

28 November 2020   10:48 Diperbarui: 28 November 2020   10:52 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Assalamualaikum sahabat millenialss,

Pada sibuk ngapain nih dirumah aja? Belajar? Bantuin orangtua? Memperbanyak ibadah? Atau malah main tiktik dan scrolling instigrim. hmm..

Kalau ditanya hobi kalian apa aja si gais? Ada gak diantara sahabat millenials di sini yang hobi baca? Seberapa sering sih kalian baca buku? 10 buku sehari? 1 buku sehari? 1 buku seminggu? Atau malah 1 buku setahun nih? 

Berdasarkan data dari perpustakaan nasional pada tahun 2017, frekuensi baca orang Indoensia rata-rata cuma 3-4 kali seminggu. Jumlah buku yang dibaca cuma 5-9 buku pertahun perorang. Kalau hasil studi dari Central Connecticut State University, Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 61 negara untuk tingkat literasi. Data ini juga diperkuat sama studi dari UNESCO yang menunjukkan minat baca masyarakat di Indonesia cuma sebesar 0,01% atau 1:10,000 irang. Nah ketiga hasil survei ini menunjukkna hasil yang sama, yakni minat literasi masrakat Indonesia ternyata masih sangat rendah. 

Enggak heran sih sebenarnya Gen-z atau millenials memang lebih tertarik dengan hal yang berbau audio visual daripada sekedar tulisan kayak buku atau media massa. Dunia media sosial dan teknologi menyuguhkan berbagai informasi yang mudah. Koten yang beragam membuat para millenials semakin tertarik pada dunia maya ini. Akhirnya millenials lebih suka buka instrigim, tiktik, twittir, dan lain sebagainnya. Daripada baca buku yang bikin bosen dan ngantuk. 

Disadari atau enggak nih, gaya hidup millenials sekarang serba liberal. Akhirnya generasi millenials memandang hidup ini hanya untuk bersenang-senang dan mencapai apapun sebebas-bebasnya selama masih hidup. Jadi standart memandang dan menghargai ilmupun juga bergeser bahkan hilang. Buat apa coba pinter kalau joget-joget aja bisa ngebuat jadi terkenal. Buat apa juga jadi orang kritis kalau goodlooking dan glowing bisa bikin seseorang jadi lebih dihargain dan bisa buat cari duit bikin jadi kaya rayakan. Ngapain coba susah susah belajar? toh ilmuwan masih kalah sama selebritris dan selebgram. Tinggal joget atau posting postingan nyeleneh, upload, viral, terkenal, dapet endorsean udah bisa diakuin jadi orang sukses. 

Nah itu tadi cara pandang orang-orang atau masyarakat liberal. Memandang hidup ini cuma sebagai kesenangan diri bukan kebermanfatan diri kita buat orang lain. Padahal salah satu persyaratan penting untuk membangun peradaban yaitu buku. Tanpa buku suatu peradaban akan sulit untuk bangkit. Karena dari buku-buku itulah segala pengetahuan ditulis oleh para pakar dibidangnya masing-masing. Pejabat dan masyarakat bisa mengakses buku utuk kepentingan yang beragam mulai dari hukum, sosial, teknologi, dan lain sebagainya. Jadi, tatanan masyarakat maju dan beradab akan lebih mudah untuk terwujud. 

Jadi, kalau sahabat millenials semua ingin berkontribusi untuk negara bisa nih dimulai dari hal kecil dengan mulai untuk membaca buku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun