Sang waktu bergulir menapaki kodratnya.
Matahari doyong ke barat taktercegah makin rendah.
Senja mulai membayang, dingin malam mulai menjamah.
Di langit, kartika bertebaran di seluruh sudut ruang membentang jagat raya.
Bulan sepenggal timbul tenggelam di antara mega-mega menerobos malam.
Hening malam begitu senyap. Hanya riuh binatang malam saling bersahutan.
Sesekali, kicau burung hantu ditingkahi suara anjing menggonggong di kejauhan.
Kududuk menyepi di atas pohon.
Kubiarkan rambut panjangku terurai.
Takberkaki, putih gaunku menjuntai.
Sendu isak tangisku merintihi malam, tapi sesekali tawaku mencumbui malam.
Sesal takterkira kenapa kubegini.
Gentayang taktentu meratap malam.
Membayang kenang takmampu hidup, karena memintaskannya dengan paksa.
Sesekali kugodai pria-pria jahanam yang melintas.
Kuterbahak di hadapan mereka dan terbahak menatap dengan kebinalan, ketika mereka terpelanting mencicing.
Sesaat mampu kuterhiburkan, tapi takbisa tuntaskan kenang sesalku.
Sang waktu terus bergerak merambat merayapi kodratnya.
Tengah malam terlampaui, menuju menjelang datangnya pagi dan kumasih gentayang taktentu, melayang meratap ke sana kemari.
Sementara kumenghindari pagi yang semakin membenderang menjemput siang.
Menanti malam datang lagi.
***
Balikpapan, 30092020.