Mohon tunggu...
Paelani Setia
Paelani Setia Mohon Tunggu... Guru - Sosiologi

Suka Kajian Sosial dan Agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menilik Politisi Artis di Tubuh Partai Politik

5 Juni 2020   17:24 Diperbarui: 5 Juni 2020   17:21 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kumparan.com

Deddy Mizwar, Dede Yusuf, Pasha 'Ungu' atau Sigit Purnomo Syamsuddin Said, Anang Hermansyah, hingga Hengki Kurniawan merupakan beberapa nama yang tergolong artis yang kini atau pernah menduduki posisi sebagai pejabat publik. Atau menyandang status sebagai "politisi artis". Sebelum menjadi pejabat publik, siapa yang tidak kenal terhadap nama-nama beken tersebut. Mereka tergolong sebagai artis papan atas Indonesia yang popularitasnya tidak di ragukan lagi.

Dalam dunia politik, popularitas juga menjadi dambaan tersendiri. Alasannya tentu dengan popularitas bisa mengantarkan seseorang pada kekuasaan politik atau elektoral. Hal ini terjadi dalam partai politik karena memanfaatkan popularitas dianggap mampu mendulang suara dalam pemilu. Implikasinya banyak parpol di Indonesia yang menggaet artis untuk maju dalam gelaran pemilu.

Sebelumnya, Partai Amanat Nasional (PAN) dianggap sebagai partai yang terkenal sebagai 'partai artis'. Bukan tanpa alasan, terdapat nama-nama beken sebagai ikon partai semisal Eko Patrio, Desy Ratnasari, hingga Primus Yustisio yang berhasil melenggang ke Senayan. Bahkan, kini tampaknya hampir seluruh partai politik memiliki kader yang berlatarbelakang artis.

Pada pemilu 2019 lalu, partai pimpinan Surya Paloh atau Nasional Demokrat (NasDem) mempunyai 37 artis yang dicalonkan pada pemilu legislatif. Disusul PDIP dengan 16 orang, PAN 9 orang, Partai Perindo 7 orang, Partai Gerindra 6 orang, PKB 6 orang, Partai Berkarya 4 orang, Partai Demokrat 4 orang, dan Partai Golkar 3 orang. Terbaru, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga kerap disebut partai ala selebritis dengan gayanya yang milenial termasuk di dalamnya terdapat nama penyanyi Giring 'Nidji' sebagai mantan caleg partai tersebut.

Namun demikian, selain popularitas, hal lain yang ditunggu publik adalah sejauh mana peran mereka sebagai penyambung lidah rakyat. Bagaimana pun popularitas bukan segalanya, jauh dari itu ada pengalaman dan kemampuan yang mumpuni agar kiprah mereka bisa merepresentasikan suara rakyat.

Sementara, saat ini partai politik sebagai wadah calon-calon pemimpin juga dinilai instan dalam memilih wakil-wakilnya, termasuk para artis. Ketimbang memilih kadernya yang sudah jelas teruji, parpol justru banyak memilih artis-artis dengan modal popularitas. Lantas, apakah hal tersebut merupakan keinginan yang bersangkutan atau hanya kepentingan parpol semata sebagai 'jualan' suara? Kalau pun berhasil, sejauh mana peran mereka dalam kancah perpolitikan nasional?

Syahwat Pribadi Atau Parpol?

Artis dengan segala kepopulerannya tentu sangat menguntungkan jika dimanfaatkan dalam arena politik. Bahkan, seperti sudah disebutkan sebelumnya, hampir seluruh partai politik di Indonesia memboyong artis sebagai calon anggota legislatif hingga calon kepala daerah. Kepopuleran artis yang sudah terbangun menguntungkan partai untuk agenda promosi agar tidak perlu keluar banyak uang. Terlebih jika terjadi kekosongan kader partai yang mumpuni, menggaet artis bisa menjadi langkah mudah untuk mendulang suara rakyat.

Tentunya sah-sah saja jika artis yang terjun ke dunia politik ini memiliki kapabilitas dan kualitas yang baik melalui pengalaman di dunia politik atau pemerintahan. Namun, jika melihat artis di Indonesia justru banyak yang secara tiba-tiba terjun ke dunia politik tanpa berbekal pengalaman, bahkan jauh dari proses kaderisasi atau perekrutan partai politik.

Darrell M. West dan John Orman dalam bukunya Celebrity Politics menjelaskan fenomena ini sebagai ajang "pemenuhan kepopuleran" artis akibat perkembangan media dan demokrasi. Melalui media para artis akan semakin mendulang popularitas untuk citra dirinya, khususnya televisi yang banyak ditonton banyak orang. Sementara melalui demokrasi, para artis merasa menjadi figuran yang benar-benar dipilih masyarakat untuk menyempurnakan ketenarannya.

Dengan demikian, timbul pertanyaan baru, dimana para kader partai berada? Apakah terdapat masalah dalam kaderisasi sehingga partai politik lebih memilih artis sebagai 'politisi karbitan' ketimbang kadernya sendiri? Bukankah kemunculan artis bisa jadi pertanda bahwa kaderisasi partai mengalami kemandekan karena tidak bisa memunculkan nama-nama kader baru yang mampu mendulang suara. Atau pun jika partai politik memiliki kader yang mumpuni tetapi kemudian lebih memilih artis, apakah hal tersebut merupakan kehendak pelakunya atau hanya syahwat politik partai politik belaka demi mendulang suara sebanyak-banyaknya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun