Mohon tunggu...
Septyan Hadinata
Septyan Hadinata Mohon Tunggu... buruh

Ikhlas bersama sabar dalam mengembara di dunia

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ngantor Di Pos Ronda; Cerita Kebersamaan yang Selalu Dirindukan

15 September 2025   21:07 Diperbarui: 15 September 2025   21:07 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar : dok pribadi ketika ronda bersama alm. ketua NU Cisayong yang juga ketua MUI

Di kampung saya, ronda malam masih terus berjalan sampai sekarang. Meski banyak kampung lain sudah mempercayakan keamanan pada satpam yang digaji bulanan, kami tetap memilih menghidupkan siskamling. Alasannya sederhana: ronda bukan cuma soal keamanan, tapi juga soal kebersamaan.

Saya sendiri masih kebagian tugas ronda seminggu sekali, setiap malam Kamis. Kadang rame, kadang sepi. Ada yang datang tepat waktu, ada juga yang sering telat atau malah izin. Tapi bagaimanapun juga, ronda tetap berjalan. Yang membuat menarik, semua warga tanpa terkecuali wajib ronda. Bahkan tokoh agama---yang biasa kami sebut ajengan---tetap ikut kebagian giliran. Jadi, di pos ronda, semua sama rata.

Nah, ada momen yang paling ditunggu kalau jadwal ronda pas gilirannya ajengan, terutama waktu musim muludan atau rajaban. Biasanya ajengan datang sambil bawa oleh-oleh dari pengajian, entah nasi kotak, entah kue, atau makanan lain. Begitu dibuka dan dimakan bersama, suasana ronda langsung jadi semacam pesta kecil. Ngobrol ngalor-ngidul, ketawa bareng, sambil tetap ingat tugas utama: berkeliling kampung menjaga keamanan.

Pos ronda di kampung saya juga punya cerita unik. Kami tidak pernah menyebutnya "pos", tapi selalu bilangnya kantor. Jadi kalau mau ronda, ajakan yang keluar biasanya:

"Ayo ngantor heula, malam ieu."

Disebut kantor karena di sana ada buku absensi, bolpoin, dan kertas. Tapi selain untuk tanda tangan kehadiran, kertas itu sering dipakai buat main gapleh atau remi. Permainan ini jadi obat ngantuk, asal jangan sampai kebablasan sampai lupa keliling.

Bahkan, pos ronda sering berubah fungsi jadi ruang nonton bareng. Kalau ada pertandingan sepak bola, apalagi timnas atau Persib yang main, suasana jadi meriah. Layarnya mungkin cuma seadanya, tapi semangatnya seperti stadion kecil. Teriakan gol, siulan, sampai komentar khas bobotoh sering terdengar, bikin ronda malam jadi lebih hidup.

Buat saya pribadi, ronda itu lebih dari sekadar kewajiban. Di sana saya bisa ketemu tetangga yang biasanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada yang tukang, ada yang pedagang, ada yang pegawai. Begitu duduk di pos ronda, semua jadi sama. Dari ngobrol ringan sampai bahas serius soal kampung, semua ngalir aja. Kadang malah muncul ide-ide baru yang nggak pernah kepikiran sebelumnya.

Kalau dipikir-pikir, satpam memang bisa jaga keamanan. Tapi satpam nggak bisa bikin suasana seperti ini. Ronda itu bikin kami merasa punya kampung ini bersama-sama. Ada rasa kebersamaan, ada rasa saling menjaga, ada juga rasa kekeluargaan yang nggak bisa diganti dengan uang.

Sampai hari ini, setiap malam Kamis saya tetap siap berangkat ronda. Kadang ngantuk berat, kadang cuma ngobrol sebentar, tapi selalu ada cerita yang bisa dibawa pulang. Entah makanan dari teman ronda, tawa karena main gapleh, nobar bola di pos, atau langkah kaki bareng saat keliling kampung di tengah malam. Semua itu bikin saya yakin, ronda bukan sekadar tradisi lama, tapi juga urat nadi kehidupan kampung saya.

Hanya saja, ada satu cerita yang kini tinggal kenangan. Dulu, kami selalu menunggu giliran ajengan ronda karena beliau pasti datang membawa oleh-oleh dari pengajian. Suasana ronda jadi hangat, penuh tawa, dan serasa pesta kecil. Tapi sekarang, kisah itu sudah tidak ada lagi. Ajengan telah meninggalkan kami selamanya. Yang tersisa hanyalah rindu yang selalu hadir setiap kali saya duduk di pos ronda, mengingat momen kebersamaan yang pernah beliau bawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun