

Setelah puas di puncak, kami menyusul kawan-kawan, tiba di kali Air Keta sekitar pukul 4 sore, kami nginap di sana semalam. Kali ini tendanya dibuat sedikit besar, beralas daun-daun lebar. pokoknya jauh lebih bagus dan nyaman dari camp sebelumnya. Kawan-kawan lain ada yang tangkap udang, ada yang mancing, dan ada yang mandi. Bisa bayangin kan, para perjaka timur sedang mandi bareng? Ini semacam badadra yang mandi di kali, dengan warna pelangi yang kelabu semua.hahaha.
Keesokan harinya, kami langsung bergegas keluar hutan dengan rute menyusuri panjangnya menuju kampung Leantasik. Berjalan sekitar 5 jam, kami istirahat di tubir kali Air Keta untuk makan siang. Di sana, ada banyak batu intan yang diambil teman-teman. Mulanya batu kekuningan itu dikira emas, masing-masing berebut jatah, ternyata itu intan. Perjalanan kami lanjutkan, tepat jam 2 siang kami tiba di kampung Lintasik, lalu menyusuri jalan setapak ke Desa Suru.
Di jembatan Desa Suru, kami sempat foto-foto lagi, seakan-akan tak ingin melewati satu spot pun tanpa dokumentasi. Â Dan akhirnya, hanya butuh tiga kilo meter lagi, kami pun tiba di Desa Kwaos tanpa kurang satu apapun.
Akhirnya, saya hanya bisa mengambil hikmah bahwa Tuhan menghamparkan hutan, memancangkan gemunung, untuk kita tafakkuri dan syukuri atas nikmatnya pengembaraan hidup ini. (SR)
Â
Kwaos, 2-5 September 2014.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI