Mohon tunggu...
S Herianto
S Herianto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Katanya orang-orang, saya penulis, fotografer, designer grafis, dan suka IT. Bisa jadi. Tulisan saya juga ada di www.cocokpedia.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kampung Indonesia

21 Mei 2016   18:46 Diperbarui: 21 Mei 2016   18:51 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bang Badrul mau kemana?” Tanya seorang temannya.

“Saya mau mencari kampung Indonesia.”

Ternyata berkeliling se-Indonesia, tak satu pun ada nama kampung Indonesia. Sebuah kampung berbeda dengan kampung lain. Ada ciri khususnya. Kampung Jawa pasti ada adat Jawa, bahasa Jawa, dan masakan Jawa. Kampung Betawi pasti bahasa Betawi, kesenian Betawi, dan orang betawi.

Nah, ini katanya ada kampung Indonesia tapi di mana? Se-Indonesia tidak ada yang namanya kampung Indonesia. Fiktif kayaknya. Sepertinya hanya sebuah ilusi. Sebuah mimpi. Ciri-cirinya juga tak ada baik-baiknya. Mochtar Lubis sampai-sampai membuat buku tentang ciri-ciri kampung Indonesia. Dalam bukunya ia menggambarkan bahwa orang-orang yang ada di kampung Indonesia itu hipokrit, enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya tahayul, berwatak lemah, boros, pemalas, suka menggerutu, cepat cemburu, dengki, dan plagiat.

Tak berbahasa Indonesia, budayanya pemalas,  hipokrit, korup, pengkhayal, bahkan di pusat negara Indonesia tak ditemukan kampung Indonesia. Malah yang ada kampung Inggris. Muncul satu cirinya yakni berbahasa Inggris, tapi berbudaya Jawa. Ada lagi kampung Arab. Cirinya penduduknya berketurunan Arab, tapi berbahasa macam-macam seperti bahasa Arab, Madura, dan Jawa. Aneh Kampung Indonesia.

Di manakah kampung Indonesia itu? Katanya ciri yang tampak pada kampung Indonesia berkibar bendera Indonesia, terpajang Pancasila dan pejabat tertinggi eksekutif negara, tapi kenapa ciri itu adanya justru di kampung yang bukan kampung Indonesia. Bahkan, di kampung yang disebut sebagai kampung Indonesia itu anak-anak kecil di kampung itu lebih hafal lagu pop, rock, dan dangdut daripada lagu-lagu wajib nasional (apalagi Indonesia Raya). Di kampung yang bernama Indonesia juga masyarakatnya paling suka lagu dangdut, paling suka menonton sinetron, dan bergosip. Budayanya yang lain adalah terlambat. Bagi sebagian masyarakatnya terlambat menjadi sebuah prestise. Orang yang datang terlambat akan tampak seperti orang yang sibuk dan penting.

Di kampung yang dinamai kampung Indonesia itu juga hampir semua masalah tidak ada yang selesai. Korupsi menjadi kelaziman. Berlibur ke kampung Bali dianggap orang kaya. Mahasiswanya suka berdemo. Ahli menipu dan membajak. Maling ayam biasanya dihabisi sedangkan yang korup dikamarhotelkan. Wao, hebat!

Tunjukkan satu kampung saja yang berbahasa Indonesia, berbaju ala Indonesia, dan berbudaya Indonesia. Kalau memang ada, saya akan berkunjung. Mengapa kampung Indonesia yang dikenal justru tabiatnya yang kebanyakan tidak baik? Jangan-jangan, kampung Indonesia hanyal virus yang menyebarkan ketidakbaikan?

Di kampung Indonesia juga paling banyak pengemisnya, suka dengan gelar-gelar (seperti gelar haji), merasa paling pintar, merasa paling religius, gemar mencaci dengan kata-kata binatang. Badrul menjadi makin bingung, di manakah kampung Indonesia itu. Kok ya ada kampung yang seperti itu.

Katanya juga, orang-orang di kampung Indonesia itu lebih Inggris daripada orang Inggris. Lebih suka makanan junk food. Lebih arab daripada orang Arab. Suka membuat hal sederhana menjadi rumit. Segala urusan uang yang berbicara. Wah, wah, wah!

Badrul sendiri sebenarnya bukan dari kampung Indonesia. Badrul berasal dari kampung Jawa. Kampung yang kental dengan bahasa Jawa yang medhok. Kamping yang berbudaya becik setitik olo ketoro, wayang, beskap, gamelan, kidung, topeng, blangkon, dan gethuk. Isteri Badrul juga bukan dari kampung Indonesia. Maiyah, isteri Badrul berasal dari kampung Madura. Sebuah kampung yang berbudaya setara dengan kebudayaan Jawa. Bercirikan andhap asor, ayam cukir, soto dan sate, sarungan, kerapan sapi, tandhuk majang, sakera, dan Arya Wiraraja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun