Mohon tunggu...
septiambar
septiambar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja Sosial

Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahasa Alam, Gemuruh Langit Jakarta

11 April 2020   11:52 Diperbarui: 11 April 2020   11:52 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alampun ikut bersuara, merasakan apa yang sedang di rasakan oleh seluruh penghuni bumi ini. Seluruh dunia sedang sibuk menghadapi beragam ujian yang luar biasa. 

Alam seperti membahasakan gelisah resah yang di rasakan seluruh manusia. Sungguh, Fenomena alam yang bertubi-tubi. Mulai dari gunung merapi yang terus saja aktif menyeburkan awan panas.

Fenomena gelembung di perairan sekitar anak Gunung Krakatu dan baru tadi malam terdengar gemuruh di langit Jakarta. Suara yang belum jelas asal sumbernya membuat sejenak sebagian masyarakat yang mendengarnya bergidik takut.

Fenomena alam  ini  membuat kita harus banyak introspeksi dan mengevaluasi diri kita masing-masing. Bahwa ada banyak hal yang harus kita perbaiki, bagaimana selama ini manusia sudah sangat zalim terhadap alam. akibat ulah dan kerakusan manusia.

Alam semakin tidak ramah. Banyak bencana terjadi, dari tanah longsor, banjir, gempa dan masih banyak lagi. Terlebih bencana yang paling menguras perasaan adalah terjadinya bencana kemanusiaan di tengah mencekamnya menghadapi wabah virus Corona.

Seperti yang kita tahu wabah Corona hampir melumpuhkan seluruh lini kehidupan manusia. Tidak terbatas negara, hampir seluruh dunia merasakannya. 

Perbedaannya hanya bagaimana masing-masing negara mengambil langkah dalam upaya memerangi dampak wabah ini. Sejak kemunculannya di awal tahun sudah membuat sebagian negara mempersiapkan kemungkinan terburuk jika wabah masuk ke negara mereka. 

Tidak terkecuali di Indonesia. Meskipun beberapa statment pernah terekam di media bagaimana para pemangku kebijakan menganggap bahwa wabah Corona bukan sesuatu yang serius dan bahaya.

Tidak perlu lama, efek yang dianggap enteng itu berhasil menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Satu persatu korban berjatuhan, hitungan hari saja mengalami peningkatan yang memprihatinkan. 

Masyarakat berharap ada upaya yang terstruktur, tegas dan jelas melalui komando pemimpin. Tetapi hingga detik inipun rakyat, rakyat masih merasa terombang ambing dalam mengambil sikap. 

Untung saja sebagian masyarakat mulai menyadari, jika tidak bertindak mulai dari diri sendiri akan berakibat fatal nantinya. Meskipun tidak dipungkiri, sikap beberapa kepala daerah sudah menunjukan tanggungjawab yang solutif.

Kita tahu wabah ini menimbulkan efek domino yang beragam, semua aspek bidang kehidupan terkena dampaknya. Ekonomi, sosial masyarakat, dan bidang lainnya. 

Mulai dari dampak sosial distancing yang sangat dirasakan oleh sebagian masyarakat. Seperti matinya nafkah keluarga karena kebijakan ini. Kalaupun ada, sebagian kepala keluarga banyak yang nekad keluar rumah demi memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya. Mereka mengabaikan resiko tertular dan sakit.

Efek lain di rasakan juga oleh para pelaku usaha. Hampir bisa di pastikan berimbas hebat pada omset pendapatannya. Gelombang PHK juga sudah mulai di rasakan, beberapa perusahaan memilih untuk merumahkan karyawannya. 

Di tengah situasi yang serba tidak jelas inipun mempengaruhi tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat. Lihat saja beberapa minggu ini kita di buat mengelus dada, menahan geram dan kesedihan saat ada berita korban akibat wabah Corona, jenazahnya di tolak warga.

Seperti yang kita dengar, kejadian awal dulu terjadi di Banyumas yang memaksa bupatinya harus turun tangan sendiri memakamkan jenazah akibat wabah. 

Hampir tiga tempat jenazah di tolak warga karena minimnya pengetahuan mereka tentang cara penularan.  Kejadian kedua yaitu menimpa jenazah seorang perawat di Semarang. 

Warga menolak jenazah pahlwan medis ini di kebumikan di wilayah mereka, hingga akhirnya jenazah dikebumikan oleh tangan suaminya sendiri di lahan Rumah Sakit. Meskipun disusul permintaan maaf pengurus RT, kejadian ini sudah terlanjur  mencederai sisi kemanusiaan kita semua.

Tidak bisa dipungkiri, kegelisahan dan ketakutan masyarakat memang perasaan manusiawi. Akan tetapi jika sampai mematikan empati dan logika berfikir harus menjadi catatan penting untuk para tokoh masyarakat untuk lebih giat mengedukasi mereka. Masyarakat harus di beri tahu tentang hal yang mendasar ini. 

Agar tidak ada lagi penolakan jenazah akibat wabah Corona. Sudah sebulan lebih kita dipaksa untuk membatasi kegiatan di luar rumah, untuk menekan jumlah penularan virus Corona.

Kebosanan sudah dirasakan hampir sebagian masyarakat, padahal menurut perhitungan ahli penyebaran ini belum mencapai titik puncaknya. Jalan-jalan mulai ramai oleh aktivitas masyarakat, belum kedatangan pemudik dari luar kota kekampung halaman. Pemudik pulang membawa resiko besar tertular dan menularkan. 

Sungguh ini juga persoalan serius yang harus di ambil langkah pencegahan. Disamping terus mendisiplinkan masyarakat untuk giat menjaga kebersihan diri, dan menjaga stamina tubuh. 

Jangan pernah berhenti untuk terus menyuarakan dan mengajak masyarakat untuk sadar kebersihan. Selain itu juga mengedukasi mereka untuk bersikap proaktif, sadar diri dan juju jika menemui kasus-kasus Corona yang butuh perhatian.

Fenomena semalam kembali mengingatkan kita bahwa alam pun bisa membahasakan. Gemuruh di langit Jakarta secara ilmiah dibantah ahli bukan berasal dari aktivitas anak gunung Krakatau.

Lalu apa?

Kita semua belum tahu jawabannya. Yang jelas, gemuruh itu membuat kita merasa kecil, kerdil dan rapuh. Itu pun bagi hati yang bisa merasakannya, bagi yang tidak itu tidak berarti apa-apa. Bisa saja mereka akan terus melakukan tindakan yang melukai sesama

Mari kita senantiasa menyadari bahwa ujian wabah Corona adalah ujian bersama.  Kita sejenak merenungi bahwa alam sedang menikmati istirahatnya, memulihkan sakitnya. 

Membersihkan kotoran akibat ulah manusia. Semoga saja ujian ini segera berlalu, kita semua kembali beraktifitas seperti biasa. Terpenting ada hikmah yang bisa kita petik dari kejadian demi kejadian di sekitar kita.

Allahualam bisowab,
Septi Ambar
Emak dengan tiga krucil yang betah dirumah

Jogja, 11 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun