Mohon tunggu...
Septian Rusgani
Septian Rusgani Mohon Tunggu... Akuntan - Staff

Belajar filsafat untuk menemukan suatu makna serta pandangan dari berbagai sisi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Integritas Moral dan Keadilan Sosial : Refleksi Filosofis terhadap Kasus Korupsi PT Timah Harvey Moeis

3 Mei 2024   11:28 Diperbarui: 5 Mei 2024   21:19 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI

Kasus dugaan korupsi dalam sektor perdagangan pertambangan timah dari tahun 2015 hingga 2022 di Kepulauan Bangka Belitung semakin terungkap dengan jelas. Kasus yang kembali mencuat ini menarik perhatian karena disebutkan telah menyebabkan kerugian besar bagi negara, sebesar Rp271 triliun. Semakin menghebohkan, kasus ini melibatkan beberapa pejabat penting dari PT Timah Tbk (TINS), serta tokoh-tokoh crazy rich Pantai Indah Kapuk, Helena Lim dan suami dari selebriti Sandra Dewi, Harvey Moeis. Jumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi perdagangan timah ini telah mencapai 16 orang.

Kasus ini dimulai pada tahun 2018, Manajemen PT Timah Tbk menyadari bahwa pasokan timah ke smelter mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan pasokan ke perusahaan smelter swasta. PT Timah Tbk di bawah kepemimpinan Mochtar Riza Pahlevi (Riza) mulai bertindak. Namun, alih-alih menyelidiki dan mengatasi penurunan pasokan timah yang mencurigakan, Riza Pahlevi dan Emil Ermindra, yang menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Timah saat itu memilih untuk tidak serius menangani masalah ini dan malah bersikap tidak bertanggung jawab. Mereka justru menawarkan kerja sama dengan membeli hasil tambang ilegal dengan harga diatas standar yang ditetapkan oleh PT Timah Tbk. Guna memperlancar tindakan mereka dalam mendukung penambangan ilegal ini, Direktur Operasional PT Timah Alwin Akbar, bersama dengan Riza Pahlevi dan Emil Ermindra, sepakat untuk melakukan kerjasama sewa-menyewa peralatan pemrosesan peleburan timah dengan perusahaan smelter yang memproses bijih nikel. Dari kerja sama tersebut, terbentuklah tujuh perusahaan fiktif, seperti CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada. Perusahaan-perusahaan semu ini bertanggungjawab atas pengambilan bijih timah. Bijih timah yang seharusnya diserahkan kepada PT Timah seharusnya berasal dari izin usaha pertambangan milik PT Timah Tbk. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan fiktif ini mengambil timah dari PT Timah dan menjualnya kembali ke PT Timah sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu sendiri.

Dilansir pada laman Kontan.co.id, total biaya yang dikeluarkan PT Timah Tbk atas biaya pelogaman di PT Stanindo Inti Perkasa selama tahun 2019 s/d 2022 yaitu senilai Rp975,5 miliar. Sedangkan, total pembayaran bijih timah yakni senilai Rp1,7 triliun.i Hasil Penyelidikan oleh Kejaksaan Agung, kasus penambangan ilegal timah juga melibatkan PT Refined Bangka Tin, yang kemudian menjerat Harvey Moeis, suami dari Sandra Dewi sebagai tersangka. Harvey diduga telah berkomunikasi dengan Direktur Utama PT Timah saat itu, yaitu Riza Pahlevi Tabrani, menurut laporan dari Kejaksaan Agung. Dalam komunikasi tersebut, Harvey diyakini telah meminta Riza untuk mendukung kegiatan penambangan ilegal di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. Selain itu, Harvey juga mengatur agar beberapa smelter seperti Stanindo, Venus Inti Perkasa, Sariguna Bina Sentosa, dan Tinindo Inti Perkasa terlibat dalam proses penambangan dan pengolahan bijih timah yang ilegal. Manajemen hasil dari kegiatan ini ditangani oleh PT Quantum Skyline Exchange, yang mengklaim bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR) mereka. Dalam konteks ini, peran Helena Lim, yang merupakan tokoh kaya dari Pantai Indah Kapuk, dalam kasus ini mulai terungkap. Sampai saat ini, Kejaksaan Agung belum mengungkapkan secara rinci jumlah kerugian yang dialami negara akibat tindakan para tersangka tersebut. Namun, yang sudah terungkap adalah besarnya kerugian ekonomi negara, mencapai Rp271 triliun. "Kerugian ekonomi negara dihitung berdasarkan penelusuran lapangan analisis satelit, bahwa tambang timah dalam kasus ini sudah masuk ke kawasan hutan. Bekas area tambang yang seharusnya dipulihkan, ternyata ditinggalkan begitu saja sehingga meninggalkan lubang yang begitu besar." jelas Kuntadi, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI.

Berdasarkan uraian di atas, Kasus Korupsi Tata Niaga Pertambangan Timah penting dan perlu dibahas karena memiliki relevansi yang penting dalam konteks sosial dan filosofis. Korupsi mengancam nilai-nilai moral dan keadilan dalam masyarakat. Misalnya, dari sudut pandang etika, korupsi dapat dilihat sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral yang mendasari tindakan manusia. Dalam konteks ini, pemikiran Immanuel Kant tentang kewajiban moral (dikenal sebagai kewajiban-kewajiban yang kategoris) relevan. Kant menekankan pentingnya bertindak berdasarkan kewajiban moral yang universal dan tidak bergantung pada keinginan pribadi atau motif yang egois. Korupsi, dengan sifatnya yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan keadilan, jelas melanggar prinsip-prinsip moral yang ditekankan oleh Kant. Selain itu, pemikiran John Rawls tentang keadilan sebagai kesetaraan yang adil (justice as fairness) juga dapat dihubungkan dengan dampak korupsi dalam masyarakat. Rawls berargumen bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk keadilan dan kesetaraan dalam peluang. Korupsi, dengan memberikan keuntungan tidak adil kepada beberapa pihak sementara merugikan yang lain, melanggar prinsip kesetaraan yang menjadi dasar keadilan sosial. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran ini menggambarkan bagaimana korupsi tidak hanya merusak nilai-nilai moral yang mendasari tindakan manusia, tetapi juga mengancam prinsip-prinsip keadilan yang esensial dalam membangun masyarakat yang adil dan harmonis.

Ketika korupsi terjadi, kepercayaan publik terhadap institusi dan pemerintahan melemah, mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, membahas isu korupsi ini bukan hanya tentang memperbaiki tata kelola perusahaan, tetapi juga mempertahankan prinsip-prinsip moral yang mendasari kehidupan bersama dalam masyarakat. Dari sudut pandang filosofis, isu korupsi ini terkait erat dengan konsep keadilan sosial. Praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat secara luas menunjukkan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya dan kesempatan, maksudnya adalah praktik korupsi yang seringkali mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan atau posisi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, tanpa mempertimbangkan kepentingan umum atau keadilan sosial, berdampak luas kepada masyarakat. Sebagai contoh, secara finansial, korupsi dapat menguras anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lain sebagainya. Hal ini menciptakan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, karena sumber daya yang seharusnya untuk kepentingan masyarakat secara luas justru digunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan yang menjadi landasan moral dalam masyarakat. Diskusi tentang isu ini menjadi penting untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut. Isu korupsi juga terkait dengan dinamika kekuasaan dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Keterlibatan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan akses terhadap sumber daya dalam praktik korupsi memperkuat ketidaksetaraan dan menguatkan struktur kekuasaan yang tidak seimbang. Perusahaan memiliki tanggung jawab sosial yang luas terhadap masyarakat dan lingkungannya. Kasus korupsi seperti ini menunjukkan kegagalan dalam memenuhi tanggung jawab sosial tersebut dan menyoroti perlunya perbaikan dalam praktik korporasi yang bertanggung jawab.

Munculnya kasus korupsi PT Timah yang melibatkan Harvey Moeis, meskipun pada dasarnya merupakan hal negatif, dapat memberikan beberapa aspek positif yang dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat dan institusi terkait. Kasus korupsi ini membuka kesadaran akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola perusahaan dan pemerintahan. Pemikiran filosofis tentang transparansi dan akuntabilitas menekankan pentingnya kejujuran, integritas, dan pertanggungjawaban dalam setiap tindakan. Dengan kasus ini terungkap, diharapkan akan mendorong upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam berbagai institusi. Kasus korupsi menjadi cerminan dari ketidakpatuhan terhadap nilai-nilai moral dalam berbisnis dan berinteraksi dalam masyarakat. Dengan kasus ini terjadi, diharapkan akan membangkitkan kesadaran moral yang lebih tinggi di kalangan masyarakat dan pengambil keputusan. Kasus korupsi dapat menjadi pemicu untuk melakukan reformasi dalam sistem tata kelola perusahaan dan pemerintahan. Pemikiran filsuf John Stuart Mill, tentang perubahan dan reformasi menekankan pentingnya adanya perbaikan yang berkelanjutan dalam berbagai aspek kehidupan. Ia menekankan pentingnya reformasi dalam hukum, institusi sosial, dan pemikiran manusia agar dapat mencapai kemajuan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas kehidupan bersama. Dengan munculnya kasus korupsi ini, diharapkan akan mendorong adanya reformasi yang lebih baik dalam sistem hukum, tata kelola perusahaan, dan tata kelola pemerintahan. Kasus korupsi juga dapat menjadi momentum untuk memberdayakan masyarakat dalam mengawasi dan mengkritisi tindakan yang tidak etis atau melanggar hukum. Pemikiran filsuf John Dewey, tentang partisipasi masyarakat menekankan pentingnya peran aktif masyarakat dalam menjaga integritas dan moralitas dalam berbagai institusi. Dengan kasus korupsi yang terungkap, diharapkan akan muncul kesadaran dan tindakan lebih aktif dari masyarakat untuk mencegah dan mengatasi praktik-praktik korupsi di masa mendatang.

Kasus korupsi PT Timah ini menjadi sebuah kerugian yang sangat besar bagi negara baik dari sisi penerimaan dan kerusakan lingkungan. Dari sisi penerimaan yang seharusnya bisa menjadi penerimaan bagi negara dimana penerimaan tersebut bertujuan untuk menghidupi hajat masyarakat menjadi hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu dan tentunya kerusakan lingkungan yang dapat memberikan dampak bencana alam. Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Timah diketahui mencapai 170.363 hektare di kawasan galian hutan dan nonhutan. Dan berdasarkan data pada tahun 2019 Tambang Inkonvensional (TI) menjadi penyumbang terbesar kerusakan lahan dan hutan yang mencapai 150.000 Ha atau 30% luas wilayah hutan Bangka Belitung. 14 Di kawasan pantai dan bakau, terjadi kerusakan ekosistem akibat lumpur dari lokasi TI yang dibuang ke aliran sungai sehingga mencemari air sungai. Selain itu galian bekas tambang ini tidak boleh diabaikan begitu saja karena bekas galian tambang tersebut dapat menimbulkan bekas lubang-lubang besar dan rawa-rawa yang tidak sehat bagi lingkungan masyarakat.

Penyebab mendasar dari kasus korupsi PT Timah ini adalah kurangnya pengawasan dan tata kelola perusahaan yang baik sehingga banyak celah bagi para penyalahguna kewenangan untuk melakukan kriminalitas termasuk korupsi. Karena ketika pengawasan dan tata kelola perusahaan baik dan terintegrasi satu sama lain maka resiko kriminalitas termasuk tindakan korupsi akan sangat minim. Pihak-pihak yang terkait adalah kunci dari permasalahan ini selain dari pengawasan dan tata kelola perusahaan yang kurang baik, para pihak terkait dengan terang-terangan memainkan peran satu sama lain untuk menguntungkan diri mereka masing-masing. Dan satu hal yang terpenting kurangnya peran pemerintah dalam melakukan kontrol atas harga timah dan izin penambangan yang harus dilakukan secara benar tanpa bisa diintervensi. Kurangnya kontrol atas PT Timah ini akibat dari peran pemerintah yang lalai dalam memastikan tata kelola yang baik. Sehingg ada dua kementerian yang dianggap gagal dalam menjanlankan tugasnya yaitu Kementerian BUMN dan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).

Kementerian BUMN tidak memastikan PT Timah, yang merupakan entitas BUMN dan dibawah tanggung jawabnya, untuk melakukan kontrol dan mencegah terjadinya tindakan korupsi pada PT Timah. PT Timah selaku BUMN diketahui menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan mineral timah sebagai sebuah cara dalam melancarkan praktik kotor perusahaan-perusahaan boneka yang menambang bijih timah secara ilegal. Serta Kementerian ESDM yang lalai dalam melakukan peran pengawasan sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Menteri ESDM diberikan kewenangan yang luas untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mulai dari teknis pertambangan, pemasaran, pengelolaan lingkungan hidup, hingga kesesuaian pelaksanaan kegiatan sesuai dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Beberapa aspek negatif timbul dari kasus ini adalah kerugian negara yang cukup besar, kerusakan lingkungan, ancaman kesehatan masyarakat, menurunnya kepercayaan publik kepada pemerintah terutama pada lembaga pemberantasan korupsi yang berdasarkan data tahun 2023 adalah sebesar 75,6% dimana sebelum tahun 2020 tingkat kepercayaan publik kepada lembaga pemberantasan korupsi bisa mencapai diatas 80%, serta merusak moralitas bangsa karena perilaku pada hakikatnya sangat merugikan masyarakat dan pemerintah. Seharusnya para pihak terkait dan termasuk pemerintah memiliki moralitas yang tinggi untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Karena menurut filsuf Aristoteles setiap individu yang memiliki kewenangan dan kekuasaan harus memiliki moralitas yang tinggi. Dimana dalam pandangannya menjelaskan bahwa moralitas yang tinggi adalah keadaan dimana seseorang memiliki karakter yang baik dan dilakukan secara konsisten sesuai dengen prinsip-prinsip moral. Kebiasaan yang baik ini menurut Aristoteles adalah seperti keberanian, kedermawanan, kesopanan, dan keadilan. Sehingga ketika individu menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan umum maka individu tersebut tidak memiliki moralitas karena . Hal ini pun didukung oleh pernyataan dari Plato yang menjelaskan bahwa yang seorang pemimpin atau pemilik kewenangan harus bijaksana dan berpengetahuan luas yang semata-mata untuk kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi. Karena menurut Plato kebijaksanaan adalah kemampuan untuk memahami dan menerapkan pengetahuan itu dengan cara yang benar dan bermanfaat sesuai prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bahkan Plato meletakkan bijaksana di puncak hierarki pengetahuan, di atas pengetahuan empiris atau pengetahuan tentang hal-hal dunia nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun