Mohon tunggu...
Shinta Febriana
Shinta Febriana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Sastra Indonesia

Universitas Pamulang Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia reg. C

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pandemi 'Memaksa' Umat Beragama untuk Beribadah #dirumahaja

30 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 30 Mei 2020   14:04 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dewasa ini kita tau perihal virus yang mewabah seluruh negara ini, bahkan seluruh negeri. Dimulai dari kota Wuhan di China mulai November 2019, yang kemudian berimbas pada Indonesia mulai bulan Maret. Ekonomi mulai macet, banyak kantor terpaksa tutup, banyak karyawan dirumahkan, beberapa mall dipaksa tutup, hingga semua tempat ibadah yang dipaksa tutup demi memutus rantai penyebaran virus ini. Mulai dari pura, masjid, gereja, hingga vihara.

Sejak awal Maret hingga saat ini, banyak sekali hari perayaan yang kita lewati tak seperti biasanya. Tak hanya umat muslim, tapi juga umat agama protestan, katolik, hindu serta buddha. Hari-hari besar yang mulai berbeda dari biasanya, dimulai dari Isra Miraj Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada tanggal 22 maret 2020 bagi umat islam biasanya hal ini dirayakan dengan mengadakan peringatan dimasjid-masjid, di mushola bahkan majelis ta'lim. Hal ini terpaksa tidak dilakukan mengingat wabah yang cukup ganas dan anjuran pemerintah untuk tetap dirumah saja, menjauhi keramaian hingga tidak melakukan hal-hal yang lain mengingat wabah ini sudah menjadi darurat global. Kemudian dilanjut pada tanggal 25 Maret 2020 dimana menjadi hari raya umat hindu yaitu Hari Raya Nyepi. Lalu pada tanggal 10 April 2020 yang merupakan Wafat Isa Almasih atau biasa disebut Jumat Agung, dimana umat beragama kristen protestan maupun katolik terpaksa tidak bisa beribadah digereja. Padahal Jumat Agung adalah hari yang sakral bagi umat kristiani. Kemudian tanggal 12 April 2020 yaitu Hari Paskah dimana hari ini adalah perayaan yang ditunggu umat kristiani bersuka cita menyambut Paskah bersama di Gereja.

Lalu disambung dibulan Mei ini, pada tanggal 7 Mei 2020 yang adalah Hari Raya Waisak yang merupakan hari raya umat Buddha. Yang biasanya dirayakan pada detik-detik Waisak mengelilingi vihara dengan lilin dan dupa, hal itu juga tidak dapat dilakukan. Pada tanggal 21 Mei juga memperingati Kenaikan Yesus Kristus dimana hari ini harusnya dirayakan umat kristiani dalam merayakan kebangkitan Yesus. Lagi-lagi, pandemi menghalangi kita beribadah berjamaah seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan yang terakhir, adalah hari paling sakral bagi umat muslim. Dimana tanggal 24 Mei 2020 adalah Hari Raya Idul Fitri, setelah sebulan lamanya berpuasa menahan segala nafsu dan amarah, umat muslim bagai terlahir kembali suci dibumi. Merayakannya dengan beribadah di Masjid pada pagi hari kemudian dilanjutkan dengan silaturrahmi bermaaf-maafan pada setiap sanak saudara. Menikmati opor ayam juga rendang daging sapi. Bersenda gurau dihari suci, membagi amplop berisi sedikit receh kepada anak kecil, menghargai mereka atas puasa yang mereka laksanakan selama bulan Ramadhan. Tapi pandemi, menghancurkan semua itu. Tidak ada beribadah digereja merayakan Kamis Putih, Jumat Agung, Malam Paskah bagi penganut agama katolik, tidak ada pengerupukan diisi pawai pada setelah hari raya Nyepi bagi penganut agama Hindu, tidak ada penantian detik-detik waisak mengelilingi vihara bagi penganut buddha, tidak ada sholat teraweh berjamaah dimasjid pada malam-malam bulan ramadhan bagi umat muslim.

"kalau didesaku sendiri, di Serangan waktu nyepi kan ada namanya 'melasti' itu tetep dilaksanain, karena warganya sedikit. Tapi setahuku daerah lain ga ngelaksanain. Cuma didaerahku ga ngelaksanain pengerupukannya aja sih. Biasanya pas pengerupukan rame pada pawai abis pawai biasanya ada acara dilingkungan sekitar. Pas pandemi gabisa ngerasain itu." Ungkap Ni Made Taman Kawitri(17) penganut agama hindu di Bali. Ucapnya, tidak ada ibadah yang dilakukan secara online seperti yang lain, "untuk yang hari puranama sendiri yang biasanya ada acara di pura, selama pandemi udah engga ada lagi." Tutupnya.

"Selama social distancing dan Pshycal Distancing ini sih pasti gabisa beribadah digereja ya. dari mulai tri hari suci (kamis putih, jumat agung, malam paskah) sama hari paskahnya ga bisa bareng di gereja.

trus misa hari minggu biasa juga ga bisa di Gereja karna semua gereja ditutup.

doa rosario selama bulan maria dibulan Mei ini juga gabisa, tapi kalo doa rosario ini bisa dilakukan sendiri sih ga mesti digereja.

sama yang beda ya tanggal 31 Mei ini hari Pentakosta gabisa dirayain digereja juga"

ungkap Nadia(25) sebagi penganut agama katolik. Menurutnya pandemi ini tidak hanya merugikan sektor ekonomi, tapi seluruh sektor dan pada hal ini adalah bagi umat beragama. Meskipun semua hari perayaan diatas bisa diganti melalui daring, tapi rasanya tentu beda. Menurutnya perbedaan itu lebih pada kesakralan dan kekhusyukan, "kalau sendiri tuh godaan buat main hpnya lebih berat, beda kalo di Gereja kan tempat ibadah. Suci. Jadi lebih sakral dan khusyuk kalo digereja." Tambahnya.

Dengan adanya pandemi ini, sebenarnya sedih karena baginya pribadi momen memuji Tuhan di gereja sama menerima komuni itu yang paling ditunggu. Nadia juga rindu dengan tugas pelayanan di Gereja, bersenda gurau dengan teman dan Romo. "tapi yang jelas, meskipun harus ibadah online, jelas bersyukur yang paling utama. Masih diberi umur panjang bisa beribadah hingga sekarang." Pungkasnya.

Hal ini di Aamiini Abigail(20) sebagai penganut agama Protestan. "yang paling berasa itu pas Paskah sama Hari Kebangkitan pas awal Mei kemarin. Sebenarnya, protestan dan katolik ga jauh beda. Menurut gue, Katolik yang paling menguras hati karena biasanya mereka mendekati paskah full satu minggu mereka ke gereja. Buat ibadah gitu tapi karena pandemi jadi gabisa kan gereja nya ditutup."

Menurutnya lagi, dia tidak masalah dengan pergantian ibadah digereja menjadi ibadah online di daring. Hal itu karena ayah ibunya adalah pendeta yang mana samping rumahnya adalah gereja. Ia tetap beribadah digereja tetapi hanya bersama keluarganya, tidak ada jemaat lain. "meskipun ga apa-apa tapi rasanya memang beda banget karena biasanya paskah tuh rame ada tugas pelayanan, lomba cari telur, hias telur, sekarang gabisa jadi rasanya sepi bangetlah." Tambahnya lagi.

Bagi Via(19) sebagai penganut agama Buddha, ia merayakan Hari Raya Waisak online, dirumah saja. "biasanya tuh kita ada detik-detik waisak dari tengah malam sampai pagi gitu, terus pas tengah malem kelilingin vihara bawa lilin sama dupa. Rame-rame semuanya.

Jadi pas ibadah online ini sistemnya nonton live streamingnya sore karena detik-detik waisaknya itu sore. Tapi dirumah tetep pake lilin sama dupa, kebaktian dirumah ikutin live streaming vihara."

"jadi di Vihara nya emang ada orang, tapi cuma yang mimpin kebaktian sama Banthe jadi ga ada kumpul-kumpul tetep ikutin anjuran pemerintah kok."

Menurut Via(19) beribadah online ini bukan menjadi rencananya, mengingat waisak menjadi salah satu program kerja dikampusnya "harusnya tahun ini pertama kali rayain bareng keluarga baru dikampus tapi malah lewat online jadi kalau dibilang sedih ya sedih."

"tapi tetep sabar aja, keadaan juga lagi kaya gini, masih ada tahun-tahun berikutnya juga. Yang penting tetep waisakan bareng keluarga baru dikampus meskipun online." Tutupnya.

Bagi penulis sendiri yang merupakan umat muslim, pandemi ini benar-benar menjauhkan yang dekat. Dimana bulan ramadhan yang seharusnya penuh sukacita, terasa sunyi tanpa terawehnya dimalam hari. Masjid ditutup, bahkan sholat jumat mulai ditiadakan sejak akhir maret. Terlebih lagi terasa dihari fitri, sholat ied didaerah penulis tetap dilaksanakan tentu saja semua jamaahnya menggunakan masker, lepas sholat Ied semua orang bubar tanpa bersalaman seperti biasanya. Begitu pulang dari masjid seharusnya berkeliling ke tetangga dan sanak saudara saling bermaafan guna kembali sucinya kita dihari fitri, tapi yang terjadi jalanan sepi, begitu sholat Ied selesai, semua mendadak sunyi. Bising tidak mampir barang semenit. Semua keadaan berubah sepi. Silaturrahmi seakan sudah mati. Maka yang saat itu terjadi 'menikmati opor dalam sendu sendiri'. "Idul Fitri kan hari sakral banget ya buat umat muslim, semuanya sukacita-lah. Tapi ternyata semua saling ngurung diri, ga salah sih. Berharap aja pandemi ini segera berakhir dan gak datang lagi. Sedih banget sih." Tambah Eca(18) yang merupakan sepupu penulis.

Pandemi ini seolah bersikap adil, menyamaratakan seluruh umat beragama untuk sementara waktu mengerjakan ibadah dirumah saja. Hal ini tentu membuat sedih seluruh umat beragama. Tetapi demi kebaikan bersama, memang beberapa hal harus dikorbankan. Semoga semuanya segera kembali normal dan kita semua masih diberi umur yang panjang untuk terus beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun