Mohon tunggu...
Shafrie MaulanaIslamsyah
Shafrie MaulanaIslamsyah Mohon Tunggu... Ilustrator - Jadi Gini...

Ya Gitu Dah...

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dampak pada Lingkungan terhadap Pembangunan New Yogyakarta International Airport

18 Desember 2021   17:20 Diperbarui: 18 Desember 2021   17:28 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada instrument hukum lingkungan terdapat instrument yang berfungsi untuk mencegah pencemaran lingkungan yakni instrument Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pasal 20 sampai dengan Pasal 33 UUPLH merupakan dasar hukum dari AMDAL. Mewajibkan setiap usaha atau kegiatan yang memiliki akibat terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) UUPLH.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan strategi pembangunan ekonomi Indonesia, dengan sebuah target akan mapannya perekonomian bangsa. Hal ini merupakan konsekuensi negara dunia ketiga termasuk Indonesia yang terlibat dalam dinamika pasar bebas.

Disisi lain MP3EI sangat kental penghambaannya terhadap kapitalisme, dan dalam praktiknya banyak menimbulkan masalah, khususnya masalah lahan dan para petani pemilik lahan. Salah satu kasus yang diangkat dalam tulisan ini adalah pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta yang dikaji dari perspektif viktimologi dan penulis membahas permasalahan ini dengan menggunakan boundary hasil Kongres PBB ke VIII di Havana, Kuba yang menyatakan bahwa pembangunan itu bisa bersifat kriminogen dan viktimogen. 

Dari pembahasan yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pembangunan NYIA memenuhi ketegori pembangunan yang bersifat kriminogen dan viktimogen. Pembangunan NYIA telah terjadi cacat administrasi yang berhubungan dengan AMDAL sehingga termasuk pembangunan yang tidak direncanakan secara rasional atau direncanakan secara timpang, tidak memadai/tidak seimbang. 

Pembangunan NYIA juga melanggar Hak Asasi Manusia ditambah lagi peraturan yang berkaitan dengan pembangunan ini tidak memadai dalam melindungi kesejahteraan masyarakat atas nama pembangunan, maka pembangunan NYIA tersebut merupakan pembangunan yang mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral dan tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang menyeluruh/fundamental.

Definisi viktimologi melewati tiga tahap perkembangan. Pada tahun , Victimology awalnya hanya menyelidiki korban kejahatan. Pada tahap ini,  disebut Kriminal atau Korban Khusus. 

Pada tahap kedua, Victimology tidak hanya menyelidiki masalah korban kejahatan, tetapi juga mencakup  korban  kecelakaan. Fase ini dikenal sebagai viktimologi umum. 

Tahap ketiga, Viktimologi, telah berkembang lebih luas untuk menyelidiki masalah korban akibat penyalahgunaan kekuasaan dan hak asasi manusia. Dalam fase ini, disebut New Victimology.

Viktimologi Baru atau New Victimology adalah kajian terhadap korban, khususnya terkait penyalahgunaan kekuasaan dan korban pelanggaran HAM. Kritik yang memunculkan Viktimologi Kriminologi dan Viktimologi Tradisional baru menyimpang dari definisi pelanggaran norma kejahatan, yang  cenderung dianggap hukum (hukum netral), tidak  berorientasi  kelas). 

Kriminologi dan viktimologi ortodoks, yang diciptakan oleh para teknokrat, profesional, dan penasihat pengadilan, cenderung tunduk pada kepentingan nasional. Karena peradilan yang bertindak melalui perangkat untuk mendefinisikan hukum lebih terfokus pada kepentingan kelas atau kelompok daripada kepentingan mayoritas masyarakat, oleh karena itu korban pelanggaran hak asasi manusia atau penyalahgunaan  kekuasaan  oleh  penguasa tidak dapat Lihat. Muncul hanya setelah susunan kata dari hukum atau wacana

Bentuk perhatian PBB dalam hal ini adalah: Kurang dari; Pada Konferensi Kriminal Pencegahan Kejahatan Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-8 di Havana, Kuba, ditegaskan bahwa kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya rasional untuk  mencapai barang publik. Oleh karena itu, identik dengan kebijakan atau rencana pembangunan nasional yang mencakup berbagai aspek pembangunan yang cukup luas. Perlakuan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan menjadi sangat penting sebagaimana disoroti dalam berbagai konferensi PBB tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan pidana.

Dalam kasus pembangunan bandara NYIA, hal ini tampaknya mencerminkan hal di atas. Perkembangan NYIA menuju kapitalisme mempengaruhi praktik pembangunan yang berorientasi non-pemeliharaan alam sebagaimana mengacu pada environmental setting. Kulon Progo pada dasarnya merupakan suatu kawasan (cagar geologi) yang berpotensi terjadi bencana alam tsunami. Hal ini bermula dari Keputusan Presiden Tahun 2012, Pasal 46 Ayat 9 Huruf d, Keputusan Nomor 28  tentang Penataan Ruang (RTR)  di Jawa Bali.

Di sini, Kabupaten Kulon Progo adalah salah satu area yang ditetapkan sebagai zona. Ini adalah geologi yang beresiko bencana alam. Juga mengacu pada Pasal 51 huruf g Perprov Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Tahun 2010 Nomor 2  tentang Rencana Tata  Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo sepanjang pantai  ditetapkan sebagai  tsunami. Hal itu juga tampak pada Huruf a Pasal 39 Ayat 7 Perda Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012 Nomor 1 mengenai RTRW Kulon Progo, disebutkan secara rinci bahwa wilayah rawan tsunami  meliputi wilayah  Kecamatan Temon.

Pembangunan NYIA di Temon Kulon Progo merupakan Proyek Strategis Nasional, dengan semangat yang tertuang dalam Perpres No. 3 Tahun 2016 untuk memperlancar pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pembangunan proyek  tidak sesuai dengan prosedur  umum pembangunan yang ada, tetapi dengan undang-undang yang diperlukan untuk pembangunan,  yang diatur oleh Pasal 22 Tahun 2009 UU 32  tentang Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup. Setiap perusahaan dan/atau kegiatan yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup harus tunduk pada Analisis Mengenai  Dampak Lingkungan (AMDAL).

AMDAL sebagai studi tentang dampak penting kegiatan terhadap usaha dan/atau lingkungan yang diusulkan, diperlukan untuk proses pengambilan keputusan dan keberlanjutan yang diperlukan untuk memitigasi lingkungan sehubungan dengan pelaksanaan usaha dan/atau kegiatan. Dampak sosial menggunakan pendekatan pembangunan yang memungkinkan (Pembangunan Berkelanjutan). 

Dalam pendekatan ini, juga perlu mempertimbangkan aspek risiko lingkungan dan sosial untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan guna merespon pertumbuhan ekonomi. AMDAL menempati posisi yang sangat  penting dalam perlindungan lingkungan. AMDAL juga merupakan alat yang penting untuk memperoleh persetujuan lain yang diperlukan. 

Dalam Perpres No. 71 Tahun 2021 Pasal 6 ayat (1) dan (2) yakni Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah, dan tertera dalam Pasal 5 ayat (1) bahwasanya kepatutan tersebut mencakup antara lain: a) kondisi social ekonomi, b) kelayakan wailayah, c) pengkajian anggaran dan guna pengembangan bagi lokasi dan penduduk d) prediksi value tanah e) akibat lingkungan dan akibat social yang dapat terjadi disebabkan oleh penyediaan tanah dan pengembangan infrastruktur, dan f) pendalaman lain -- lain yang diperlukan.

 Dalam pasal ini, salah satu dari dokumen lingkungan  adalah dokumen AMDAL. Oleh karena itu, menurut Peraturan, dokumen rencana pengadaan tanah sudah jelas. Termasuk AMDAL. Dokumen pengadaan tanah tersebut menjadi dasar bagi gubernur untuk mengeluarkan izin lokasi. Keberadaan AMDAL ditegaskan sebelum persetujuan lokasi dalam Surat Menteri  Lingkungan Hidup Nomor B4718/MENLH/09/2003 pada tanggal 24 September 2003. Investigasi AMDAL diperlukan untuk mengeluarkan izin lokasi. 

Dalam hal pembangunan NYIA, pejabat yang mengambil Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) lalai, dan Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tidak mengetahui bahwasanya terdapat peraturan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebelum kepadal daerah menerbitkan  Izin  Lokasi Proyek Pembangunan (IPL).

Ketidaktahuan petugas KTUN tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak memberikan izin lokasi, sesuai  asas presumptio iures de iure, yang menganggap semua orang tahu hukum. Diasumsikan semua orang  tahu  hukum, tak terkecuali mereka yang putus sekolah bahkan buta huruf. juga dikenal sebagai pepatah bahwa  ketidaktahuan hukum tidak dapat diterima. Tidak seorangpun dapat lepas dari ikatan hukum karena  tidak mengetahui atau tidak mengetahui  peraturan perundang-undangan. 

Segala sesuatu yang mengandung asas yang sama, yaitu ketidaktahuan terhadap UU, seperti Putusan MA Nomor 645K/Sip/1970 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001/PUUV/2007, tidak dapat dijadikan alasan untuk memaafkan. Dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 77 K/Kr/1961 bahwa seluruh orang  mengetahui hukum setelah UU diundangkan dalam Buletin Pemerintah. Proses pengadaan tanah seharusnya dihentikan karena alasan hukum karena proses pembebasan tanah yang sedang berlangsung menjadi kesalahan manajemen karena kelalaian staf yang membuat KTUN.

Pembangunan NYIA yang berorientasi kapitalis tidak hanya cacat administratif, tetapi juga melanggar hak asasi manusia. Perkembangan merampas lahan petani Temon Kulon Progo. Ini berarti bahwa petani kehilangan alat produksi mereka dan dipaksa untuk berganti pekerjaan. Dan peran. Pembebasan tanah adalah konsekuensi logis dari ikatan kapitalisme dan merupakan karakter dasar dari kapitalisme itu sendiri. Esensi kapitalisme adalah akumulasi kapital hanya pada segelintir orang, sering disebut sebagai akumulasi primitif. Akibat kritik terhadap arah negara terhadap kelas tertentu, dalam hal ini  adalah kelas investor (kapitalis).

Terkait kasus pembangunan NYIA, Kulon Progo, lahan petani Temon berdasarkan data  BPS Yogyakarta, merupakan lahan pertanian Kabupaten Kulon Progo yang produktif dan merupakan salah satu daerah penghasil pangan terbesar di Yogyakarta. adalah. Petani yang hanya menjadi komoditas dan pada mulanya adalah produsen pemilik tanah (alat produksi), terpaksa mengubah perannya sebagai kelas kedua, yang  lebih rendah dari kelas kapitalis, menjadi sawah pretalist. Ia sudah hanya memiliki  kemampuan untuk bekerja dan hanya bisa  menjadi pekerja upahan. Isu Pencurian Tanah Petani Temon, Kulonrogo, melampaui pemahaman kapitalis bahwa tanah diposisikan sebagai komoditas, tetapi hubungan sakral antara masyarakat, petani Temon, Kulon Progo dan negara di mana dia tinggal.

Dari pemahaman ini, kita dapat menyimpulkan bahwa kompensasi atas pengorbanan petani Temon Kulon Progo  tidak  mencukupi. Skema perlindungan masyarakat telah diperkenalkan untuk mencegah hal ini terjadi ketika memperoleh tanah, tetapi aturan tidak memberikan masyarakat lokal (petani Temon, Kulon Progo) posisi negosiasi, jadi negosiasi kompensasi adalah ini hanya formal. Itu selalu merupakan manfaat pengembangan untuk menang. Oleh karena itu, pembangunan NYIA merupakan proyek berorientasi kapitalis yang menjauhkan masyarakat dari hak atas perumahan, tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat (petani Temon, Kulon Progo) itu sendiri. Mengenai jaminan hak asasi manusia untuk hidup, itu melanggar hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28 (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun