Gerakan Gen Z di Kenya, yang dilatarbelakangi oleh rasa protes atas adanya usulan RUU Keuangan (Finance Bill 2024) oleh pemrintahan Kenya, tepatnya melalui National Treasury dengan dukungan partai Presiden yang menjabat saat itu, yaitu Presiden William Ruto. Beragam aksi protes yang dilakukan oleh anak muda Kenya terutama Generasi Z dengan memanfaatkan ruang digital media sosial seperti platform Instagram, X, ataupun Tiktok dengan membuat meme, video satire, ataupun sindiran-sindiran yang ditujukan kepada pemerintahan Kenya sebagai bentuk aksi pro-aktif perlawanan dengan cara damai.
Artikel ini akan membahas bagaimana Gerakan Anak Muda (Youth Agency) di Kenya mencerminkan praktik Peacebuilding Kontemporer dan penggunaan ruang digital sebagai medium damai.
Latar Belakang Singkat
Rancangan UU Finance Bill 2024 ini pertama kali diajukan ke parlemen Kenya pada 9 mei 2024 melalui Ministry of National Treasury, yang kemudian pada tanggal 13 Juni 2024 rancangan ini disampaikan pada sidang pertama parlemen terkait pernyataan anggaran 2024/2025.
Rancangan keuangan ini bertujuan untuk menaikan penerimaan pajak nasional secara signifikan guna menutupi utang publik yang tinggi, sekitar 68% dari PDB jauh di atas ambang aman Bank Dunia yaitu sekitar 55% (Reuters.com,2024). Sesuai dengan perjanjian pinjaman IMF, Kenya harus menaikkan penerimaan rasio pajaknya dari 13,5% menjadi 20% dan menargerkan pendapatan sebesar USD 2,7 milliar (e.nWikipedia.org,2024).
Namun, RUU tersebut mendapatkan respon berupa penolakan oleh Masyarakat Kenya. Salah satu point kontroversial dalam RUU tersebut ialah rencana pajak baru dengan mengenakan PPN sebesar 16% pada roti, transfer uang melalui ponsel, dan pajak tahunan baru sebesar 2,5% pada mobil. RUU tersebut juga mengusulkan pajak ekologi pada produk-produk yang dianggap berbahaya bagi linkungan seperti kemasan plastik, ban, popok, pembalut wanita, komputer, dan telepon seluler (Context.news,2024).
Banyak warga terutama generasi muda, melihat kebijakan ini sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap konsisi ekonomi masyarakat yang terhimpit inflasi dan pengangguran. Rencana kebijakan fiskal yang diajukan tanpa konsultasi publik memicu penolakan keras di kalangan Gen Z Kenya yang kemudian menimbulkan adanya gerakan protes digital hingga aksi turun ke jalan.
Anak muda terutama Gen Z di Kenya berbondong-bondong menyuarakan aspirasinya dengan mengambil alih ruang protes digital seperti platform media sosial Instagram, X, maupun Tiktok. Munculnya tagar-tagar seperti #GenZpower ataupun #GenZforKenya muncul bersamaan dengan tagar lain seperti #RejectFinanceBill2024, #RutoMustGo, #OccupyParliament, dan #TotalShoutdownKenya menunjukan bentuk kegiatan pro-aktif digital yang dilakukan oleh generasi muda.
Menemui adanya tekanan dan penolakan masifi di media sosial oleh anak muda, pemerintah Kenya merespon dengan kekerasan. Salah satu kasus yang paling mencolok adalah kasus penangkapan dan penyiksaan kepada Billy Mwangi setelah ia membuat sindiran menggunakan AI yang ditujukan kepada Presiden Ruto. Hal tersebut justru memperluas solidaritas digital dan memicu gelombang dukungan global terhadap kebebasan berekspreksi. Alih-alih mereda, kemarahan publik justru semakin meluas dan intens. Tagar-tagar protes membanjiri lini masa, aksi digital berubah menjadi aksi nyata di jalanan, ruang-ruang diskusi daring dipenuhi dengan tunutan transparansi serta akuntabilitas dari Presiden Ruto dan jajarannya.
Kerangka Teoritik
Youth Agency dalam Studi Perdamaian
UNSCR 2250 (Youth, Peace, & Security), mengakui keikutsertaan anak muda dalam perspektif membangun perdamaian dan keamanan Internasional. Pemuda harus terlibat aktif dalam membentuk perdamaian abadi dan berkontribusi pada keadilan dan rekonsisliasi. Pada resolusi UNSCR 2250, secara gamblang memberikan ruang kepada generasi muda untuk ikut aktif sebagai aktor non-Negara dalam menyuarakan perdamaian dan keadilan. Partisipasi maupun pandangan generasi muda turut dipertimbangkan selama negosisasi dan dalam implementasi perdamaian. Generasi muda bukan hanya objek dari kebijakan namun juga sebagai aktor penting di dalamnya.
Youth should be recognized for their active role in peacebuilding and conflict prevention, and not merely seen as victims or potential perpetrators of violence (UNSCR 2250, 2015)
Peacebuilding Kontemporer
Dalam dunia Kontemporer saat ini, dimana tantangan global yang dihadapi semakin kompleks. Studi Perdamaian hari ini tidak lagi terbatas pada negosiasi antar aktor formal seperti negara atau genjatan senjata. Peacebuilding Kontemporer mencakup usaha kolektif masyarakat sipil dalam memperjuangkan perdamaian yang adil secara struktural seperti pada pendekatan Positive Peace by Johan Galtung. Mayarakat menyasar struktur ekonomi-politik yang timpang dan menuntut keadilan didalamnya, bukan sekedar keadaan damai tanpa perang yang dikatakan Johan Galtung sebagai Negative Peace.
Ruang Digital sebagai media Perdamaian
Ruang digital hadir sebagai area baru untuk aksi unjuk rasa dengan cara damai. Penggunaan platform sosial media seperti kampanye, Crowdfunding, dan satire politik merupakan bentuk non-Violence activism yang cukup efektif dalam menjangkau audiens yang luas, sehingga mampu membentuk opini publik, memperkuat gerakan sosial, dan mendorong perubahan kebijakan melalui tekanan kolektif yang terorganisisr.
Implikasi kasus Kenya menunjukan bahwa di dunia Kontemporer seperti saat ini, ruang digital dapat menjadi alternatif saat ruang fisik sipil dibatasi. Gerakan tersebut mencerminkan bentuk resistensi non-kekerasan modern. Bagaimana peran anak muda terutama Gen Z dan media digital menjadi pilar utama dalam Peacebuilding Kontemporer, berbeda dengan pendekatan klasik yang identik dengan rekonsiliasi elitis, mediasi bersenjata, maupun diplomasi negara yang formal. Gerakan ini memperlihatkan bahwa anak muda dapat membentuk ruang damainya melalui platrofm digital. Dengan tagar-tagar #RejectFinanceBill2024 dan #OccupyParliamentt, mereka tidak hanya menyampaikan aspirasi, tetapi juga menciptkan komunitas solidaritas sosial dan membangun tekanan moral terhadap pemerintah.
Aksi Gen Z Kenya ini memperlihatkan bagaimana peran generasi muda dalam memperjuangkan bentuk keadilan struktural tanpa ketergantungan pada aktor formal seperti partai oposisi atau LSM besar. Meskipun sempat dibayang-bayangi kekerasan aparat, tidak melunturkan semangat awal gerakan ini yang menekankan pada prinsip non-Kekerasan, keberanian digital, dan kreativitas. Menjadikan bukti bahwa perdamaian dapat dibangun dari bawah oleh aktor non formal seperti anak muda dan lewat media non tradisional seperti media sosial ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI