Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prank dan Skull Breaker, Sebegitu Murahkah Harga Diri Itu?

17 Februari 2020   21:09 Diperbarui: 17 Februari 2020   21:16 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar Pendukung Artikel | Dokumen milik Aswajamuda.com

Entah kenapa dengan semakin digitalnya dunia ini, fenomena Prank, Skull Breaker dan turunan lainnya yang sejenis, semakin marak saja terjadi.

Padahal Prank, Skull Breaker dan turunannya yang sejenis itu, sesungguhnya masuk dalam ranah perilaku perundungan, bahkan bisa saja tersangkut kasus hukum karena melanggar Hak Asasi Manusia atau HAM.

Umumnya yang berlaku ada dua konsep yang menjadi inti dari maraknya Prank, Skull Breaker dan turunannya yang sejenis ini.

Yang pertama adalah dengan konsep bercanda ataupun humor, merekam perisistiwa atau kejadian, berupa, keisengan, keusilan, tantangan untuk mengerjai orang lain, menggunakan trik-trik tertentu dengan motif untuk lucu-lucuan, kesenangan pribadi dengan mengeksploitasi orang yang dikerjai tersebut untuk dijadikan bahan tertawaan sang konseptor pelaku serta untuk dikonsumsi jadi bahan tertawaan khalayak publik.

Pada intinya konsep ini bertujuan, agar sang konseptor pelaku mendapat kepuasan, mendapat perhatian khalayak publik, agar dapat populer, tenar dan terkenal.


Yang kedua adalah konsep dengan meminjam kedok humanisme, mengatas namakan sisi kemanusiaan, merekam peristiwa atau kejadian, guna menjadikan seseorang atau lebih sebagai target untuk jadi bahan eksploitasi pengibaan belaka, yang intinya bertujuan agar sang konseptor pelaku mendapatan kepuasan, menjadi populer, tenar dan terkenal atau dikenal sebagai orang yang dermawan.

Dengan tidak bermaksud mengulang, ternyata bila ditarik benang merahnya, semua ini dilakukan hanya demi mencari kepuasan, mencari perhatian kepada khalayak publik agar mendapatkan popularitas jadi tenar ataupun terkenal.

Semuanya dilakukan dengan cara menjatuhkan harga diri ataupun merendahkan harkat dan martabat orang lain serta mengabaikan HAM.

Sungguh miris dan cukup kejam sebenarnya, sebegitu murahkah Harga Diri serta harkat dan martabat orang lain serta HAM itu dimata para penyembah popularitas ini hanya untuk sekedar mencari tenar dan terkenal?

Dan bila ditarik lebih kedalam lagi, sejatinya para penyembah popularitas inilah sebenarnya, yang menjual lebih murah harga dirinya karena jelas secara sadar, berperilaku menjatuhkan harkat dan martabat orang lain, atau lebih kasar lagi menggangap orang lain itu murahan sekali.

Para konesptor pelaku pemuja popularitas ini secara sadar telah melakukan dan menunjukan sikap tidak terpuji, arogan, pamer ataupun "riya" menganggap dirinya paling super, paling hebat, paling keren dan berbagai sikap tidak santun yang lainnya.

Jadi kalau sudah begini mau bilang masih punya harga diri, lalu mana, dimanakah letak harga dari dirinya sendiri itu, sudah tidak ada lagi, karena telah hilang bersama kepentingannya hanya demi menyembah popularitas.

Ironis, sungguh begitu sangat memperihatinkan, sebegitu murahkah harga HAM itu, sebegitu murahkah harga diri, harkat dan martabat orang lain itu hanya demi popularitas.

Boleh mencari popularitas dalam berkarya dan berkreatifitas seapik mungkin, tapi asal jangan membunuh hak orang lain, membunuh harga diri, harkat dan martabat serta melanggar HAM.

Oleh karenanya sudahlah, sudahi saja segala jenis Prank, Skull Breaker dan turunannya yang lain itu, hormatilah harga diri, harkat dan martabat orang lain itu, atau bahkan harga diri sendiri dari para konseptor pelaku.

Karena akhir dari semua ini hanyalah dapat dibangun dari upaya dari dalam diri sendiri yaitu, para konseptor pelaku, untuk mengakhiri Prank, Skull Breaker dan turunannya yang sejenis itu.

Karena bila sudah terjadi masalah ataupun persoalan akibat unsur kelalaian baik disengaja dan tidak disengaja ataupun dari dampak hukumnya, maka akan panjang urusannya, bahkan bisa saja masuk bui.

Diharapkan juga dalam hal ini  ada keterlibatan peran serta pihak pemerintah ataupun pihak berwenang yang lainnya, agar dapat kiranya segera mencari solusi untuk mengatasi kian maraknya perilaku Prank, Skull Breaker dan turunannya, yang semakin menggejala ini.

Semoga ada solusi yang terbaik.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun