Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menelisik Karakteristik Pola Pikir di Balik Cerita "Kelinci dan Kura-kura"

8 September 2023   19:28 Diperbarui: 9 September 2023   01:41 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kelinci dan kura-kura | sumber gambar BBC Teach/bbc.co.uk

Maka seseorang berpola pikir tetap tersebut tidak bekerja untuk meningkatkan dirinya, tetapi lebih fokus untuk membuktikan kecemerlangan bakat bawaannya sehingga seiring waktu, dia menjadi puas diri, menolak umpan balik, dan merasa sombong untuk terlibat dalam peningkatan kemampuannya.

Dia juga tidak dapat membayangkan bahwa orang yang kurang berbakat bisa menjadi lebih sukses dan terampil hanya melalui usaha dan kerja keras. Ketika sikapnya kemudian menghalangi kesuksesannya dan melihat orang-orang yang kurang berbakat secara alami mencapai kesuksesan lebih darinya, itu membuatnya kesal dan getir.

Sebenarnya, orang-orang dengan pola pikir tetap mengharapkan kemampuan mereka muncul dengan sendirinya. Ketika menghadapi kesulitan, minat dan kesenangan mereka pun menurun.

Orang-orang dengan pola pikir tetap tidak tertarik pada pertumbuhan dan perkembangan pribadi saat mereka menghadapi tantangan. Mereka lebih tertarik untuk mengkonfirmasi bakat bawaan mereka, baik itu kecerdasan, kecantikan fisik, keterampilan, atau apapun yang mereka miliki yang membedakan mereka dari orang lain.

Orang-orang dengan sikap seperti itu enggan untuk berubah. Mereka menghindari tantangan dan percaya bahwa potensi mereka telah ditentukan sebelumnya.

Bagi mereka, tidak ada gunanya mencoba, seperti yang dilakukan kura-kura karena dua alasan: Pertama, kura-kura tidak diciptakan untuk balapan; dan kedua, peluang untuk menang hampir tidak ada. Dengan menantang kelinci untuk berlomba, kura-kura akan terlihat bodoh. Jadi, mengapa repot-repot?

Bagaimana dengan sikap orang-orang yang berpola pikir berkembang?

Orang-orang dengan pola pikir berkembang justru mengasumsikan bahwa mereka dapat mengembangkan kemampuan melalui dedikasi, latihan, dan peningkatan berkelanjutan. Mereka menerima tantangan karena melihatnya sebagai cara pengembangan pribadi. Tantangan dan kemunduran bukanlah untuk ditakuti, melainkan kesempatan untuk tumbuh dan belajar.

Oleh karena itu, ketika merangkul kegagalan, mereka tidak mengalaminya sebagai serangan terhadap ego, tetapi hanya sebagai batu loncatan menuju kesuksesan. Mereka juga menerima kritik karena umpan balik ini dapat membantu mereka berkembang.

Orang-orang dengan pola pikir berkembang umumnya antusias untuk belajar dan tidak membiarkan praduga tentang diri mereka sendiri. Mereka percaya bahwa pengembangan diri mereka dapat secara signifikan mempengaruhi masa depan mereka. Sementara orang-orang dengan pola pikir tetap akan memercayai bahwa lintasan hidup mereka tetap, berdasarkan sifat yang melekat pada diri mereka.

Mengapa orang-orang lebih suka menghindari tantangan dan stagnan daripada menerima tantangan yang dapat mengarah pada pertumbuhan pribadi?

Mengapa seseorang begitu menentang kritik, padahal kunci perbaikan diri bisa berasal dari kritikan tersebut? Tampaknya 'egoisme' pola pikir tetap memainkan peran penting di sini. Salah satu permasalahan orang-orang dengan pola pikir tetap adalah keengganan mereka untuk gagal. Mereka menolak menjadi bodoh, tetapi mempelajari sesuatu yang baru adalah hal yang mustahil bagi mereka.

Pola pikir tetap berarti kejelasan, stabilitas, konsistensi, dan keamanan mempertahankan status quo. Ketika memasuki wilayah baru yang tidak dikenal, orang-orang dengan pola pikir ini memiliki ketakutan tersendiri karena ketidakyakinan terhadap pengandalan keahlian. Itu artinya bakat alamiah mereka akan menantang citra diri superioritas mereka. Mereka tidak akan begitu pintar dan cerdas di bidang yang bukan keahlian mereka, sehingga analoginya seperti seorang filsuf jenius akan menjadi bodoh sebagai pekerja konstruksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun