Mohon tunggu...
Seto Galih Pratomo
Seto Galih Pratomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Anggota Parlemen Remaja DPR-RI

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Setahun Pelemahan KPK, Mustahil Indonesia Bebas Korupsi?

21 September 2020   08:29 Diperbarui: 21 September 2020   08:36 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KPK atau kepanjangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga yang berfungsi sebagai pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Korupsi merupakan agenda terburuk yang sulit terlepaskan di Indonesia. Menengok sejarah dibentuknya KPK sebelum membahas dalam memperingati 1 tahun pelemahan KPK. 

KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tantang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Lewat peraturan tersebut, KPK diberi tugas amanat untuk melakukan pemberantasan korupsi secara professional, intensif, dan berkesinambungan.

Dalam UU No.30 Tahun 2002 tersebut KPK merupakan sebuah lembaga negara yang sifatnya  independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari intervensi. KPK dibentuk sebagai pendorong atau stimulus untuk agenda upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada menjadi lebih efektif. 

Sebelumnya, pada masa reformasi tahun 1999, lahir UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN serta UU Nomor 31 Tahun 1999. Kemudian pada 2001, lahir UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagai ganti dan pelengkap UU Nomor 31 Tahun 1999. 

Dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, akhirnya terbentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai tindak lanjut pada tanggal 27 Desember 2002, dikeluarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Maka dengan lahirnya lembaga ini, maka di Indonesia mengalami babak baru dalam agenda pemberantasan tindak pidana korupsi.

Namun pada 2019, muncul pembahasan revisi UU KPK No. 30 Tahun 2002 menjadi UU No. 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU tersebut disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada hari Selasa, 17 September 2002 dalam Rapat Paripurna kesembilan tahun sidang 2019-2020 yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Banyak pro-kontra yang muncul atas pengesahan UU tersebut. 

Telebih banyaknya pasal-pasal yang menandakan pelemahan KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia. Polemik ini memicu banyaknya kontra dikalangan atas maupun bawah, dengan serentaknya rakyat Indonesia yang dalam hal ini mahasiswa diberbagai daerah pada turun kejalan menyuarakan pencabutan UU. 19 Tahun 2019 ini sampai menuntut Presiden RI untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). 

Namun sayang tuntutan tersebut ditolak mentah-mentah dengan alasan menghormati UU KPK yang baru. Penolakan juga dilakukan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada 7 November 2019 yang lalu.

Disisi lain, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, UU No. 19 Tahun 2019 terdapat 26 poin yang dianggap berpotensi untuk melemahkan KPK sebab mengurangi sejumlah kewenangan yang dahulu dimiliki KPK berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. 

Salah satunya hilangnya indepedensi KPK dengan dibentuknya Dewan Pengawas dari pemerintah dan DPR yang mampu mengintervensi dalam agenda pemberantasan korupsi yang mana setiap kasus harus seizin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK, sesuai amanat Pasal 37 huruf B UU No. 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Namun disisi lain, KPK telah menyelidiki sebanyak 160 perkara dugaan korupsi selama enam bulan dari Januari-Juli 2020. Ribuan saksi diperiksa dalam mendukung penyidikan tersebut. Ada 25 kali penggeledahan dan 201 kali penyitaan yang telah ditetapkan 85 tersangka dan 61 ditahan menurut ketua KPK, Firli Bahuri.

Dari paparan tersebut bisa dilihat bahwa tindak pidana kasus korupsi di Indonesia yang sangat menghawatirkan. Namun negara tidak serius dalam menanganinya. Sudah banyak kerugian negara dan rakyat Indonesia akibat dari korupsi. Uang negara dan rakyat amblas dibawa kabur para koruptor, namun disisi lain negara terus menghutang ke luar negeri yang semakin membengkak. Sampai kapan Indonesia terus begini yang mana kasus korupsi tidak ada habis-habisnya. 

Bisa dikatakan korupsi seperti budaya di Indonesia ketika terus dibiarkan. Revisi UU KPK tidak memberikan dampak positif bagi agenda pemberantasan korupsi di Indonesia malah terkesan membela para koruptor untuk memuluskan agendanya. Hal ini terbukti dengan tidak terdengarnya penangkapan kasus korupsi dilembaga-lembaga negara termasuk anggota DPR. 

Sebelum adanya revisi UU No. 19 Tahun 2019 atas perubahan kedua UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diketahui pimpinan DPR RI, Setya Novanto yang merupakan Ketua DPR RI tertangkap KPK atas tindak pidana korupsi. Namun hal tersebut tidak terdengar lagi saat ini, tikus-tikus kantor bebas berkeliaran tanpa risau akan menangkapan. 

Dengan memperingati 1 tahun pelemahan KPK ini, diharapkan negara lebih serius lagi dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia yang terbukti dengan adanya UU KPK yang baru tidak memiliki dampak positif, maka perlunya UU tersebut untuk dicabut atau direvisi atas pasal-pasal yang terindikasi melemahkan KPK dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia dan dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu.

Maka dari perlunya seluruh lapisan masyarakat untuk peduli terhadap kasus korupsi di Indonesia ini termasuk para mahasiswa. Sebagai contoh salah satu universitas di Indonesia yang menyerukan akan pentingnya sebuah lembaga pemberantasan korupsi agar kasus korupsi di Indonesia bisa dikendalikan yaitu Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia mengajak seluruh rakyat dan mahasiswa Indonesia untuk seruan aksi dalam peringatan 1 tahun pelemahan KPK. 

Hal ini ditujukkan kepada mahasiswa baru FH-UII dalam ospeknya yang diberi nama Pekan Raya dan Silaturahin Pengenalan (Peradilan) secara daring pada 19-22 September 2020 yang menyerukan aksi "Setahun Memperingati Pelemahan KPK" yang mewajibkan pesertanya untuk membuat vidio orasi dan diekspos ke media sosial pribadi sebagai wujud generasi yang peduli akan pembangunan negeri. 

Dengan semua partisipasi masyarakat Indonesia dalam memerangi korupsi di Indonesia, semoga kelak Indonesia bebas akan korupsi, jika semua lapisan masyarakat serius menanganinya khususnya lembaga negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun