Mohon tunggu...
Shofwan Karim
Shofwan Karim Mohon Tunggu... Dosen - DR. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., Drs., M.A.

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akidah, Bonus Demografi, dan "Basamo Mako Manjadi"

1 September 2017   18:10 Diperbarui: 2 September 2017   10:55 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Kokohkan Akidah, Bonus Demografi dan "Basamo Mako Manjadi"

Dan  maklumkanlah  kepada manusia  supaya  mengerjakan  haji, niscaya mereka akan datang kepada engkau dengan berjalan kaki dan mengenderai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.  Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi  mereka dan  supaya mereka menyebut nama Allah dalam beberapa  hari  yang ditentukan, atas rezeki yang Allah berikan kepada mereka  berupa binatang  ternak.  Maka  makanlah  sebahagian  dari  padanya  dan sebahagian  lagi  berikanlah untuk  dimakan  orang-orang  yang sengsara lagi fakir. (al-Haj, 22:27-28).

Ibadah Haji.

Secara umum kita menyebut hari ini Hari Raya  Haji, karena ditunaikannya ibadah haji.  Jamaah haji dunia yang diberi kuota tahun ini oleh KSA 2, 1 juta orang. Kita yang tidak menunuaikan haji sekarang melaksanakan shalat ' Id.  Kita juga menyebut Idul-Adha yang berarti berkorban. Disebut juga Yaumun nahar, hari  berkurban. Dengan demikian,  idul adhha adalah suatu perayaan yang dilakukan oleh ummat sebagai tekad untuk kembali kepada semangat pengorbanan. Sejalan dengan itu, kosa kata korban dalam B. Indonesia berasal dari B. Arab "Qurbaan", tashrifnya "Qaruba-yaqrabu-qurbun wa qurbaan" (kedekatan yang sangat). Mendekatkan diri kepada Allah dan manusia dengan kasih sayang. Dengan semangat berkurban, kita tingkatkan iman dan taqwa untuk menjadi umat yang pandai bersyur.

Menurut sejarah, Nabi Ibrahim AS. lahir di Ur, Irak pada 4527 tahun yang lalu, kemudian pada usia 175 tahun pindah ke Hebron, Palestina (sekarang). Nama Ibrahim, menurut Omar Hashem, berasal dari 2 suku kata, yaitu ib/ab () dan rahim (). Jika disatukan maka nama itu memiliki arti "ayah yang penyayang." Atau pemimpin yang penyayang.

Misi utama Ibrahim AS adalah  menegakkan Tauhid. Aplikasinya adalah pertama, ibadah haji merumuskan dan memfromulasik akidah menjadi kokoh-tangguh. Labbaik Allahumma Labbaik, (kami memenuhi dan akan melaksanakan perintah-Mu ya Allah). Labbaika la syarika laka labbaik,  (tiada sekutu bagi-Mu dan kami insya Allah memenuhi panggilan-Mu). Inna al hamda wa an ni'mata laka wa al mulka la syarika laka, (sesungguhnya segala pujian, nikmat dan begitu juga kerajaan adalah milik-Mu dan tidak ada sekutu bagi-Mu).  

Kedua, memperkokoh persatuan, kesatuan, kebersamaan untuk membangun kehidupan lahiriah dan batiniah. Ketiga, ibadah kurban,  maknanya mengurbankan sesuatu di dalam hidup dengan keikhlasan kepada Allah. Dengan semangat berkurban, kita tingkatkan iman dan taqwa untuk menjadi umat yang pandai bersyukur.  Wujud rasa syukur kepada-Nya atas karunia yang telah banyak. Berkorban untuk kesejahteraan dan kemanfaatan. Menanamkan kesetiaan sesama manusia. Saling mendekatkan diri, untuk selalu peduli dan kerja bersama dan sama-sama bekerja.  Hal itu dapat dikaitkan pula dengan tema satu bulan peringatan  HUT RI ke 72, "Indonesia Kerja Bersama" dan di dalam pribahasa Minang kita, "Basamo Mako Manjadi".  Wa ta'awanu alal birri wattaqwa.

Alkidah Tauhid.Nabi Ibrahim as. Membangun akidah-tauhid.  Mengembara dalam alam pikiran dan  hati nuraninya, menemukan hakikat al-ilah, al-khaliq, al-Rab. Hakikat Tuhan, Pencipta dan Pemelihara Alam semesta. Ibarahim AS berdebat dan   bermujadalah-berdialog dengan ayah kandungnya. Ini dilukiskan al-Qurn (al-An'am, 6:74): 

Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata".

            Nabi Ibrahim a.s. menegakkan akidah  secara total. Seperti terdapat dalam QS.Al-An'am (6) 74-83 historis pengembaran pemikiran. Berhala, bintang, bulan dan matahari  tak pantas dijadikan Tuhan. As-Shafat  83-99. Pada ujungnya, Ibrahim AS., mengumumkan akidahnya yang kokoh, seperti dilukiskan al-An'am (6), 79 :

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

Selanjutnya Ibrahim AS berdoa, di antaranya QS, Ibrahim, 14: ayat 35,

Dan [ingatlah], ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini [Mekah], negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (35)

Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(36)

Doa Nabi Ibrahim itu harus kita rekontruksi.  Berhala dalam masa 4500 tahun lalu itu adalah berhala benda seperti batu, patung yang dibuat dan hal-hal yang tampak secara fisik bersosok benda. Sekarang berhala itu menjadi nyata dan abstrak dalam wujud dan firmat yang lain. Ini berhala dan syirik modern. Tak kurang merusak akidah-tauhid. Berhala adalah  sesuatu yang menjadi idola, sangat menyenangkan dan memberi kebahagian yang dapat melupakan Allah swt. 

Bila manusia modern itu  senang dengan harta dan uang hasil korupsi, itu artinya berhalanya adalah uang dan kekayaan atau materialistik. Bila mereka  senang berselingkuh, itu artinya berhala mereka adalah nafsu-berahi. Bila mereka  senang pameran diri, harta dan kegantengan,  memajang baliho di mana-mana untuk kepentingan duniawi, politik sesaat bukan kepentingan bangsa,itu artinya berhalanya adalah pencitraan. Bila mereka  mementingkan kebebasaan di luar koridor  agama, itu berhalanya dalah liberalisme. Bila mereka  berhaji, dan umrah berpuluh kali, tetapi pulangnya kelakuan, akhlak dan ibadah tidak lebih baik, itu artinya berhala mereka  adalah sekularisme, memisahkan hidup duniawi dan ukhrawi, memisahkan ibadah dengan prilaku kehidupan.

Diuji.Keimanan dan tauhid tidak akan kokoh kalau tidak diuji. Maka Ibrahim, AS., diuji  atas keyakinan tauhidnya itu. Secara eksternal mengkritisi ayah kandungnya dan masyarakatnya dengan  menghancurkan berhala-hala. Resikonya beliau dilemparkan ke api menyala besar,  hidup-hidup oleh Raja Zalim Namrud, Allah menyelamatkannya.

Secara internal ke dalam dirinya, ujian yang paling berat adalah meninggalkan isterinya Siti Hajar di negeri yang jauh.  Dari Hebron atau Syam, sekarang Palestina tersebut mereka ke Selatan dan sampai di  Faran, lokasi Mekah sekarang.  Siti Hajar adalah  sosok perempuan yang amat tabah. Ibu yang shalehah ini rela bermukim di tempat yang jauh dari negerinya   untuk melahirkan si buah hati. Ketika bayi Ismail lahir, beliau berlari mencari air untuk minum dan kemudian diharapkan dengan lepas dahaganya itu akan ada produk air susunya  untuk kehidupan anaknya.

Sejarah mengkisahkan kepada kita, itulah sebabnya Siti Hajar berlari-lari kecil antara dua bukit yang belakangan disimbolkan dalam ibadah haji sebagai Sai' antara shafa dan marwa dan tak jauh dari situ muncullah sumber  air zam zam yang sampai sekarang tak pernah kering itu.

Oleh para hukuma'peristiwa ini dipahami sebagai manifestasi atau pelahiran semangat, keuletan dan kesungguhan untuk kehidupan. Orang sekarang menyebutnya  ujud etos kerja. Seorang wanita, seorang ibu yang tidak pernah hanya pasrah kepada nasib, tetapi berusaha kian kemari. Tidak putus asa dan tidak kehilangan akal. Ia  keluar dari tempatnya mencari sesuatu untuk kehidupan anaknya. Dia tidak sekedar menunggu hujan dari langit tetapi berlari mencari rezeki.

Puncak dari ujian Allah itu adalah perintah mengorbankan putranya sendiri, Ismail AS. Ini dilukiskan al-Alqurn di dalam surat ashhafaat (37) : 100-111. Khusus untuk mengorbankan anaknya dilukiskan pada ayat  102:

Artinya   :  Maka tatkala anak itu sampai (pada  umur  sanggup) berusaha  bersama-sama  Ibrahim,  Ibrahim  berkata:  "Hai  anakku sesungguhnya  aku  melihat dalam mimpi bahwa  aku  menyembelihmu. Maka  fikirkanlah  apa pendapatmu!". Ia menjawab:  "Hai  bapakku, kerjakanlah  apa  yang diperintahkan kepadamu; insya  Allah  kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Ash-Shaaffaat, 37: 102).

Berkurban adalah lambang ketaqwaan dan kepatuhan kepada Allah. Simbol  kasih sayang dan kedekatan kepada sesama manusia. Memberikan perhatian kepada yang lain, mereka yang tidak beruntung. Dan kalau diuji, sanggup mengadapinya.  Firman Allah di dalam Al-Qurn (al-Haj, 22: 37):

"Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah qurban itu, melainkan yang sampai kepada-Nya ialah taqwa (kepatuhan) kamu. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Berkurban. 

Selanjutnya berkurban merupakan rasa syukur atas rahmat yang banyak telah diberikan Allah.

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.

Pada sisi lain pelaksanaan korban yang kemudian diganti dengan penyembelihan bintang ternak seperti kambing, kibas, domba , biri-biri, atau sapi oleh para ahli hikmah, filsafat dan tasyri', dikatakan sebagai  lambang penyembelihan sifat-sifat hewaniah-bahimiyah dalam diri manusia. Penyembeliahan korban adalah lambang melenyapkan sifat-sifat rakus, tamak, beringas, yang kuat yang berkuasa, hukum rimba, dan sifat-sifat jalang lainnya.

Sifat-sifat hewaniyah-bahimiyah binatang buas yang  beringas, rakus, suka memakan apa saja tanpa memilih halal dan haram, mari kita ganti  dengan sifat "nasut" atau insaniyah berwujud tasammuh, toleransi atau tenggang rasa; mau berkorban untuk kebenaran dan kebersamaan, lapang dada, sabar dan tawaddhu' sehingga menjadi manusia yang shaleh. Sifat kemanusiaan atau disebut "nasut" tadi, mesti kita  disirami pula dengan sifat Tuhan  atau "lahut" yang suka memberi ampun, pemaaf, penuh kasih sayang sebagai bagian dari rahman dan rahim Allah swt.

Mari kita tauladani sikap tawakkal Ismail AS. Kita  mengambil mauizhah(pelajaran), bahwa generasi muda kita akan senantiasa  rela  mengorbankan kepentingannya bahkan dirinya bila  mereka benar-benar yakin akan  perintah dan orang yang membawa perintah tersebut untuk kebaikan dan kebenaran. Bisa dibayangkan, kalau generasi muda tidak percaya dengan kita, tentu kita yang senior akan menjadi malu. Apa yang diminta tidak dilaksanakan.

Apa yang dapat kita petik dari peristiwa ini. Rasa percaya kepada figureatau sosok yang menentukan dalam kehidupan sehari-hari seperti seorang ayah yang sekaligus melambangkan kepemimpinan adalah sesuatu yang asasi, sesuatu yang mendasar dan  amatlah prinsipil. Akan tetapi dewasa ini, rasa percaya itu pula yang amat tipis .

Kita sedang krisis dan mengalami pendangkalan kejujuran, keikhlasan dan tokoh teladan. Untuk itu mari kita keluar dari suasana itu menuju lingkungn yanag amanah, jujur, saling berbagi dengan kasih sayang.  Kita kokohkan kebersamaan,  lawanlah sifat suka  saling dongkol dan dongkel. Kebersaman tidak akan kokoh, kalau di antara kita, sebagai ayah di tengah keuarga atau pemimpin dan pejabat di masyarakat dan pemerintah, bila kita mementingkan diri dan satu kelompok saja. Tidak ada silaturahim, koordinasi dan saling nasihat-menasihati.

Tugas kita sekarang tentulah bagaimana menciptakan generasi berikutnya yang memiliki karakter Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS.  Maka kalau kita kaitkan dengan pembicaraan beberapa tahun terakhir ini, soal  pembinaan karakter bangsa, tentulah hal ini amat tepat. Nabi Muhammad saw, menyebutnya Akhlaqul Karimah. Innama buisttu li utam mimma makarimal aklaq.

Pemahaman akhlakul karimah dengan dengan sopan santun, tata susila dan hormat-menghormati, harus kita sempurnakan  menjadi memiliki kreatifitas, inisiatif, innovasi, bekerja keras, disiplin, tepat janji, jujur, pintar, selalu bersikap dan berbuat benar, dan komunikatif ke atas, ke samping dan ke bawah dengan silaturrahim yang kokoh.

Masa Depan.

Bila kita bicara masa depan, kita sudah menyatakan bahwa Indonesia , termasuk provinsi kita sedang dan akan menghadapi ledakan penduduk usia muda dan produktif. Itu disebut sebagai bonus demografi. Umat Islam  paling berkepentingan dengan bonus demografi. Supaya jangan menjadi generasi yang lemah, meski jumlahnya banyak.  Allah menyatakan di dalam al-Quran, almaidah, 4: 9.

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap [kesejahteraan] mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (4:9)

Di Indonesia, usia penduduk produktif ditambah usaha harapan hidup semakin tinggi,  maka jumlah generasi muda dan orang tua yang potensial sekarang semakin banyak.  Lantaran usia harapan hidup semakin tinggi, karena gizi dan kesehatan semakin membaik. Mereka berbaur antara generasi S, silent lahir 1920-1945; baby boomer lahir 1950-1970 ; generasi X lahir 1970-1990 ; dan Generasi Y atau millennial ( lahir 1990-2010).

Terutama Gen X dan Y atau G-millenial, diharapkan menjadi modal utama pembangunan Indonesia. Atau sebaliknya, menjadi musuh pembangunan karena mereka tidak kokoh, tidak kreatif menjadi wira usaha. Lebih parah lagi, menjebak diri menajdi koruptor, penyebar berita bohong atau hoax, ujaran kebencian, hate speech melalui medsos.  Lebih rusak lagi kalau menjual diri. Berhentilah menjadi mangsa narkoba,  HIV-AID, pelacuran dan LGBT. Mari mengoreksi menjadi lebih baik, cara pandang  dalam hal melaksanakan kehidupan beragama di dalam praktik hidup sehari-hari, di ruangan pribadi, keluarga dan publik.

Setiap generasi ingin generasi berikutnya lebih baik dari generasi sebelumnya. Tantangan sekarang dan ke depan, menjadi perhatian umat Islam. Dengan upaya memperkokoh akidah, ibadah, syariat kita harus mensinkronisasikan dengan kehidupan muamalah fi dduniya, the way of life atau  cara dan jalan  kita hidup sehari-hari. Islam tidak kosong dari aspek kebudayaan, sosial, ekonomi, hukum, pemerintahan dan selalu ada yang berlanjut dan sekaligus ada yang berubah .

Cara-cara kita hidup sudah berubah, bersama berkembangnya cara berfikir dan berbuat sebagai aplikasi ilmu pengetahuan, teknologi, perkembangan lingkungan dan dunia global. Di sinilah kita harus menyandingkannya dengan  mempertahankan akidah, hidup Islami dengan perkembangan moderen bahkan supra modern ini.

Kita tidak mungkin menjadi zuhud seratus persen, menyendiri dari kelap-kelip kehidupan. Untuk itu kita lakukan koreksi sekaligus melawan kemungkaran. Baik kemungkaran karena nafsu pihak lain. Atau kemungkaran akibat ilmu pengetahuan,  teknologi dan peradaban global. Di satu sisi peradaban global dapat  kita ambil manfaat.  Dengan ilmu-pengetahuan dan teknologi kehidupan dunia kita menjadi mudah. Di balik itu  ternyata ada dampak kepada kehidupan akhirat kita.  Di satu sisi ada yang merusak akidah dan keberagamaan di sisi lain ada yang dapat memperkokoh iman dan taqwa kita. Kita dapat memilih dan memilah konten dari pihak lain, atau kita dapat membuat konten yang sesuai dengan agama kita. Oleh karena itu setiap pemimpin, mubaligh, da'i, guru aktivis, harus melek literasi media dan IT untuk produktifitas hidup dan kebaikan bersama.

Bila kita belum dapat menjadi star-up IT seperti yang sebagian kecil sudah dilakukan generai muda kita, paling tidak kita ikut mengisi program, membuat konten yang relevan dan menunjang kehidupan beragama kita. Adalah suatu yang sangat mungkin apa yang dikatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi itu ibarat pisau bermata dua. Yang satu mata  untuk kebaikan bila kita beragama dengan menggunakan akal dan pikiran sesuai Quran dan Sunnah  dan satu lagi bila moral kita kropos, mengalahkan  agama akidah, Iptek itu akan menjadi "blunder" dan membutakan serta menjerumuskan ke lembah nista.

Kata ahlul hikmah memang benar. Dengah ilmu pengetahuan hidup akan menjadi mudah dan bergairah. Dengan budaya dan seni hidup menjadi indah;  dan dengan agama, hidup menjadi benar, menjadi bermakna untuk dunia dan akhirat menuju ridha Allah.

Oleh karena itu, generasi muda Islam dengan akidah dan ibadah yang kokoh memasuki gelanggang  dunia yang warna-warni. Salah satu adalah dunia mass-media. Mass media selalu mengumbar misi untuk ilmu pengetahuan, agama, pendidikan dan hiburan. Tetapi paling banyak terasa porsi hiburan atau entertainment lebih besar porsinya dari konten lain. Ujuk-ujuk dari sekedar penikmat, produk bonus demografi kita, atau   generasi muda Islam  paham dan mampu mengarahkan selera pemirsa. Di dunia bisnis, harus masuk generasi Islam yang jujur. Di dunia pemerintahan harus ada  yang tahan banting dengan godaan korupi dan manipulasi. Di dunia politik harus ada generasi Islam yang idealis bukan hanya pragmatis. Di dunia seni dan budaya dan dunia lainnya, harus pula generasi  kita yang menjadi sumber dan pelaku kreatifitas.

Kita perlu generasi yang akan mendampingi perangkat desa menerima dan membelanjakan untuk pembangunan secara halal dan produktif dari APBN 1 milyar perdesa yang segera diluncurkan. Kita perlu generasi yang mampu mengolah dunia pawisata kita yang  sedang bangkit dan kita  memiliki potensi alam, budaya, sejarah dan agama yang hebat. Kita perlu generasi yang menjadikan wilayah ini basis pendidikan yang paling baik di masa lalu untuk  bangun lagi sekarang dan ke depan. 

Kita perlu tenaga medis, kesehatan, dokter, apoteker untuk menjadikan provinsi ini tujuan wisata dan kesehatan. Kita perlu pemerintahaan yang gesit yang membangun infra-struktur, toll Padang-Pekanbaru, atau Teluk Bayur-Dumai yang sudah lama dibicarakan. Desa sebagai roda perkonomian rakyat, pendidikan, kesehatan,  pariwisata dan pembagunan infra struktur lainnya, menjadi keunggulan local yang harus kita gerakkan dengan dinamis.

Kita para orang tua, pemimpin formal dan informal mari menjelma menjadi  Ibrahim-Ibrahim (ayah-penyayang, pemimpin yang penyayang) modern. Jiwa dan ruh akidah Nabi Ibrahim haruslah kita mampu mencontohkan kepada generasi muda. Ibrahim dinyatakan Allah sebagai pemimpin atau imam bagi seluruh manusia. Ibrahim AS berdoa, martabat imam itu juga hendaknya dianugrahkan kepada anak cucunya. Tetapi anak cucu Ibrahim, kita seluruhnya ini tidak akan menjadi imam atau pemimpin di hadapan  Allah kalau kita berbuat zalim atau suka membuat aniaya.

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim". (QS,2: 124)

Maka misi Nabi Ibrahim menegakkan akidahtadi   mengalir di dalam misi kedua yaitu kepempimpinan. Kepenimpinan yang menyatukan, kepemimpinan yang merangkul, kepemimpinan yang mendorong dan memotivasi kebersamaan.  Kepemimpinan seperti ini yang menjadi dambaan umat sehingga filosofi ibadah haji, merupakan harmoni kesatuan dan persatuan umat sedunia.

Satu Tujuan.Mereka yang datang dari berbagai warna kulit, beraneka bahasa, adat dan budaya dan tradisi, tingkat ilmu pengetahuan yang bermacam-macam, kategori ekonomi tinggi, sedang dan rendah, kaya dan miskin, berpunya dan tidak memiliki apa-apa. Semuanya mengalir dan mengarah  kepada  tujuan yang satu, ibadah kepada Allah. Maka dari setiap bibir jamaah haji mengalir ucapan :

Allahumma labaik, labaik lasyarikalalabaik, innal hamda wannikmata laka wal mulk la syarikalak.

Kalimat talbiyah ini, cermin satu tujuan. Setiap gerak untuk  ihklas karena Allah.  Sayang, banyak umat Islam di milinium ke-3 ini belum  dapat mengamalkan kesatuan tujuan itu. Masih banyak Negara Muslim yang belum aman karena terpecah lantaran perbedaan idologi, politik, ekonomi dan sumber daya alam. Alhamdulillah bangsa Indonesia tidak terjebak ke dalam perpecahan itu. Kita tetap di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk skala yang lebih kecil, marilah kita jaga kebersamaan itu dilingkungan di mana kita berada. Untuk memajukan masyarakat, di provinsi, kabupten dan kota, kecamatan, nagari dan jorong, mari  terus lanjutkan  merajut dan menyulam kehidupan ini dengan kebersamaan. Dasari dengan  kasih sayang dan ikhlas timbal balik  di dalam masyarakat. Harus dibangun terus menerus  harmonisasi sosial dan ketenangan batin. Membangun kebersamaan. Kaki sama dilangkahkan, tangan sama diayunkan, seiring sejalan, ke gunung sama mendaki, ke lurah sama menurun, "basamo mako manjadi". ***

Oleh DR. H. Shofwan Karim Elhussein, MA

(Khutbah Idul Adha di halaman Kantor Gubernur Sumbar, 1 Sep 2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun