Mohon tunggu...
Aryanto Seran
Aryanto Seran Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger, Pengguna Sosial Media Aktif

WNI

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengejar Mimpi

28 Oktober 2021   04:49 Diperbarui: 28 Oktober 2021   05:20 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

I.

Nenek Selfina duduk di depan kain tenun setengah jadi dan peralatannya untuk menenun di ruang tengah. Rambutnya yang sudah memutih mengisyaratkan bahwa Nenek Selfina sudah tidak muda lagi. Ia memang berusia 80 tahun.

Tangannya memegang sebuah pena, sesekali terlihat mencoret-coret di atas selembar kertas putih. Ia terlihat serius sehingga Robi salah satu cucunya yang masih berusia 7 tahun enggan mendekat.

Robi memang sudah memahami bahwa ketika sang nenek duduk serius dengan kertas putih di hadapannya, ditambah sedang terlihat memakai kacamata, maka ia pun tidak boleh mendekat jika tak ingin dimarahi.

Begitu, rutinitas Nenek Selfina setiap hari, pada jam yang hampir sama yaitu jelang waktu makan siang. Sebab jika sudah makan siang, bawaan rasa mengantuk akan menguasai dirinya sehingga Nenek Selfina gampang tertidur. Jika sudah tidur siang, ada kemungkinan bangun di sore hari dan itu berarti sudah tak cukup lagi waktu baginya untuk serius mencakar angka.

Belum lagi konsentrasinya untuk mengalikan dan membagi angka-angka akan cepat buyar karena diganggu suara anak-anak yang bermain bola plastik di halaman depan rumah. Oleh karena itu, mencakar di saat sebelum makan siang adalah waktu yang tepat. Selain relatif tenang dari suara anak-anak yang masih berada di sekolah, Nenek Selfina masih bisa memiliki banyak waktu sampai sore untuk merubah angka prediksinya dari hasil cakaran baru atau dari cerita tetangga sebelah tentang sebuah mimpi.

Pukul lima sore, bagaikan jadwal yang sudah rutin dijalani, Nenek Selfina sudah harus membawa hasil cakarannya ke rumah Pak Lukas. Jika lewat sedikit saja, ia tak bisa lagi mengisi angka prediksinya di Singapura (nama bandar judi online) karena jam pengisian togel di salah satu bandar judi tersebut sudah ditutup. Itu berarti ia harus menunggu keesokan harinya lagi untuk menjemput keberuntungan.

Sebetulnya jika terlambat, Nenek Selfina masih bisa mengisi angka prediksinya di Taiwan atau Hongkong (dua nama bandar judi togel yang favorit di daerah Nenek Selfina). Namun kedua nama itu tak begitu disukai Nenek Selfina karena jarang di kedua nama itu tebakannya kena kecuali di Singapura.

Saat mengisi angka-angka prediksinya, Nenek Selfina biasanya cukup membawa uang paling banyak sejumlah Rp 20.000 (dua puluh ribu rupiah). Itu jumlah yang tak sulit didapatkan Nenek Selfina karena setiap pagi ia selalu untung minimal sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) dari hasil menjual sayur kangkung di pasar.

II.

Tante Sherly yang sedang serius menganalisa angka-angka di selebaran berjudul Ramalan Shio tiba-tiba dikejutkan suara telepon yang berdering di HP miliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun