MAKANAN tradisional gulai talang, tidak asing lagi dilidah masyarakat di Kabupaten Batang Hari. Rasanya kurang sempurna bagi mereka yang tinggal di Bumi Serentak Bak Regam atau para pendatang belum pernah mencicipi masakan khas berkuah ini.Â
Makanan tradisional asal Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi, ini memiliki rasa istimewa meski hanya diracik dengan bumbu masakan sederhana yang banyak tersedia di pekarangan rumah atau diladang (kebun), dan mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional.
Meski sudah seringkali mencicipi makanan khas tersebut, baik pada acara resmi pemerintah, pernikahan, acara adat atau moment tertentu, rasanya penulis sedikit penasaran, kenapa menu masakan tersebut begitu melegenda di Kabupaten Batang Hari, bahkan di wilayah Provinsi Jambi. Dan apakah Pemerintah Kabupaten Batang Hari ada upaya untuk menjaga dan melestarikan makanan khas gulai talang tersebut?.
Pada satu moment, penulis sempat berbincang-bincang dengan bapak Muhammad Saleh, SH, yang saat ini menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Batang Hari, menuturkan, gulai talang adalah masakan tradisional asal Mersam.
 Terciptanya makanan khas ini berasal dari kebiasaan masyarakat Mersam dan para leluhurnya pada zaman dahulu yang bertempat tinggal di sepadan Sungai Batang Hari dengan mata pencarian bertani (behumo), pemotong karet, pencari ikan.Â
Sudah menjadi tradisi nenek moyang masyarakat Mersam memberikan bekal berupa bahan-bahan kebutuhan  pokok serta alat berkebun bagi anak-anak yang baru memulai membina rumah tangga, anak tersebut akan pergi ke rimbo(hutan) untuk membuat kebun yang oleh masyarakat Mersam dikenal dengan sebutan Talang.Â
Suami sebagai kepala rumah tangga bertugas membuatkan pondok bertiang kayu dan beratap nipah, sementara kerja istri adalah memasak, berternak ayam kampung serta menanam bumbu-bumbu masakan, diantaranya; cabe, kunyit, lengkuas, serai, perenggi, ubi kayu dan pisang disekitar pondok.Â
Apabila kebutuhan bahan pokok yang dibekali oleh orang tuanya telah habis, maka mereka akan kembali ke dusun untuk menukarkan hasil kebun yang mereka miliki dengan kebutuhan pokok untuk bekal mereka di talang (kebun).Â
Kegiatan ini akan terus berlangsung sampai anak mereka memasuki usia sekolah, maka ketika itu barulah mereka akan meninggalkan talang dan kembali ke dusun. Selama ini tinggal di talang untuk keperluan makan sehari-hari sambil berkebun, suami aka berburu dengan memasang jerat untuk menangkap kancil, napo, kijang, ruso, burung kawu dan unggas lainnya yang halal untuk dimakan.Â
Hasil tangkapan suami tersebut kemudian oleh sang istri diolah dengan memanfaatkan bumbu-bumbu seadanya yang terdapat disekitar pondok mereka, ternyata masakan yang dihasilkan memiliki cita rasa yang sangat enak.Â
Setelah kembali ke dusun, mereka memasak masakan sama dengan mencoba menggunakan itik atau ayam kampung, ternyata citarasanya sama seperti yang mereka buat di talang. "Masakan gulai talang dijadikan makanan tradisional pada acara tertentu, seperti; acara sunatan, perkawinan, acara adat dan moment lainnya" jelas Saleh kepada penulis.