Mohon tunggu...
Best Siallagan
Best Siallagan Mohon Tunggu... Hobby membaca dan menulis

- AI Enthusiastic - Suka membuat cerita - Suka Nonton Film - Suka Nonton Bola (Penggemar Leonel Messi) - Millenial yang menolak ketinggalan untuk belajar teknologi masa depan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rahasia di Balik Pagar Mewah (Bab 9)

15 Oktober 2025   21:49 Diperbarui: 15 Oktober 2025   21:54 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang wanita misterius (generate by AI/Grok)

Narator (Mira Lestari):

Lia Chandra selalu tahu cara memainkan peran istri sempurna---senyum manis, gaun yang pas di tubuh, dan kata-kata yang tepat untuk menenangkan hati suami. Tapi malam ini, di kamar tidur rumah mewahnya, topeng itu mulai retak. Chandra Wijaya bukan pria yang mudah dibodohi, dan Lia baru saja menyadari bahwa rahasianya bukan lagi miliknya sendiri. Di Puri Anggrek Elit, kebenaran punya cara untuk keluar, seperti air yang merembes melalui dinding yang retak. Dan saya, Mira Lestari, tahu bahwa retakan ini akan segera menghancurkan segalanya.

Lia Chandra berdiri membeku di ambang kamar tidur, gaun tidurnya yang tipis terasa seperti tak cukup melindunginya dari tatapan tajam Chandra. Suaminya duduk di tepi ranjang, tablet di tangannya masih menunjukkan rekaman CCTV buram dari taman belakang---gambar dua sosok di dekat gudang, yang Lia tahu adalah dirinya dan Jono. Cahaya lampu kamar memantul dari wajah Chandra, membuat ekspresinya tampak lebih dingin dari biasanya.

"Lia, aku tanya sekali lagi," kata Chandra, suaranya rendah tapi penuh ancaman. "Kamu ngapain di taman tengah malam? Dan jangan bilang cuma 'ngeliatin bunga' lagi."

Lia menelan ludah, pikirannya berputar mencari alasan yang masuk akal. "Aku... aku cuma butuh udara segar, Chandra. Aku nggak bisa tidur, apalagi setelah urusan Mira." Ia berusaha membuat suaranya terdengar tulus, tapi tangannya yang gemetar mengkhianatinya.

Chandra menatapnya, matanya menyipit. "Udara segar? Di gudang taman? Sama tukang kebun?" Nada suaranya naik sedikit, dan Lia merasa seperti tikus yang terjebak dalam perangkap. Ia tahu Chandra bukan tipe pria yang akan langsung meledak---ia lebih berbahaya dari itu. Chandra adalah orang yang menghitung setiap langkah, dan Lia tak yakin apakah ia sedang menggertak atau benar-benar tahu sesuatu.

"Chandra, kamu ngomong apa sih?" Lia mencoba tertawa, tapi suaranya terdengar rapuh. "Jono cuma ngecek alat-alat taman. Aku cuma bilang supaya dia buru-buru selesai."

Chandra meletakkan tablet di ranjang, bangkit, dan melangkah mendekati Lia. Jarak di antara mereka terasa menyusut, dan Lia merasa seperti tak bisa bernapas. "Lia," katanya, suaranya sekarang hampir seperti bisikan, "aku nggak suka dibohongi. Dan aku nggak suka nama kita jadi bahan omongan tetangga. Kamu tahu apa yang terjadi sama Mira, kan? Orang-orang di sini suka ngorek rahasia, dan aku nggak mau kita jadi target berikutnya."

Nama Mira membuat Lia tersentak. Apakah Chandra tahu sesuatu tentang kematian Mira? Atau apakah ini cuma cara untuk membuatnya takut? "Aku nggak ngerti maksudmu," jawab Lia, suaranya bergetar. "Mira bunuh diri, kan? Apa hubungannya sama kita?"

Chandra tersenyum tipis, tapi senyum itu tak mencapai matanya. "Mungkin nggak ada. Tapi aku saranin, Lia, hati-hati sama langkahmu. Aku nggak cuma punya CCTV di taman." Ia berbalik, mengambil jaketnya, dan keluar dari kamar tanpa kata lain, meninggalkan Lia dengan jantungan yang berdetak seperti bom waktu.

Lia ambruk ke ranjang, tangannya menutupi wajah. Ia harus mengakhiri hubungan dengan Jono---sekarang. Tapi kata-kata Jono tadi malam di gudang terus bergema: Mira tahu tentang mereka. Jika itu benar, dan jika kematian Mira bukan bunuh diri, apakah Lia dalam bahaya? Atau lebih buruk lagi, apakah Chandra tahu lebih banyak dari yang ia tunjukkan?

Pagi berikutnya, Lia berusaha bertindak normal. Ia mengenakan gaun kuning cerah, rambutnya ditata sempurna, dan berjalan ke kafe kecil di gerbang Puri Anggrek untuk bertemu Rina Wijaya. Rina, dengan kecanggihan khasnya, mengundang Lia untuk "ngobrol santai," tapi Lia tahu tak ada yang santai di Puri Anggrek. Saat ia tiba, Rina sudah duduk di sudut kafe, memegang cangkir teh chamomile, wajahnya sempurna seperti patung.

"Lia, kamu kelihatan... capek," kata Rina, alisnya terangkat sedikit. Nada suaranya sopan, tapi ada nada menggali yang membuat Lia waspada.

"Cuma kurang tidur," jawab Lia, memaksakan senyum. "Urusan Mira bikin aku nggak tenang, tahu nggak? Siapa sangka dia bakal... gitu."

Rina mengangguk, tapi matanya tak lepas dari Lia. "Iya, aneh banget. Mira selalu kelihatan bahagia. Tapi katanya, dia sempat ribut sama seseorang sebelum mati. Kamu tahu apa-apa, Lia?"

Lia merasa jantungnya terhenti sejenak. "Aku? Nggak tahu apa-apa. Aku kan cuma kenal dia sepintas." Ia menyesap kopinya, berharap tangannya tak terlihat gemetar.

Rina tersenyum tipis, seperti kucing yang sedang mengintai mangsa. "Oh, cuma penasaran. Di Puri Anggrek, semua orang punya rahasia, kan? Tapi kalau kamu tahu sesuatu, bilang aja. Aku nggak suka gosip, tapi aku benci kejutan."

Lia tahu Rina sedang mengorek, dan ia tak suka itu. Tapi sebelum ia bisa mengalihkan pembicaraan, ponselnya bergetar. Pesan dari Jono: "Mbak, kita harus ketemu. Aku nemu sesuatu di taman Mira. Penting banget." Lia menatap pesan itu, dan tiba-tiba kafe terasa terlalu kecil, terlalu penuh mata yang mengawasi.

Narator (Mira):

Lia pikir dia bisa kabur dari rahasianya, tapi di Puri Anggrek, rahasia selalu mengejar. Pesan Jono itu bukan sekadar undangan---it's a trap, tapi bukan Jono yang memasangnya. Pertanyaannya, siapa yang tahu apa yang Lia sembunyikan, dan apa yang mereka inginkan darinya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun