Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyelisik Kenapa Terjadi Gerakan Revolusioner oleh Rakyat

15 Oktober 2020   11:36 Diperbarui: 15 Oktober 2020   11:41 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar via Kompas.com/Gerry Lotulung

Dinamika sosial politik pemerintah pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi nampaknya secara perlahan demi perlahan mulai menjelma jadi semakin mirip dengan "Rezim Orba".

Sebabnya adalah, pergerakan dinamika sosial politik yang tercipta pada masa pemerintahan Jokowi bukanlah karena tatanan kehidupan yang demokratis.

Hal ini terjadi karena rakyat merasa kembali seperti hidup di dalam sebuah "Rumah Kaca". Sebab Segala gerak gerik dari rakyat diawasi oleh pemerintah dengan memberi berbagai tekanan melalui kekuatan tekanan kebijakan dan kekuasaan.

Seperti misal, ketika rakyat yang terlibat aktif dalam berbagai organisasi yang selalu bersikap kritis pada pemerintah, seringkali disikapi secara represif oleh pemerintah.

Bahkan aksi demonstrasi massa yang merefleksikan perjuangan berdasarkan kesadaran pemikiran revolusioner dan kesadaran ideologis, seringkali justru dibungkam dengan tindakan-tindakan yang represif oleh aparat dan pemerintah.

Artinya di sini, berbagai cara dilegalkan dan jadi pembenaran oleh pemerintah, demi membungkam para aktifis dan kelompok masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah, sehingga menimbulkan dampak rasa ketakutan dan tertekan, yang memberikan "damage" yang signifikan kepada rakyat.

Padahal sejatinya, berbagai gerakan demonstrasi hanyalah merupakan salah satu bagian dari rapat-rapat umum untuk mempengaruhi pendapat umum.

Gerakan demonstrasi adalah sebagai gerakan kesadaran ideologis publik yang sangat dilindungi UUD 1945, gerakan revolusioner yang merupakan dampak yang disebabkan karena perilaku para pengambil kebijakan publik dan pemangku kepentingan sudah mulai kurang peka dan kurang dekat kepada publik.

Apalagi ketika para mahasiswa sebagai "agen of change" negara sudah mulai keluar dari sarangnya, bangkit kembali melakukan berbagai pergerakan perjuangan revolusioner yang sangat luas.

Sebenarnya hal ini adalah sebuah sinyal peringatan yang teramat penting bagi pemerintah, bahwa memang ada sesuatu perilaku pemerintah yang memang tidak beres dan perlu diperbaiki.

Sehingga menyebabkan para kaum muda ini, maju bergerak sebagai garda terdepan revolusi, berjuang dengan kesadaran ideologis berdasar hati dan nurani, untuk membela mereka (Rakyat) yang tertindas dari kesewenang-wenangan.

Tapi sayangnya, bayang-bayang trauma "kudeta tersamar" yang menunggangi reformasi 1998 silam ternyata masih menjadi momok yang sangat begitu menakutkan bagi pemerintahan Jokowi.

Ketakutan atas pengulangan peristiwa sejarah ketika para "aktor intelektual" mampu bermain peran dengan sangat senyap dibalik layar, saat berhasil menggulingkan Rezim Orba, padahal para aktor intelektual tersebut di antaranya bisa jadi memang ada yang sedang duduk di dalam pemerintahan Jokowi.

Sebenarnya juga, berbagai demonstrasi yang mengkritisi pemerintahan Jokowi, seperti di antaranya demonstrasi penolakan UU Omnibus Law Ciptaker, demonstrasi penolakan revisi UU KPK dan demonstrasi lainnya yang bersifat kritis terhadap pemerintah adalah merupakan perwujudan keresahan secara umum dari rakyat akan kondisi politik, hukum, ekonomi dan sosial budaya negara yang dirasa semakin tidak beres.

Tentunya hal ini pasti akan mendapat respon reaktif dari para mahasiswa sebagai barometer kelas intekektual muda yang paling sensitif, sehingga inilah yang menyebabkan mengapa para mahasiswa pada akhirnya sampai harus tumpah ruah turun ke jalan.

Namun, yang sangat disayangkan lagi, bukannya pemerintah semakin peka dengan respon dan reaksi yang terjadi tersebut, justru yang terjadi adalah pola berulang ketika pemerintah seringkali mengalihkannya dengan membentuk rilis kepada publik bahwa ada aktor-aktor intelektual di balik demonstrasi, bahwa pemerintah sudah mengetahui siapa tokoh-tokoh intelek penyandang kepentingan dan penyandang dana di balik penggerak demonstrasi.

Pemerintah tidak menyikapinya dengan bijak terkait apa yang menjadi sebab utamanya, apa yang menjadi susbtansinya dan tidak peka terhadap gejalanya, kenapa demonstrasi massa begitu masif dan meluas sampai ke pelosok Nusantara.

Berbagai demonstrasi massa yang terjadi terhadap pemerintahan Jokowi bisa akan jadi pemandangan yang sering terjadi kedepan bila tidak disikapi secara peka, apa yang menjadi akar penyebab dari masalahnya.

Pemerintahan Jokowi mungkin bisa saja terus meredam berbagai demonstrasi dan membungkam para aktifis yang kritis terhadap pemerintah, lalu bersuka hati dengan penuh kebanggaan karena berhasil mengatasinya.

Akan tetapi, perlu jadi catatan, selama masalah-masalah mendasar yang didera oleh rakyat belum terselesaikan sama sekali, maka gerakan revolusioner rakyat beserta para mahasiswa sebagai barometer yang paling sensitif terhadap perubahan tidak akan pernah bisa dihentikan.

Meskipun sejumlah gelontoran dana miliaran rupiah dalam rangka mengatasi gerakan demonstrasi tersebut dilakukan oleh pemerintah, tapi selama hukum besi, kepentingan politik praktis, kepentingan pemodal, gejala kapitaliasi dan oligarki lebih mendominasi di atas kepentingan rakyat, semuanya akan sangat menjadi percuma.

Gerakan rakyat sipil dan para mahasiswa meski harus terperas keringat, kucuran air mata, dan mungkin ada genangan darah yang tertumpah akan terus terjadi, karena energi dari nyala api ketertindasan masih berkobar dalam sekam.

Oleh karenanya, inilah yang perlu dievaluasi dan diperbaiki oleh pemerintah, dan yang jelas kalau sudah ada titik temu yang menyatukan dan menyelesaikan akar masalah yang menjadi penyebab keresahan rakyat, maka tentu saja rakyat akan selalu berjalan seiring mendukung pemerintah.

Semoga para pemimpin bangsa di negara Indonesia ini dapat terketuk dan terbuka pintu hatinya, demi selalu tegak dan utuhnya NKRI yang kita cintai bersama ini.

Sekedar artikel receh.
Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun