Mohon tunggu...
Septi Nurhayati
Septi Nurhayati Mohon Tunggu... Lainnya - Program Studi S1 Akuntansi

Mahasiswa STIE STEMBI Bandung Business School

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Literasi Digital Sebagai Upaya Preventif Menanggulangi Hoax

5 Desember 2020   13:27 Diperbarui: 5 Desember 2020   13:59 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kedua, beragamnya pilihan menyebabkan besarnya heterogenitas tingkatan misinformasi mengenai isu penting. Dalam hal ini, kecenderungan media yang diakses khalayak mencerminkan ketertarikan isu mereka sehingga terjadi pengabaian terhadap banyak isu yang lebih penting.

Ketiga, jarak psikologis dalam diskusi online yang sarat akan kebebasan cara bertutur dan erat kaitannya dengan kesan ketidaksopanan, memantik terbentuknya polarisasi kelompok. Ada interaksi interpersonal yang negatif dan terjadinya social chaos akibat fenomena internet troll (orang atau konten pesan yang bertujuan membangkitkan tanggapan emosional dari pengguna lainnya).

Pembahasan mengenai faktor-faktor pemicu munculnya era post-truth dari media social tidak berhenti sampai di sana. Pandangan distopian akan masa depan yang kebenarannya dikendalikan oleh suara mayoritas di media sosial masih menjadi sebuah kemungkinan yang nyata. Diskusi publik mengenai post-truth dan kaitannya dengan berita palsu (hoax) yang sebelumnya tak banyak dibicarakan hingga 2016, tiba-tiba menjadi topik yang sangat hangat untuk dibicarakan.

Pada era post-truth, Bu & Xia (2013) dalam Lewandowsky (2017:354) menyinggung bahwa kekuatan berada pada pihak yang paling vokal dan berpengaruh pada media sosial: dari selebritis dan perusahaan besar, hingga akun botnet yang dapat menggerakkan jutaan tweetbots atau sock puppets (sosok akun palsu yang digawangi oleh kelompok kecil operator yang dapat membuat ilusi opini yang menyebar luas).

Literasi Digital: Sebuah Keharusan dalam Kehidupan Komunikasi

Literasi digital memiliki arti penting dalam kehidupan komunikasi karena tiga alasan.


Pertama, penggunaan media digital khususnya internet dan media sosial yang semakin intens dalam kehidupan sehari-hari. Rasanya, gawai menjadi perangkat yang tidak boleh tertinggal serta menjadi media yang paling diandalkan sebagai sarana berkomunikasi serta mencari informasi. Media digital berkembang dengan sangat cepat, dengan tawaran informasi dan konten lainnya yang terus menerus diproduksi tanpa mengenal batasan jarak dan waktu. Pembaharuan informasi bahkan terjadi dalam hitungan detik, dari banyak sumber dan platform yang tersedia.

Kedua, ketergantungan masyarakat terhadap situs mesin pencari (Google, Yahoo, atau Bing) dan platform media sosial untuk mencari informasi. Tampaknya, internet menjadi media baru yang menawarkan solusi atas segala pencarian informasi masyarakat. Internet menjadi unggul karena waktu penyediaan informasi yang cepat dan kemudahan aksesnya. Demikian halnya dengan media sosial sebagai kanal akses informasi alternatif.

Ketiga, untuk menyeleksi informasi dari banyaknya sumber yang ada, individu memerlukan kecakapan atau kemampuan spesifik. Dengan tersedianya aneka jenis informasi, perlu adanya kecakapan khusus yang ditunjang dengan literasi digital. Dengan memiliki kecakapan tersebut, individu akan memiliki kontrol lebih pada proses interpretasi pesan sehingga dapat menyeleksi informasi/konten tertentu yang akurat.

Lalu, apa pengertian literasi digital sebenarnya? Pada literasi terdahulu era media cetak, ide dan ekspresi pada hakikatnya hanya terdiri dari satu bentuk. Pemaknaan dilakukan terhadap kata-kata. Sedangkan literasi digital, bentuk ekspresinya menggunakan kode digital yang menghasilkan suara, gambar, dan kata-kata, sehingga ada variasi parametric yang berlaku pada inti dari ekspresi digital. Untuk dapat terliterasi digital, harus ada kemampuan untuk menguraikan gambar yang kompleks dan suara, serta makna sintaksis kata-kata. Literasi digital juga meningkatkan kemampuan kita untuk mencocokkan media pada informasi yang ditawarkan untuk khalayak (Lanham, 1995: 199). Pada studi lebih lanjut, proses literasi digital ini melibatkan multi-teks yang otentik, diproses dengan beragam perangkat dan perpindahan kode untuk memahami konten dari banyak pengguna pada subjek tunggal (Chase, 2011: 536).

Mengembangkan definisi literasi media yang dicetuskan oleh Potter (dalam Adiputra, 2008:5), penulis mencoba membagi definisi literasi digital ke dalam tiga kategori serupa (dengan mengganti obyek media menjadi teknologi digital).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun