Mohon tunggu...
Natanael Siagian
Natanael Siagian Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan

Natanael Siagian lahir di Tarutung Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada 30 Desember 1989. Alumni Universitas Batam jurusan ilmu hukum. Tinggal dan menetap di Jakarta. Email: siagian.natanael@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ahu Si Parmahan

16 Juni 2016   11:26 Diperbarui: 17 Juni 2016   11:18 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kdatu.com

 

Dulu, sekitar 10 - 15 tahun yang lalu, saya pernah menjadi seorang gembala. Profesi Gembala tersebut saya kerjakan disebuah desa kecil bernama Hutagurgur. Nama kecamatannya adalah Sipahutar, nama kabupatennya Tapanuli Utara. Memang bukan banyak yang saya gembalakan. Tidak sampai seratus. Bahkan puluhanpun tidak sampai. Hanya 3 - 6 ekor kerbau saja. 

Dalam bahasa batak, gembala disebut 'parmahan'. Jauh lebih keren memang mendengar istilah gembala daripada parmahan. Mungkin karena istilah gembala juga digunakan oleh beberapa Gereja. 'Gembala Sidang' atau 'Gembala Jemaat' begitu disebutkan. Gembala sidang digunakan untuk menyebut pimpinan jemaat atau pimpinan Gereja. Biasanya Gereja yang beraliran karismatik atau pentakosta yang sering menggunakan istilah tersebut.

Menjadi seorang Gembala atau parmahan, adalah sebuah pekerjaan yang unik dan bermanfaat. Membutuhkan berbagai macam skill. Dan itu semua dipelajari dari alam. Dari ladang dan dari sawah. Pertama, Strategi harus punya. Sebab persaingan sesama parmahan juga sering terjadi dilapangan. Persaingan mengingat semakin sempitnya lahan terbuka hijau, akibat banyak tanah kosong yang sudah mulai digarap pemiliknya untuk membuka lahan pertanian baru. 

Saat itu, kawanan kerbau hanya digembalakan di lahan-lahan kosong yang ditumbuhi rumput-rumput hijau. Kedua, kesabaran. Itu sudah pasti dimiliki. Karena sudah pasti kawanan kerbau tidak akan mampu berpikir seperti manusia. Sudah pasti tidak akan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan satu lagi, sudah pasti tidak punya inisiatif. Bah, namanya juga kerbau. Oleh karena itulah kawanan kerbau harus dibentak dan dipukul dulu baru bergerak sesuai arahan parmahannya. Dan semua itu butuh kesabaran tingkat tinggi.

Belakangan ini, setelah saya sadari, bahwa menjadi seorang parmahan adalah sebuah pelatihan kepemimpinan yang cukup efektif. Walaupun dulu, sewaktu kecil malu disebut sebagai 'parmahan'. Betapa malunya dulu ketika harus memimpin kawanan kerbau melewati keramain. Melewati Lapo (kedai) dan melewati jalan raya misalnya. Disebut sebagai pelatihan efektif karena, bayangkan, menjadi seorang parmahan kita dituntut perduli dengan hewan. Bahkan mengasihi kawanan kerbau tersebut seperti diri kita. Tidak semata-mata karena keuntungan ekonomis setelah kerbaunya dijual. 

Sering juga sampai berantam karena membelannya. Terkadang, terjadi kasus dimana ada padi atau jagung petani yang dimakan kerbau. Biasanya, tidak akan pernah ada parmahan yang mengaku bahwa kerbaunya adalah pelakuknya. Sebab, pelakukanya pasti akan dimintai ganti rugi sekaligus diburai (dimaki), karena dinilai tidak becus dalam menggembalakan kerbaunya. Kalau dalam kondisi begini, kita (parmahan) dituntut bijak dan kritis. Misalnya, kita harus berani meminta ditunjukkan bukti-bukti bahwa kerbau kita yang mejadi pelakunya.

Dulu sewaktu jadi parmahan, saya juga tidak sempat untuk menjadi anak ‘nakal’, karena selalu sibuk marmahan. Bukan saya tidak mau bergabung dengan anak seumuran saya saat itu. Tapi memang saya tidak mempunyai waktu. Hari minggu dan pulang sekolah menjadi saat-saat yang paling menjengkelkan.Hari minggunya misalnya. Saya tidak punya waktu untuk bermain sepulang sekolah minggu. Sebab, harus segera ke ladang untuk menuntun kawanan kerbau menuju sumber air dalam istilah batak disebut 'pasoburhon' atau ‘paguluhon horbo’. 

Apalagi kalau cuaca matahari sangat terik, aduh ! kita bahkan harus berlari kencang karena kita yakin kawanan kerbau sudah sangat kehausan. Begitu juga dengan pas pulang sekolah SD atau SMP. Tidak ada waktu untuk berlama-lama dijalan. Sebab kita sadar ada tanggungjawab wajib dan mengikat yang menunggu diladang. Mendahulukan kebutuhan kawanan kerbau daripada kebutuhan sendiri itu sudah sangat biasa.

Marmahan adalah sebuah profesi, sebuah pengabdian dan juga sebuah latihan sekaligus praktek kepemimpinan efektif. Berlatih untuk sabar, berlatih mengayomi, berlatih strategi, berlatih negosiasi, dan berlatih memahami kemauan mahluk lainnya, serta berlatih ilmu-ilmu lainnya. Menurut saya, apa yang dipraktekkan seorang parmahan cukup ideal untuk dijadikan sebagai model kepemimpinan. Dimanapun, dan kapanpun model kepemimpinan seorang parmahan cukup tepat untuk diadopsi dan dikembangkan.

Selamat siang !

Batam Centre 16 Juni 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun