Narator (Mira Lestari):
Lia Chandra selalu tahu cara memainkan peran istri sempurna---senyum manis, gaun yang pas di tubuh, dan kata-kata yang tepat untuk menenangkan hati suami. Tapi malam ini, di kamar tidur rumah mewahnya, topeng itu mulai retak. Chandra Wijaya bukan pria yang mudah dibodohi, dan Lia baru saja menyadari bahwa rahasianya bukan lagi miliknya sendiri. Di Puri Anggrek Elit, kebenaran punya cara untuk keluar, seperti air yang merembes melalui dinding yang retak. Dan saya, Mira Lestari, tahu bahwa retakan ini akan segera menghancurkan segalanya.
Lia Chandra berdiri membeku di ambang kamar tidur, gaun tidurnya yang tipis terasa seperti tak cukup melindunginya dari tatapan tajam Chandra. Suaminya duduk di tepi ranjang, tablet di tangannya masih menunjukkan rekaman CCTV buram dari taman belakang---gambar dua sosok di dekat gudang, yang Lia tahu adalah dirinya dan Jono. Cahaya lampu kamar memantul dari wajah Chandra, membuat ekspresinya tampak lebih dingin dari biasanya.
"Lia, aku tanya sekali lagi," kata Chandra, suaranya rendah tapi penuh ancaman. "Kamu ngapain di taman tengah malam? Dan jangan bilang cuma 'ngeliatin bunga' lagi."
Lia menelan ludah, pikirannya berputar mencari alasan yang masuk akal. "Aku... aku cuma butuh udara segar, Chandra. Aku nggak bisa tidur, apalagi setelah urusan Mira." Ia berusaha membuat suaranya terdengar tulus, tapi tangannya yang gemetar mengkhianatinya.
Chandra menatapnya, matanya menyipit. "Udara segar? Di gudang taman? Sama tukang kebun?" Nada suaranya naik sedikit, dan Lia merasa seperti tikus yang terjebak dalam perangkap. Ia tahu Chandra bukan tipe pria yang akan langsung meledak---ia lebih berbahaya dari itu. Chandra adalah orang yang menghitung setiap langkah, dan Lia tak yakin apakah ia sedang menggertak atau benar-benar tahu sesuatu.
"Chandra, kamu ngomong apa sih?" Lia mencoba tertawa, tapi suaranya terdengar rapuh. "Jono cuma ngecek alat-alat taman. Aku cuma bilang supaya dia buru-buru selesai."
Chandra meletakkan tablet di ranjang, bangkit, dan melangkah mendekati Lia. Jarak di antara mereka terasa menyusut, dan Lia merasa seperti tak bisa bernapas. "Lia," katanya, suaranya sekarang hampir seperti bisikan, "aku nggak suka dibohongi. Dan aku nggak suka nama kita jadi bahan omongan tetangga. Kamu tahu apa yang terjadi sama Mira, kan? Orang-orang di sini suka ngorek rahasia, dan aku nggak mau kita jadi target berikutnya."
Nama Mira membuat Lia tersentak. Apakah Chandra tahu sesuatu tentang kematian Mira? Atau apakah ini cuma cara untuk membuatnya takut? "Aku nggak ngerti maksudmu," jawab Lia, suaranya bergetar. "Mira bunuh diri, kan? Apa hubungannya sama kita?"
Chandra tersenyum tipis, tapi senyum itu tak mencapai matanya. "Mungkin nggak ada. Tapi aku saranin, Lia, hati-hati sama langkahmu. Aku nggak cuma punya CCTV di taman." Ia berbalik, mengambil jaketnya, dan keluar dari kamar tanpa kata lain, meninggalkan Lia dengan jantungan yang berdetak seperti bom waktu.