Rotasi dan mutasi aparatur sipil negara (ASN) adalah bagian penting dari manajemen kepegawaian. Kebijakan ini semestinya menjadi sarana peningkatan kinerja, penempatan sesuai kompetensi, serta pembinaan karier yang adil. Namun, di Kabupaten Tasikmalaya, publik kerap menaruh curiga: benarkah proses rotasi dan mutasi sudah sesuai aturan?
Kecurigaan ini muncul karena sikap Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) yang selama ini dinilai kurang tanggap menghadapi polemik. Setiap kali ada rotasi-mutasi, isu liar berkembang di tengah masyarakat, tetapi BKPSDM justru terkesan membiarkan opini tersebut beredar tanpa klarifikasi. Padahal, lembaga ini punya kewajiban jelas untuk menjelaskan kepada publik. Informasi mengenai rotasi-mutasi ASN bukanlah rahasia, melainkan informasi publik yang sifatnya wajib disampaikan.
Kewajiban BKPSDM: Tidak Bisa Hanya Formalitas
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN serta PP Nomor 11 Tahun 2017 jo. PP Nomor 17 Tahun 2020, rotasi dan mutasi ASN harus berlandaskan merit system: penempatan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Dengan aturan tersebut, Kepala BKPSDM memegang kewenangan dan tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan. Tidak tepat bila setiap kali ditanya, jawabannya hanya "itu hak prerogatif Bupati." Faktanya, sebelum sampai ke meja Bupati, usulan rotasi-mutasi telah melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang diketuai Sekretaris Daerah, serta mendapat pertimbangan teknis dari BKPSDM.
Artinya, keputusan Bupati lahir dari proses kolektif yang melibatkan BKPSDM, dan oleh karena itu BKPSDM wajib menyampaikannya secara terbuka.
Hak Publik atas Informasi
Keterbukaan mengenai rotasi dan mutasi bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban hukum. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) mewajibkan badan publik menyampaikan informasi yang benar, lengkap, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sayangnya, kurangnya penjelasan dari BKPSDM justru menimbulkan opini liar. Publik akhirnya berasumsi, bahkan berspekulasi negatif, karena merasa tidak mendapat jawaban yang jelas. Padahal, transparansi adalah kunci meredam polemik.
Tanggung Jawab Hukum Kepala BKPSDM
Jika terjadi penyimpangan dalam proses rotasi-mutasi, Kepala BKPSDM tidak bisa berkilah. Berdasarkan UU ASN, PP 11/2017 jo. PP 17/2020, serta UU Administrasi Pemerintahan, pejabat pengelola ASN bisa dikenakan:
- Sanksi administratif: teguran, pembebasan, atau penurunan jabatan.
- Sanksi etik: rekomendasi KASN bila melanggar merit system.
- Sanksi pidana: bila terbukti ada penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara/daerah.
Dengan demikian, tanggung jawab hukum melekat langsung pada Kepala BKPSDM jika proses rotasi dan mutasi tidak sesuai aturan.
Â
Opini publik menegaskan satu hal: BKPSDM Tasikmalaya tidak boleh membiarkan polemik terus berkembang tanpa klarifikasi. Setiap rotasi-mutasi ASN wajib dijelaskan secara terbuka kepada publik, sesuai aturan yang berlaku.
Dalih prerogatif Bupati tidak cukup, karena pada praktiknya BKPSDM memegang peran teknis yang mengikat. Jika BKPSDM benar-benar menjalankan fungsinya, maka keraguan masyarakat bisa ditepis. Transparansi adalah kunci membangun kepercayaan publik, sekaligus memastikan bahwa rotasi dan mutasi ASN memang dilakukan demi kebutuhan organisasi dan pelayanan publik, bukan kepentingan politik atau pribadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI