Bagaimana strategi komunikasi lingkungan yang efektif untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi publik dalam isu deforestasi?
Tinjauan Konsep
Jika ditinjau melalui konsep/teori framing Goffman, yaitu teori yang menyatakan bahwa realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh media yang bisa mengakibatkan berubahnya pandangan yang terpaparnya (Siswanti, 2019), dapat dianalisis bahwa WALHI menggunakan strategi komunikasi media yaitu framing dalam membingkai isu lingkungan yang sebelumnya kurang mendapat perhatian publik menjadi sesuatu yang disoroti bahkan tidak hanya dari perspektif lingkungan namun juga politik.Â
Hal ini terlihat ketika WALHI mempublikasikan feeds tersebut bersamaan dengan naiknya isu kenaikan tunjangan DPR yang akhirnya menjadi puncak kemarahan rakyat pada aksi demonstrasi yang memunculkan filosofi color palette pada setiap desain postingan yang beramai ramai menggunakan warna nuansa warna yang disebut Green Hero dan Brave Pink. Unggahan WALHI yang juga mengadaptasi color palette demikian, diketahui melakukan pembingkaian isu lingkungan deforestasi hutan yang merujuk pada cerminan demokrasi yang lemah saat ini. Hal ini menunjukkan komunikasi lingkungan yang berstrategi untuk mendapatkan sorotan atas isu lingkungan yang kurang disadari dan berkemungkinan akan terbelakang dengan kemunculan isu lain melalui pendekatan framing lewat media sosial.
Analisis Kasus
Julukan Indonesia sebagai paru-paru dunia karena menempati posisi ketiga negara yang mendominasi populasi hutan hujan tropis Menurut World Resources Institute (WRI) seharusnya dijaga untuk mencerminkan peran vital hutan Indonesia sebagai penopang kehidupan makhluk hidup mulai dari penghasil udara bersih untuk bernafas lewat produksi oksigen, mengatur iklim lewat penyerapan karbon dioksida hingga menjadi penopang ekosistem di planet ini. Sayangnya, deforestasi hutan kian masif dan mengganggu sekian kebermanfaatan tersebut.
WALHI sebagai organisasi yang memiliki komitmen besar pada isu lingkungan nasional dan keberlanjutan mengangkat isu deforestasi sebagai salah satu keberpihakannya kepada alam sekaligus hak asasi manusia yang terampas atas hilangnya lingkungan yang sehat seperti pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Melalui kajian komunikasi lingkungan, WALHI menyoroti bahwa deforestasi bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga merupakan refleksi dari kondisi demokrasi yang rentan terhadap tekanan kepentingan ekonomi dan bisnis yang dominan. Aksi ini dilakukan sekaligus sebagai advokasi awal dan bentuk framing yang bertepatan dengan momen demonstrasi mengenai kenaikan tunjangan DPR satu bulan silam.
Kebijakan pemerintah yang terlihat lebih condong pada pemenuhan kepentingan bisnis sawit, pertambangan, dan proyek strategis nasional tanpa mempertimbangkan dampak ekologis dan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat, menimbulkan inkonsistensi dan ketegangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan yang selama ini WALHI angkat dan perjuangkan.
Komunikasi publik melalui media sosial yang dilakukan seperti halnya WALHI berfungsi sebagai mekanisme kontrol sekaligus pengangkat isu lingkungan ke media agar mendapat perhatian publik. Kehadiran NGOs juga membantu memastikan bahwa kebijakan pembangunan memperhitungkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Rahman et al., 2023). Peran-peran inilah yang mengadaptasi nilai-nilai yang terkandung pada definisi komunikasi lingkungan itu sendiri menurut Alexander Flor (2018) bahwa komunikasi lingkungan adalah penerapan pendekatan komunikasi, prinsip, strategi dan teknik untuk pengelolaan dan perlindungan lingkungan (Ronianysah et al., 2023).
Kesimpulan dan Rekomendasi
Terjadinya peningkatan deforestasi di Indonesia perlu dikoreksi secara struktural dan kultural seperti terindikasinya ketidakseimbangan kepentingan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan, di mana pemerintah lebih memprioritaskan investasi dan bisnis dibandingkan perlindungan ekosistem hutan. NGO seperti WALHI berperan penting dalam mengangkat isu deforestasi ke ranah publik dan mengkritisi kebijakan pemerintah salah satunya melalui pendekatan komunikasi media framing yang efektif di media sosial.