Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pandemi, Ramadan, dan Harkitnas

20 Mei 2020   16:27 Diperbarui: 20 Mei 2020   16:34 1648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar | Dokumen foto via Goriauonline.con

Dan pada perkembangan selanjutnya, polarisasi ini mengikiskan nasionalisme bangsa dan mempelopori terbaginya strata kelompok-kelompok diantara masyarakat, seperti kelompok minoritas dan kelompok mayoritas, yang meliputi golongan, agama, ras, hingga kesukuan.

Berbagai latar belakang alasan untuk saling membela, seperti karena alasan merasa lebih unggul, hingga perilaku saling membuli, menista, dan membenci kerap kali terjadi didalam masyarakat.

Pada akhirnya, kondisi ini semakin menimbulkan disparitas atau terpolarisasi dan terkotak-kotaknya masyarakat sehingga terbentuklah kubu-kubuan atau kelompok yang berseberangan, dan justru semakin berdampak menjadi jurang pemisah atau adanya efek saling menjaga jarak diantara kelompok masing-masing.

Ternyata ajang konstestasi dua Pemilu dan Pilpres yang lalu masih membekas dan mengakar dalam pada benak dan ingatan bagi masyarakat dan simpatisan kelompok-kelompok yang menang maupun yang kalah.

Karena kurang lebih 10 tahun lamanya masyarakat terpapar jadi obyek perebutan dukungan politik oleh dua belah pihak kelompok kepentingan politis untuk dapat berkuasa di negeri ini.

Lihat saja sebutan-sebutan minor seperti cebong dan kampret ataupun kadrun dan togog masih sering saja berlaku dalam sendi kehidupan masyarakat.

Inilah nyatanya yang terjadi hingga sekarang ini, dan yang menjadi dasar alasan bagi penulis untuk menyatakan bahwa telah terjadi degradasi nasionalisme kebangsaan di negeri ini dan dirasa juga bahwa peringatan hari sakral kebangkitan nasional jadi kehilangan makna sejatinya.

Lalu, belum juga sembuh dari polarisasi bangsa yang mengikis nasionalisme ini tetiba badai bencana pandemi korona datang menguji, dan dampak yang ditimbulkannya sangat menghancurkan, bahkan mengancam eksistensi suatu negara.

Bahkan seperti yang dilihat faktanya, kondisi masyarakat jadi semakin sulit, beban hidup semakin berat dan tambah menderita, pemerintah juga sedang kalang kabut dan kebingungan sehingga artinya juga dalam hal ini negara sedang dalam kondisi yang terpuruk.

Ya, memang sungguh terasa semakin berat kondisi bangsa dan negara ini, ditengah nasionaliame yang sedang terkikis karena polarisasi, pandemi korona datang menguji.

Namun sebenarnya bila melihat kenyataannya, tentang bagaimana peran serta bangsa ini dalam menghadapi pandemi korona, ternyata perlahan demi perlahan nasionalisme yang sedang terkikis itu secara disadari atau tidak disadari telah berupaya  bangkit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun