Mohon tunggu...
Sigit Setyawan
Sigit Setyawan Mohon Tunggu... Keterangan Profil

Pembelajar.Pendidik.Penulis. Praktisi pendidikan. Trainer Metode Mengajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Beban Guru

28 Oktober 2011   00:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:25 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya mengira bahwa menjadi guru hanyalah mengenai bagaimana mengajar di depan kelas. Ternyata saya salah. Hampir sepuluh tahun menjalani profesi guru, saya dihadapkan pada realita lain yang lebih berat daripada sekedar mengajar di depan kelas.

UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, terutama Pasal 10, merefleksikan “beratnya” beban tersebut. Guru harus memiliki kopetensi pedagogis, profesional, sosial, dan kepribadian. Kompetensi pedagogis tidak melulu mengenai mengajar di depan kelas. Seorang guru harus merencanakan pengajaran dan mengevaluasi kemampuan anak didik.

Mempersiapkan sebuah pengajaran bukanlah perkara sederhana. Selain harus menguasai materi pelajaran, guru harus merencanakan aktivitas kelas dengan mengacu pada tujuan pembelajaran, sambil merencanakan tes sebagai alat ukur berhasil atau tidaknya sebuah pembelajaran.

Setelah mengajar, pekerjaan berikutnya adalah mengevaluasi atau “mengoreksi”. Pada umumnya kegiatan mengoreksi adalah kegiatan yang menyita waktu, oleh karenanya, pekerjaan tersebut menjadi beban yang lebih berat jika dibandingkan dengan mengajar di depan kelas. Semakin banyak jumlah siswa yang diajar, semakin berat pula beban seorang guru.

Dari sisi administratif, seorang guru harus menyerahkan Rencana Pembelajaran, menyusun silabus, mengisi jurnal pelajaran, hingga memasukkan nilai siswa satu per satu ke dalam sistem administrasi kesiswaan hingga nantinya muncul nilai dalam rapor siswa.

Demikianlah rutinitas pekerjaan sebagai guru. Sesungguhnya, selain harus mampu secara kreatif mengajar dan berbicara di hadapan para siswanya, para guru pun dituntut untuk mampu menjadi seorang administrator.

Beban seorang guru tidak berhenti pada pengajaran dan repotnya administrasi. Apabila ada siswa bermasalah, guru akan mencurahkan banyak waktu untuk siswa bermasalah tersebut. Permasalahan yang muncul sangat beragam, misalnya mencontek, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, melanggar peraturan berseragam, hingga berkelahi atau membolos. Namun, bukan hanya siswa bermasalah, guru pun rela melakukan pendampingan atau bimbingan ketika siswa hendak mengikuti kompetisi semacam olimpiade atau lomba-lomba.

Peran bagi Bangsa

Uraian di atas setidak-tidaknya menggambarkan sedikit kesibukan keseharian seorang guru. Namun, bersekolah tidak hanya dimaksudkan untuk menransfer ilmu. Bersekolah adalah juga untuk membentuk karakter, seperti tertuang dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu terciptanya manusia Indonesia berakhlak mulia.

Peran guru sangat penting dalam pembentukan akhlak mulia ini. Negara, sejak 1950, telah merumuskan kualifikasi guru melalui Undang-Undang No.4/1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia. Dalam Pasal 15 UU tersebut disebutkan bahwa guru diwajibkan memiliki “sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran”. Sifat-sifat yang dimaksudkan, diterjemahkan dengan lebih spesifik dalam UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen.

Jelaslah bahwa kita semua memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap profesi guru. Peribahasa guru kencing berdiri, murid kencing berlari menyiratkan kesadaran umum bahwa para siswa bukan hanya mengimitasi tindakan guru, melainkan juga mengembangkannya. Menjadi guru adalah menjadi teladan dalam hal sikap dan pengetahuan. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari profesi keguruan.

Pentingnya peran guru membuat Presiden Barrack Obama pernah mengatakan bahwa America’s future depends on its teachers dan begitu juga dengan masa depan Indonesia. Apa yang terjadi di tanah air hari ini, tidak lepas pula dari apa yang diajarkan oleh guru di kelas, bukan hanya pengetahuan, tetapi juga sikap dan pandangan hidup.

Jam Mengajar 24 Jam

Bagi para guru, makna mengajar bukan hanya di kelas. Jika ada guru yang tidak sedang mengajar, bukan berarti guru tersebut “menganggur”. Pada saat-saat tidak mengajar, para guru sibuk melakukan tugas yang lain. Bahkan, para guru harus terus belajar, seperti yang tertuang dalam Kode Etik Guru Indonesia bahwa guru melanjutkan studinya dengan membaca buku, loka karya, seminar, dsb.

Saat ini Undang-Undang No.14/2005 Pasal 35 menetapkan 24 jam tatap muka minimal dan 40 jam tatap muka maksimal dalam satu minggu. Beberapa waktu yang lalu ada wacana penambahan minimal 27,5 jam tatap muka. Namun, ukuran beban yang didasarkan jam mengajar tersebut terasa kurang menyentuh esensi kerja seorang guru.

Alangkah baiknya jika beban guru bukan berupa jam mengajar. Misalnya, berupa unit. Tatap muka adalah unit tersendiri yang terpisah dengan merencanakan dan menilai. Mendampingi siswa adalah unit tersendiri, sehingga jika ditotal, akan didapatkan gambaran yang lebih menyeluruh tentang beban kerja guru.

Wacana penambahan jam mengajar terasa kurang sesuai bagi peningkatan kualitas pendidikan di tanah air. Bahkan, korelasi antara meningkatnya jumlah jam mengajar dengan meningkatnya kualitas pengajaran itu sendiri, adalah sebuah pertanyaan besar. Logikanya, semakin sedikit jam mengajar dan siswa yang diajar, semakin tinggi kualitas pendidikannya. (Sigit Setyawan, S.S., M.Pd Guru Bahasa Indonesia, SMAK IPEKA Jakarta).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun