Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menelaah Permintaan Maaf Prabowo-Sandi yang Terus Berulang

4 Desember 2018   01:14 Diperbarui: 4 Desember 2018   08:44 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, saat pengambilan nomor urut di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018).(Kompas.Com/Kristianto Purnomo)

Kedua, aspek psikopolitik yang memengaruhi sikap masyarakat akibat harus menahan malu, bahkan matikutu lantaran bingung mau membela dengan cara apa. 

Kesalahan keduanya kerap kali sepele namun tidak bisa dihindari hanya dengan bersilat lidah karena bukti yang dilihat publik amat terpampang nyata. Apalagi ditmambah kasus hoax Ratna Sarumpaet yang mau tak mau Prabowo harus menanggung malu sekaligus kehilangan sedikit elektabilitas.

Ketiga, manajemen kesan yang kian sulit dikelola. Harus diakui, rasanya sulit menjual kesan super ketje Prabowo-Sandi karena mereka belum punya track record bagus dalam urusan pemerintahan sementereng lawannya Jokowi-Ma'ruf.

Terlebih lagi, Prabowo-Sandi nampak kurang cakap dalam urusan komunikasi politik. Kalau orasi, wah, memang jagonya Prabowo-Sandi, tapi tidak dengan komunikasi politiknya. Husnudzonnya, mungkin juga karena sang peracik komunikasi politik belum begitu jauh membisiki keduanya.

Sehingga, apabila Prabowo-Sandi tampil di hadapan publik, yang ikut was-was justru para pendukungnya. Bahkan kadang teman-teman saya gemes karena sering mendapati Prabowo-Sandi out of context saat berbincang dengan publik, salah satu contohnya, ya "tampang boyolali" itu.

Keempat, penafsiran publik yang cenderung peyoratif. Boleh jadi, Prabowo tidak sedang menyinggung warga Boyolali, tapi akibat perhitungan yang tidak matang saat berkomunikasi, alhasil apa yang dibincangkan menjadi backfire.

Makna dari kata-kata Prabowo maupun Sandi, lebih sering dimaknai polisemik atau berbeda dari maksud sang komunikator. 

Artinya, Prabowo-Sandi belum sepenuhnya menyadari pentingnya mengelola "pesan komunikasi" agar langsung dipahami komunikan, sehingga dapat dihindari kesalahan-kesalahan komuniaksi yang selama ini dilakukan. Kalau kesalahan ini tak dapat diperbaiki, maka lambat-laun publik bisa saja jemu.

Bahkan boleh jadi, lebih terpikat pesona komunikasi Jokowi-Ma'ruf yang equalitarian alias mudah dipahami karena diksi atau simbol yang dipakai tidak sulit dimengerti dan cenderung menggunakan kosa kata yang jamak dipakai publik. Kalau sudah begini, good bye Prabowo-Sandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun