Mohon tunggu...
Muhammad Fikri Al Kautsar
Muhammad Fikri Al Kautsar Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah PAI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Popularitas Hadis Lemah dan Palsu di Media Sosial : Telaah Kritik Hadis dalam Dunia Digital

19 Mei 2025   13:50 Diperbarui: 20 Mei 2025   13:48 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Hadis Lemah atau Palsu di Media Sosial. Sumber : AI Chatgpt (edit) 

Penelitian oleh Khujaimah et al. (2022) menunjukkan bahwa ada akun-akun  yang membagikan hadis tanpa mencantumkan sanad yang jelas dan tanpa verifikasi keotentikan. Konten-konten tersebut tidak selalu memenuhi standar keilmuan hadis, sehingga berpotensi menyebarkan informasi yang tidak akurat kepada masyarakat luas .

d. Faktor Penyebab Penyebaran Hadis Lemah dan Palsu

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran hadis lemah dan palsu di media sosial antara lain:

  • Kurangnya Literasi Digital: Sebagian besar pengguna media sosial tidak memiliki kemampuan untuk memverifikasi keaslian informasi, termasuk hadis.
  • Viralitas Konten: Konten yang menarik perhatian, meskipun tidak akurat, cenderung cepat menyebar di media sosial.
  • Manipulasi Teks Hadis: Beberapa pihak sengaja memodifikasi atau mengutip hadis di luar konteks untuk tujuan tertentu.

e. Peran Algoritma dan Budaya Konsumsi Digital

Media sosial digerakkan oleh algoritma yang memprioritaskan engagement (likes, shares, comments), bukan kebenaran ilmiah. Hadis-hadis palsu yang menyentuh atau menghibur lebih mudah viral dibandingkan hadis shahih yang panjang dan analitis. Budaya digital yang cepat konsumsi (fast content culture) membuat masyarakat cenderung tidak melakukan verifikasi.

f. Kurangnya Intervensi dari Institusi Resmi

Lembaga seperti MUI, pesantren, dan kampus Islam memiliki peran penting, namun belum sepenuhnya aktif membangun sistem verifikasi hadis digital. Aplikasi seperti Ensiklopedia Hadis dan Muslim Pro memang ada, tetapi tidak banyak digunakan secara luas oleh generasi muda. Penelitian Khujaimah et al. (2022) juga menyebutkan bahwa belum ada sistem seperti fact-checking untuk konten hadis yang beredar.

g. Peran Santri, Akademisi, dan Influencer Muslim

Peran santri dan akademisi sangat penting dalam dakwah digital. Namun penyebaran ilmu hadis masih terbatas pada lingkungan akademik dan belum menjangkau kanal populer seperti TikTok atau YouTube. Sebaliknya, banyak influencer Muslim yang populer justru tidak memiliki kompetensi keilmuan memadai. Dibutuhkan kolaborasi antara ahli hadis dan kreator konten agar dakwah Islam di media sosial bersifat otentik dan kredibel.

h. Perspektif Etika Islam: Tabayyun dan Tanggung Jawab Digital

Konsep tabayyun (klarifikasi) menjadi prinsip penting dalam penyebaran informasi digital. Allah SWT berfirman:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun