Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenegarawanan Rakyat di Antara Banjirnya Politikus

1 Oktober 2019   12:04 Diperbarui: 1 Oktober 2019   12:23 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar | Dokumen PikiranRakyat.com

Hampir setiap hari di negeri ini, publik selalu disuguhkan episode-episode drama para elit politik dalam perjalanan demokrasi dan kancah politik.

Para pemain yang terlibat didalamnya datang silih berganti dengan cerita-cerita demokratis dan politik masing-masing.

Tidak dipungkiri, keahlian para elit politik ini sangat mumpuni dalam mengolah gaya bahasa politis yang memikat. Publik dibuat terpesona dan kadangpun terpedaya dengan apa yang dipertontonkan oleh para politisi ini.

Gaya bahasa demokratis dalam politik sering berujung pada eufimisme yaitu masih merupakan pendapat-pendapat dan ungkapan-ungkapan serta janji-janji yang masih diragukan realitanya.

Bahasa eufimisme sering berperan hanya untuk mengumbar janji, beretorika dengan gaya bahasa meyakinkan, untuk menyamarkan tujuan kepentingan politik praktis semata.

Sehingga terkadang, semakin sulit untuk membedakan yang mana benar-benar mengusung Demokrasi dengan visi dan misi sejati yang sesungguhnya dan mana yang hanya merupakan bumbu-bumbu dari manisnya silat lidah dan skenario drama para elit politik untuk menutupi sebuah kepentingan politik.

Di samping itu, seringkali publik melihat, ada para elit politik yang lantang bersuara menentang korupsi, namun terkadang beberapa waktu kemudian secara ironi tetiba ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi. Inilah sedikit gambaran yang terjadi pada sebagian politisi yang sering disebut-sebut sebagai politikus tersebut.

Padahal, tugas para elit politik ini bila sudah duduk di parlemen sebagai legislatif bersifat strategis, karena akan sangat menentukan masa depan Negara.

Pasalnya para legislatif, memiliki tugas pokok dan wewenang untuk, melakukan pengawasaan, mengesahkan anggaran, dan membuat peraturan dan Undang-undang.

Dalam hal ini, maka tidak dapat disangkal lagi, jika keberadaan Parpol sejatinya, kerap kali hanya  sering mencampuri kebijakan-kebijakan yang ditelurkan oleh pemerintah dan sangat berpengaruh dalam terciptanya Demokrasi.

Sehingga bila tugas pokok dan wewenang tersebut disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis tak pelak lagi, legitimasi yang dihasilkan akan ditentang oleh rakyat Indonesia.

Contoh nyata saja Seperti yang terjadi terhadap RUU KPK, yang mendapat penolakan keras dari publik. Sehingga dampak dari akibat situasi tersebut, Presiden Jokowi sempat menunda RUU tersebut dan terpaksa harus mempertimbangkan mencabut RUU tersebut dengan pertimbangan menerbitkan Perrpu.  

Sebenarnya Demokrasi dan perpolitikan harus selalu berpasangan dan harus seiring sejalan, dan Demokrasi yang berlaku di Indonesia saat ini, sebenarnya juga  patut diapresiasi. Lantaran berkonsep dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Namun terkadang realitanya di lapangan, praktik atas teori berdemokrasi dan politik di negeri ini masih hanya sebatas memprioritaskan aspek kuantitas.

Bicara kuantitas yang dimaksud disini adalah, banjirnya para caleg dan politisi belum diimbangi dengan kualitas SDM dan rancangan produk pemilihan politik yang baik.

Sehingga berdampak pada munculnya sikap-sikap pragmatis pemilih yang tak paham siapa dan seperti apa sebenarnya yang mewakili aspirasinya di parlemen.

Hal ini disebabkan karena, kebanyakan Partai politik diperlukan hanya sebagai kendaraan yang mengantar para calon anggota legislatif, untuk duduk di kursi nyaman DPR.

Keberadaan Parpol dalam mengantar caleg menjadi wakil rakyat memunculkan mindset baru bagi sebagian anggota DPR, ini karena masih legalnya doktrin yang berlaku di Parpol "tidak ada teman sejati, tidak ada kader sejati. Yang ada adalah kepentingan partai".

Belum lagi setelah menjabat, tentunya ada biaya-biaya yang tidak sedikit untuk disetorkan pada Parpol, padahal sebelumnya para Caleg sudah menghabiskan biaya dalam kontestasi Pemilu.

Sehingga dengan melihat sejumlah fakta-fakta tersebut, tidak mengherankan jika konsentrasi dan fokus para anggota DPR menjadi terpecah.

Di satu sisi, memiliki tugas untuk mewakili aspirasi rakyat, namun di sisi lain perlu memikirkan nasibnya sendiri terkait haknya, sehingga seringkali para legislatif mencari tambahan pemasukan dengan mencari sumber pendapatan lain untuk mengembalikan biaya yang dihabiskan untuk Parpol.

Sehingga sering yang terjadi adalah ada saja berbagai cara untuk menutupi biaya itu dilakukan dengan menyalah gunakan wewenang dengan menggunakan beberapa pos anggaran negara yang tidak dapat dipertanggung jawabkan yang menyebabkan munculnya kasus kasus korupsi, gratifikasi dan kasus lainnya.

Tidak heran kalau para legislator dan elit pemerintahan ini sering mencoreng kredibilitas nama lembaga DPR dan Instansi Pemerintah lainnya yang sering dilabeli sebagai institusi terkorup.

Korupsi yang semakin menjadi di negeri ini, semakin meningkatkan level pesimisme dan skeptisme rakyat. Sehingga muncul asumsi bahwa tindakan merugi tersebut tak akan kunjung berhenti.

Dinamika demi dinamika aksi korupsi ini terus terjadi memengaruhi relevansi perkembangan negara menyangkut kuat dan lemahnya ekonomi suatu negara.

Karena sebenarnya masalah terbesar perekonomian Indonesia adalah korupsi. Bukan rendahnya infrastruktur yang dijadikan fokus perbaikan oleh pemerintah dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dan kesemuanya itu, kembali bergantung pada seberapa besar integritas para pengendali politik dan pemangku kepentingan di negeri ini.

Sayangnya, dari fenomena-fenomena yang terjadi ini hanya menjadi pengetahuan belaka tanpa adanya tindakan preventif untuk memperbaikinya.

Secara umum, perjalanan demokrasi dan kancah politik di negeri ini, memang masih sering menjadi pertanyaan hingga saat ini. Sebenarnya bentuk Demokrasi pemerintahan yang terbaik seyogyanya tetap mengikut sertakan peran rakyat didalamnya.

Karena rakyat adalah faktor dan obyek utama yang menyebabkan terjadinya perubahan dan transformasi di dalam suatu negara.

Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat harus benar benar tertuang secara nyata kepada rakyat. Oleh karena itu, di negeri ini perlu transformasi para tokoh-tokoh pelakunya baik elit politik, pemerintahan, tokoh negarawan dan elemen bangsa lainnya menuju satu kesatuan visi dan misi.

Sudah saatnya sekarang ini, antara struktur kekuasaan atau pemerintahan benar-benar sejalan dengan rakyat, saling menguntungkan satu sama lain dalam mewujudkan kepentingan bersama.

Dalam pelaksanaan dan visi dan misi yang hendak dibangun, apabila sejalan dengan kehendak rakyat dan kekuasaan. Tentunya tidak akan ada lagi kecemburuan sosial, ketimpangan sosial ataupun pertentangan lainnya. Sehingga tidak ada lagi klaim bahwa demokrasi dan politik di negeri ini sebenarnya masih proses belajar.

Boleh disimpulkan, sebenarnya secara umum, rakyat telah lebih dahulu selangkah lebih maju bertransformasi menjadi negarawan-negarawan sejati, yang turut perduli memikirkan, memberikan sumbangsihnya demi kemajuan negaranya.

Kenegarawanan rakyat saat inilah yang masih mengkokohkan pilar-pilar bangsa, ditengah benturan-benturan dan berbagai cobaan dan rintangan yang mendera negeri ini.

Semoga saja, bercermin dari realita yang terjadi sampai detik ini, semakin membuat introspeksi diri para elit politik dan elit pemerintah, tokoh negarawan dan elemen bangsa lainnya untuk menuju satu kesatuan visi dan misi yang dicita-citakan bersama.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun