Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulik Alasan Mengapa Anak Zaman Sekarang Kurang Familiar dengan Permainan Tradisional

23 Januari 2020   17:07 Diperbarui: 23 Januari 2020   17:42 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak bermain: Good News From Indonesia

Kita semua pasti sudah terbiasa mendengar omongan dari orang sekitar yang seringkali membanding-bandingkan bagaimana hidup di generasinya dengan generasi sekarang. Mengenai sikap dan perilaku antara satu sama lain pun tak luput dari bahan perbincangan.

"Anak zaman dulu kayaknya nggak gini-gini banget, deh"

"Anak zaman sekarang mainannya Cuma hape aja nggak mau bersosialisasi"

"Kita dulu kalau mau main langsung nyamperin ke rumah, manggil namanya. Anak sekarang mana ada yang gitu, semuanya lewat hape!"

Well, di satu sisi ada benarnya. Tapi, di sisi yang lain kita pun tidak bisa membatasi eksplorasi anak terhadap perkembangan zaman. Salah satunya bermain hape, yang saat ini semakin lekat dengan banyak anak-anak zaman sekarang.

Dan berkata seperti yang dicontohkan pada kutipan sebelumnya, terlebih jika membandingkan antara generasi satu dengan yang lain, rasanya nggak fair. Sebab sederhananya, beda generasi, pasti akan beda perkembangan dari berbagai aspek. Teknologi, ekonomi, sosial-budaya, dan lain sebagainya.

Karena hal itu pula, anak-anak zaman sekarang dicap sebagai generasi yang kurang beruntung karena tidak sempat merasakan keseruan apa pun yang dialami oleh generasi 90-an. Sekali lagi, beda generasi, pasti akan beda apa-apa yang dialami. Termasuk pemilihan kegiatan yang dijalani sekaligus permainan apa yang dimainkan.

Anak zaman sekarang, seringkali kena julid nggak mau mengenal apalagi memainkan permainan tradisional. Eits, tunggu dulu. Memangnya benar demikian?

Atau jangan-jangan, justru hal tersebut juga dipicu oleh orang sekitar (termasuk orang tua) yang sudah enggan untuk mengenalkan jenisnya dan bagaimana permainan tradisional dimainkan, lalu lebih memilih memberi gadget agar tidak repot ketika mengasuh anak.

Cukup fair dari kedua sisi, bukan? Dibanding hanya mengambinghitamkan anak juga generasi sekarang yang katanya tidak familiar dengan permainan tradisional.

Faktor lain yang cukup kontras dan sering kita lihat, juga rasanya akan sulit untuk digugat, adalah berkurangnya lahan bermain di sekitar yang disulap menjadi gedung bertingkat, perumahan, ruko, dan lain sebagainya.

Jika lahan bermain saja berkurang, lalu bagaimana anak-anak bisa bermain dan mengenal permainan tradisional?

Pasalnya, permainan tradisional banyak mengandalkan ketangkasan juga gerakan aktif dari para pemainnya. Berlari, mengejar satu sama lain, mencari tempat persembunyian, dan lain sebagainya.

Jika lahan bermain yang luas sudah disulap menjadi bangunan bertingkat demi keuntungan pribadi, bagaimana anak-anak bisa berekspresi melalui ragam permainan tradisional? Dengan atau tanpa menggunakan peralatan tambahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun