Mohon tunggu...
Shinta Febriana
Shinta Febriana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Sastra Indonesia

Universitas Pamulang Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia reg. C

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pandemi 'Memaksa' Umat Beragama untuk Beribadah #dirumahaja

30 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 30 Mei 2020   14:04 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Menurutnya lagi, dia tidak masalah dengan pergantian ibadah digereja menjadi ibadah online di daring. Hal itu karena ayah ibunya adalah pendeta yang mana samping rumahnya adalah gereja. Ia tetap beribadah digereja tetapi hanya bersama keluarganya, tidak ada jemaat lain. "meskipun ga apa-apa tapi rasanya memang beda banget karena biasanya paskah tuh rame ada tugas pelayanan, lomba cari telur, hias telur, sekarang gabisa jadi rasanya sepi bangetlah." Tambahnya lagi.

Bagi Via(19) sebagai penganut agama Buddha, ia merayakan Hari Raya Waisak online, dirumah saja. "biasanya tuh kita ada detik-detik waisak dari tengah malam sampai pagi gitu, terus pas tengah malem kelilingin vihara bawa lilin sama dupa. Rame-rame semuanya.

Jadi pas ibadah online ini sistemnya nonton live streamingnya sore karena detik-detik waisaknya itu sore. Tapi dirumah tetep pake lilin sama dupa, kebaktian dirumah ikutin live streaming vihara."

"jadi di Vihara nya emang ada orang, tapi cuma yang mimpin kebaktian sama Banthe jadi ga ada kumpul-kumpul tetep ikutin anjuran pemerintah kok."

Menurut Via(19) beribadah online ini bukan menjadi rencananya, mengingat waisak menjadi salah satu program kerja dikampusnya "harusnya tahun ini pertama kali rayain bareng keluarga baru dikampus tapi malah lewat online jadi kalau dibilang sedih ya sedih."

"tapi tetep sabar aja, keadaan juga lagi kaya gini, masih ada tahun-tahun berikutnya juga. Yang penting tetep waisakan bareng keluarga baru dikampus meskipun online." Tutupnya.

Bagi penulis sendiri yang merupakan umat muslim, pandemi ini benar-benar menjauhkan yang dekat. Dimana bulan ramadhan yang seharusnya penuh sukacita, terasa sunyi tanpa terawehnya dimalam hari. Masjid ditutup, bahkan sholat jumat mulai ditiadakan sejak akhir maret. Terlebih lagi terasa dihari fitri, sholat ied didaerah penulis tetap dilaksanakan tentu saja semua jamaahnya menggunakan masker, lepas sholat Ied semua orang bubar tanpa bersalaman seperti biasanya. Begitu pulang dari masjid seharusnya berkeliling ke tetangga dan sanak saudara saling bermaafan guna kembali sucinya kita dihari fitri, tapi yang terjadi jalanan sepi, begitu sholat Ied selesai, semua mendadak sunyi. Bising tidak mampir barang semenit. Semua keadaan berubah sepi. Silaturrahmi seakan sudah mati. Maka yang saat itu terjadi 'menikmati opor dalam sendu sendiri'. "Idul Fitri kan hari sakral banget ya buat umat muslim, semuanya sukacita-lah. Tapi ternyata semua saling ngurung diri, ga salah sih. Berharap aja pandemi ini segera berakhir dan gak datang lagi. Sedih banget sih." Tambah Eca(18) yang merupakan sepupu penulis.

Pandemi ini seolah bersikap adil, menyamaratakan seluruh umat beragama untuk sementara waktu mengerjakan ibadah dirumah saja. Hal ini tentu membuat sedih seluruh umat beragama. Tetapi demi kebaikan bersama, memang beberapa hal harus dikorbankan. Semoga semuanya segera kembali normal dan kita semua masih diberi umur yang panjang untuk terus beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun