Mohon tunggu...
Shaleh Muhammad
Shaleh Muhammad Mohon Tunggu... Jurnalis - Kuli Kata

Pejalan Sunyi, menulis dalam gelap.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Anoa Tidak Akan Punah di Tangan Masyarakat Adat

24 Februari 2024   23:48 Diperbarui: 25 Februari 2024   12:47 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Shaleh Muhammad

Anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi) di Sulawesi Barat populasinya semakin sedikit. Katanya banyak faktor yang kian menyempitkan habitatnya. 

Anoa tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi Undang-Undang di Indonesia sejak tahun 1931 dan dipertegas dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.

Katanya pula, budaya konsumsi warga di Pulau Sulawesi sebagai tempat populasi hewan Anoa, rupanya mempunyai andil terhadap kepunahan dari hewan yang latinnya disebut bubalus ini. Hal ini diungkapkan Advisor Program Satwa PPS Tasikoki, Simon Purser,[tempo.co]. 

Tetapi dalam catatan singkat ini, saya ingin menyampaikan hasil penelurusan tentang apa sebenarnya bahaya besar yang dihadapi oleh Anoa di Sulawesi Barat, khususnya di wilayah adat Pamoseang, Desa Popenga, Kabupaten Majene. 

Pada tanggal 4 Februari tahun 2024, sekelompok anak muda dari Batannato, Desa Popenga, melakukan perjalanan ke salah satu objek wisata alam Danau Karts Dehata Sombo. Dengan beberapa misi tentang pelestarian alam dan hutan desa, eh "hutan negara" --- tepatnya begitu. 


Ditemani sang juru kunci, Abdul Samad, tim memulai perjalanan dari Dusun Batannato pada pagi hari. Menempuh jarah 5,6 kilo meter dengan waktu dua jam lebih. Petualangan yang luar biasa, medan jalan yang sedikit menguras tenaga dan adrenalin. 

Tetapi bukan main, hutan yang sejuk sepanjang perjalanan menjadi penyangga dahaga. Belum lagi sesampainya di tujuan, bebatuan khas berwarnah putih hulu sungai Urekang menyambut mata dengan segala keindahannya. Gunung Damar atau disebut juga Tambang Annappulo bertengger dengan gagahnya, setia memegang janji seperti sedia kala. Menyapa setiap jiwa-jiwa pemberani keturunan Pamoseang. Masih teguh memegang janji perlawanannya kepada bangsa asing--- penjajah dari Eropa. 

Bergeser ke jejak Anoa, biarlah beberapa paragraf sebelumnya menjadi bagian pembuka yang ringan dan mudah berkeliling di kepala handai tolan, pembaca yang budiman. 

Jejak Anoa

Sejam perjalanan, sekira tiga kilo meter dari Dusun Pullao, pemukiman terakhir sebelum masuk hutan. Jejak kaki Anoa mulai bertebaran di sepanjang jalan.

Abdul Samad mengatakan bahwa, Anoa sering melintasi lembah yang kami pijaki saat itu. 

"Dulu ini adalah ladang warga, namanya Ambe Mundu. Persoalan Hutan Lindung lah sehingga lahan seluas dan sesubur ini kami tinggalkan," katanya saat kami mengambil nafas sebentar. 

Suatu saat jika jarak satu kilo meter dari pemukiman sudah jadi Hutan Lindung, masyarakat akan dipenjara sebab mereka mengelola hutan untuk kelangsungan hidup anak-anaknya. 

Beberapa kali kami terhenti saat menemukan jejak Anoa. Habitatnya baik-baik saja, hutan yang masih terjaga dari campur tangan perusaan masih menyediakan tempat untuk Anoa. Banyaknya aliran sungai-sungai kecil dan kubangan air di tengah hutan menjadi tempat nyaman untuk Anoa berkembang biak. 

Berbanding terbalik dengan beberapa temuan peneliti, bahwa perburuan warga dan penyempitan hutan akibat pemukiman yang menyebabkan berkurangnya populasi Anoa. 

Sebab sudah menjadi kebiasan dari nenek moyang warga melakukan perburuan Anoa untuk dikomsumsi. Temuan kami di sepanjang jalan justru menganggap bahwa Anoa masih ada dan masih berkembang biak. 

Jadi sampai di sini, warga masih memiliki cara yang lebih baik dalam menjaga hutan dan menjaga Anoa dari kepunahan. Tetapi jika hutan ini tak lagi milik mereka atau jadi hutan perusahaan maka akan berbanding terbalik.

Berabad-abad lamanya, masyarakat lokal mengelolah hutan dan Anoa masih bertahan, tetapi jika hutan dibabat habis dengan alasan penghijaun atau apalah istilah lainnya, jelas kesimpulannya adalah kerusakan yang ditimbulkan. 

Di ketinggian 1344 Meter dari permukaan laut, Anoa masih menjaga setiap sudut hutannya. Sejak tahun lalu jerat yang dipasang warga hanya berhasil menangkap satu ekor Anoa ---tanpa merusak hutan. Hal itu biasa-biasa saja jika dibandingkan berapa jumlah Anoa yang akan berkurang jika kabar yang tersebar dari pemrintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) tentang adanya perusahaan yang akan masuk dan mengelolah Hutan Lindung di Desa Popenga dan desa-desa lain di Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene. 

Belum lama ini perwakilan masyarakat di Kecamatan Ulumanda mengahdiri undangan yang membahas masalah perusahaan yang akan mengelolah hutan. 

Sebuah ancaman yang serius untuk Anoa dan habitatnya. Satu sisi dilindungi, sisi lain ancaman besar untuk keberadaannya. 

Dari perjalanan singkat ke Dehata Sombo, beberapa anak muda sepakat untuk menolak segala bentuk pengelolaan hutan oleh pihak lain. 

Sebab berabad-abad lamanya sebelum negara hadir, pendahulu masyarakat adat telah berhasil menjaga alam, hingga jejak-jejak Anoa masih menari di lembah-lembah, di gunung-gunung dan bernyanyi di puncak Gunung Damar [Buttu Damar, Tambang Annappulo]. 

 catatan ini, saya ingin mengabarkan kepada siapa saja yang ingin berkunjung ke habitat Anoa, dengan tujuan baik atau sebaliknya. Ruang-ruang tamu di rumah kami cukup luas untuk menjemput tamu yang baik, dan bentangan alam yang sejuk dan aliran air yang jernih pun cukup untuk menampung dan membasuh darah peperangan ---seperti leluhur kami dahulu melawan bangsa penjajah bermata biru. 

Shaleh Muhammad, C.I.J.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun