Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lika-liku Ketika Seorang Legenda Sepak Bola Melatih Tim Lamanya

21 Februari 2021   08:30 Diperbarui: 21 Februari 2021   08:32 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Frank Lampard, pemain sekaligus mantan pelatih Chelsea. Foto: Reuters/David Klein via CNN Indonesia.

Rasanya sudah biasa saya mendengar para pemain sepak bola profesional yang di penghujung karirnya atau setelah gantung sepatu, karena kecintaannya terhadap dunia sepak bola masih kental, mereka langsung beralih profesi menjadi pelatih.

Sebelumnya, tentu saja mereka---para mantan pemain sepak bola profesional---dengan segala prosesnya, harus mengikuti kursus kepelatihan sampai mendapatkan lisensi resmi sebagai syarat wajib melatih di suatu klub profesional.

Tidak terhitung berapa banyak pemain profesional yang setelah gantung sepatu, memilih untuk melanjutkan karir sebagai pelatih. Tiga nama diantaranya adalah Andrea Pirlo, Frank Lampard, dan Steven Gerrard.

Saya sengaja hanya menyebutkan tiga nama dan boleh dikatakan belum lama berkarir sebagai pelatih tim profesional. Nggak mungkin juga saya sebutkan satu per satu. Nanti bisa-bisa artikel ini malah akan penuh dengan nama-nama mantan pemain sepak bola profesional yang pernah menjabat menjadi pelatih saja.

Bahkan tidak sedikit pula para pelatih yang punya keinginan atau dipanggil kembali untuk melatih tim lamanya. Beberapa diantaranya ada yang mengiyakan, tidak sedikit pula yang menolak karena berbagai alasan---merasa belum layak atau belum siap.

Saya termasuk seseorang yang, justru sedikit khawatir ketika melihat mantan pemain profesional melatih tim lamanya. Terlebih lagi jika ia adalah seorang legenda---pemain yang paling dielu-elukan---di suatu tim sepak bola.

Saya punya setidaknya tiga alasan kenapa seorang legenda sepak bola sebaiknya tidak melatih tim lamanya.

#1 Selalu ada ekspektasi yang tinggi dari manajemen dan suporter

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, setiap pemain legenda yang kembali ke klub yang sudah membesarkan namanya sebagai pelatih, sering kali langsung dibebani dengan ekspektasi yang terlampau tinggi. Mendapatkan beberapa trofi dan piala bergengsi, memenangkan banyak pertandingan penting, atau diminta untuk menyelamatkan tim dari zona yang tidak aman.

Sebagian diantaranya mungkin berhasil. Namun, tidak sedikit pula yang ambyar. Begitu tidak berhasil langsung dicap gagal total. Padahal, semuanya butuh proses dan racikan strategi yang matang.

Belum lagi soal karakteristik pemain yang perlu dianalisa kembali. Apakah sudah sesuai dengan kebutuhan strategi atau malah belum sama sekali.

#2 Jika gagal memenuhi ekspektasi, yang sebelumnya dielu-elukan, malah dicemooh

Tahap berikutnya dan masih berkesinambungan dengan poin nomor satu adalah, tidak sedikit pula para pemain legenda yang menjadi pelatih di klub lamanya, saat gagal, malah dicemooh dan dianggap tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal, sebelumnya begitu dipuja oleh tim dan para fans.

Ya gimana ya. Semuanya kembali lagi kepada proses dan kemampuan manajemen klub secara keseluruhan. Jadi, nggak heran jika beberapa pemain legenda seakan tarik-ulur saat diminta melatih klub lamanya.

#3 Bisa dipecat kapan pun tanpa mempedulikan label legenda klub

Menjadi legenda klub bukan berarti mendapat banyak kesitimewaan. Khususnya saat mengisi kursi kepelatihan klub yang sudah lama dibela. Semuanya kembali kepada urusan bisnis, kebanggan, dan pada akhirnya memenangkan piala bergengsi. Jika hasilnya nihil atau bertolak belakang dengan ekspektasi, tentu saja pemecatan adalah hal yang lumrah terjadi.

Hal ini pun bisa terjadi tanpa memandang status legenda klub atau bukan. Frank Lampard hanya menjadi salah satu contoh nyata dari sekian banyak diantaranya.

Kendati demikian, bukan berarti legenda klub atau lebih tepatnya mantan pemain andalan dari suatu klub, tidak disarankan menjadi pelatih dari klub yang sudah dibela sejak lama.

Sebagian diantaranya tetap mampu memberikan prestasi, sesuai dengan ekspektasi dari para petinggi. Zinedine Zidane menjadi bukti nyata saat membawa Real Madrid menjadi juara Liga Champions tiga kali berturut-turut. Sangar, memang.

Di sisi yang lain, selama sebuah klub mau memberi kesempatan lebih kepada pemain legendanya untuk memberikan rentetan prestasi yang diharapkan, sudah selayaknya pemecatan secara serampangan tidak terjadi.

Memenuhi kebutuhan dari para pelatih dalam mendatangkan staf ahli di bidangnya, juga tipe pemain yang dibutuhkan, menjadi sedikit hal yang perlu dipertimbangkan.

Kalaupun pemecatan harus terjadi, setidaknya tidak sampai harus membikin para fans terkaget-kaget dengan keputusan mendadak yang diambil, sih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun