Kehidupan adalah sekolah pertama bagi anak. Segala sesuatu yang mereka lihat, dengar, dan rasakan menjadi pelajaran yang mereka simpan dalam benak dan hati. Anak tidak sekadar belajar dari kata-kata, tetapi dari contoh nyata dan suasana yang tercipta dalam keseharian. Pola asuh yang diberikan orang tua dan lingkungan akan membentuk bagaimana mereka memandang dunia dan menjalani kehidupan.
"Anak-anak bukanlah bejana kosong yang harus diisi, melainkan api yang harus dinyalakan." - Plutarch
Bayangkan seorang anak seperti ladang subur. Benih apapun yang ditanamkan di dalamnya akan tumbuh dan berbuah, tergantung pada jenis benih dan cara perawatannya. Jika ditanamkan benih cinta, ia akan tumbuh dalam damai. Jika ditanamkan benih ketakutan, ia akan tumbuh dalam gelisah.
Berikut adalah enam belas cermin kehidupan yang menggambarkan bagaimana pengalaman hidup membentuk karakter seorang anak:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Celaan yang terus-menerus akan membentuk anak menjadi pribadi yang kasar. Misalnya, ketika anak membuat kesalahan dan orang tua langsung mencela dengan kata-kata tajam, anak belajar bahwa marah dan kata buruk adalah respons wajar terhadap masalah. Sebaliknya, jika kesalahan disikapi dengan bimbingan, anak akan belajar introspeksi.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
 Rumah yang penuh konflik menjadi arena latihan kekerasan. Anak yang menyaksikan pertengkaran atau adu fisik akan tumbuh agresif, mudah tersulut emosi, dan tidak mampu menyelesaikan masalah dengan damai.
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisahÂ
Anak yang dibesarkan dengan ancaman atau hukuman ekstrem akan tumbuh dalam kecemasan. Ia selalu merasa salah dan takut mencoba hal baru. Ia akan lebih memilih diam daripada menghadapi risiko kesalahan.