Mohon tunggu...
Patriot Negara
Patriot Negara Mohon Tunggu... Lainnya - warga Indonesia

Warga dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemimpin Lewat Seleksi dan Konvensi

12 Agustus 2018   10:36 Diperbarui: 12 Agustus 2018   11:10 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Biaya pemilu di Indonesia itu sangat amat besar. Pada dasarnya biaya itu terdiri atas :

1. Biaya langsung penyelenggaraan yg dikeluarkan oleh negara

2. Biaya langsung pemenangan yg dikeluarkan oleh masing-masing kandidat

3. Biaya tak langsung karena penyelenggaraan pemilu, spt jalan yg ditutup karena kampanye, libur karena hari coblosan, biaya pengamanan yg berbeda dari biaya penyelenggaraan.

Secara kasar diperkirakan biaya pesta demokrasi ini tak kurang memakan biaya mencapai 200 trilyun untuk 3 komponen biaya diatas dalam siklus 5 tahunan. Biaya untuk komponen 1 sejak 2014 sudah menghabiskan 65 trilyun rupiah.

Hasilnya ? Sekian banyak anggota DPR, Kepala Daerah yang hanya berakhir di balik jeruji besi alias dipenjara karena kasus korupsi. Artinya, rakyat yang perkapita sudah keluarkan 800 ribu perorang utk dapatkan wakil dan pemimpin masih harus keluar biaya lagi dalam bentuk korupsi yg dilakukan oleh pemimpin hasil proses demokrasi tersebut.

Kesimpulannya ? Proses demokrasi itu mahal tapi hasilnya tak memuaskan. Dengan anggaran sebesar itu ratusan ribu sekolah bisa dibangun, ribuan rumah sakit jg bisa dibuat. 

Mengapa demikian ? Karena demokrasi itu mudah dimanipulasi. Pemilihan pemimpin dan wakil secara proses demokrasi mengandalkan pada suara setiap warga yang dinilai dan berbobot sama untuk seluruh masyarakat. Jadi suara ulama dengan 3 gelar doktor, suara professor, suara anak alay baru lulus SMA, suara remaja tanggung baru patah hati itu berbobot sama, satu suara. Padahal jelas kematangan menentungan pilihan dari berbagai kategori ini berbeda.

Pemilihan model ini mengharuskan para calon atau kandidat untuk lakukan kampanye agar dikenal. Padahal yang terjadi pada hakikatnya adalah para kandidat berusaha membuat dirinya agar terpilih dengan menggunakan berbagai teknik rekayasa dan komunikasi massa.

Disinilah model proses demokrasi semacam ini memerlukan tim sukses yang terdiri atas berbagai pakar, ahli komunikasi massa, ahli psikologi, ahli media, ahli bahasa dan semantik. Dengan tim sukses yang canggih ini, seorang bandit bisa dipoles jadi dermawan, seorang galak bisa disihir jadi orang santun, dan seorang bajingan sekalipun bisa terlihat bagai seorang polos lugu tanpa dosa.

Rekayasa ini menggunakan cara massif, lewat berbagai media dan televisi, dengan cara terukur dan terencana secara cermat. Banyak yang disangka terjadi secara kebetulan sebenarnya adalah sesuatu tindakan sengaja dengan tujuan tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun