Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dejavu Ramadan di Tengah Pandemi dan Kedewasaan Nasional

14 April 2021   08:57 Diperbarui: 14 April 2021   09:15 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar pelaksanaan ibadah sholat dengan prokes | Foto Via Kompas.com

Ya, dejavu, begitulah kira-kira rasanya menjalani Ramadan 1442 H ini, seperti halnya pada tahun 2020 yang lalu, ternyata pada tahun 2021 ini, Ramadan masih harus diliputi pandemi corona.

Namun demikian, meskipun rasanya harus dejavu, Ramadan di tengah pandemi corona pada tahun lalu sangat memberikan pengalaman berharga yang seharusnya bisa menjadi pelajaran berharga dalam menjalani Ramadan tahun 2021 ini.

Bagaimana tidak, Ramadan tahun 2020 PSBB total ataupun PSBB jilid I diberlakukan oleh pemerintah, sehingga segala aktivitas yang menimbulkan kerumunan jadi dilarang dan hanya bisa ter-lockdown di rumah.

Dampaknya sangat begitu terasa banget, Masjid, Langgar, maupun Musholla jadi tak ada jamaah, karena pelaksanaan sholat lima waktu, Jumatan dan Tarawehan serta aktivitas keagamaan lainnya hanya boleh ditunaikan di rumah.

Namun tahun 2021 ini, seiring diberlakukannya kebijakan PPKM oleh pemerintah, aktivitas kerumunan ada yang sudah diizinkan, tapi dengan syarat wajib, tetap menerapkan protokol kesehatan pandemi corona secara disiplin.

Artinya bila dikaitan dengan pelaksanaan ibadah sholat, maka sholat lima waktu, Jumatan dan Taraweh sudah boleh dilaksanakan di Masjid, Langgar maupun Musholla, tapi itu pun masih ada syarat khususnya juga, pelaksanaan sholat hanya diperbolehkan di wilayah Zona Hijau dan Zona Kuning pandemi corona.

Yang berarti juga, bagi wilayah-wilayah yang masih terkategori Zona Merah dan Zona Oranye pandemi corona, maka pelaksanaan sholat harus dilaksanakan di rumah.

Akan tetapi, benarkah kenyataannya secara praktiknya di lapangan bisa dipatuhi oleh jamaah sesuai pembagian zona risiko penularan corona sesuai pembagian warna tersebut, khususnya yang di zona merah dan zona oranye?

Ya, sayang banget, ternyata praktiknya masih ada yang tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam kebijakan PPKM, karena bisa dilihat ada yang sudah tidak lagi menerapkan Prokes pandemi baik itu menjaga jarak aman, memakai masker saat pelaksanaan sholat.

Bahkan, yang sangat disayangkan lagi adalah, wilayah yang masih berstatus zona merah dan zona oranye pandemi corona ternyata sudah ada Masjid yang berani menggelar sholat secara berjamaah, bahkan ada yang berlaku tanpa jaga jarak aman, parahnya lagi, jamaahnya sudah banyak yang tidak memakai masker.

Ilustrasi gambar masih adanya pelaksanaan ibadah sholat yang abai prokes pandemi | foto via Suara.com
Ilustrasi gambar masih adanya pelaksanaan ibadah sholat yang abai prokes pandemi | foto via Suara.com
Padahal jelas banget aturannya bagaimana penerapan disiplin protokol kesehatan pandemi corona ini, tapi ya begitulah fakta dan kenyataannya yang terjadi di lapangan, masih ada yang sudah tidak lagi menaati protokol kesehatan pandemi corona.

Di sinilah seyogianya yang bisa jadi perhatian bersama, baik itu pemerintah dan masyarakat, agar sekiranya selalu bertindak bijak, memahami, menyadari, selalu saling mengingatkan, dan dewasa bahwa selama pandemi corona masih melanda, maka protokol kesehatan dan aturan kebijakan penanganan pandemi corona harus tetap dipatuhi.

Apalagi, virus corona sudah bermutasi, ada yang jenisnya lebih ganas dalam menularkan, inilah yang harus jadi perhatian serius bagi wilayah yang sekiranya masih berada dalam zona merah dan zona oranye pandemi corona.

Ya tetap harus mematuhi kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, agar dapatnya bijaksana dan dewasa dengan jangan nekad menggelar aktivitas keagamaan yang menimbulkan kerumunan.

Yang pasti, pelaksanaan aktivitas ibadah beragama bukanlah dilarang, tapi saling menjaga keselamatan jiwa dari pandemi corona ini adalah yang paling utama, ini karena sudah banyak korban jiwa yang berjatuhan jadi korban keganasan corona ini.

Bila bercermin dari pengalaman terkait apa yang menjadi penyebab muncul kluster-kluster penularan virus corona, maka jelaslah kerumunan adalah yang jadi tersangka utamanya.

Jadi, bila berkaitan dengan masih adanya perilaku yang tidak disiplin mematuhi protokol kesehatan pandemi corona, maka sekiranya kedewasaan nasional dalam hal disiplin protokol kesehatan pandemi corona dan mematuhi kebijakan penanganan pandemi corona harus tetap di ke depankan.

Oleh karenanya, pemerintah, pemangku kepentingan, dan pihak terkait lainnya yang bersinggungan dengan penanganan pandemi corona ini, agar dapatnya tetap harus komitmen dengan tanggung jawab, dengan tegas bertindak, baik itu dalam hal pengawasan dan pengendalian dalam rangka menegakkan disiplin protokol kesehatan pandemi corona di lingkungan masyarakat.

Begitu halnya juga masyarakat, selama pandemi corona ini masih belum berakhir, agar dapatnya bijak dan dewasa dalam menyikapi situasi dan kondisi pandemi corona yang masih mewabahi negeri ini.

Dan semoga saja ke depan, dengan segala upaya berjuang bersama secara kompak ini, pandemi corona dapat di enyahkan dari NKRI yang kita cintai bersama ini.

Demikian artikel singkat ini.
Semoga dapat bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun