Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tetangga Bisa Gitu Sih

1 Agustus 2021   20:45 Diperbarui: 1 Agustus 2021   21:07 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pokoknya Bu Haji, nanti tembok teras ditutupi dengan gorden deh, ndak kalah sama gedung, megah deh pokoke." Haji Wati bercerita dengan semangatnya. Aku tak membayangkan bagaimana rupa teras rumahku ini ditutupi kain panjang dengan warna-warni. 

Aku memang tipe orang yang tak mau repot apalagi sampai merepotkan tetangga yang sudah tentu banyak kesibukannya. Aku hanya tersenyum mengangguk saja. Turut senang dengan hajat yang akan digelar tetanggaku ini.

Hari menjelang hajatan yang kata suami Haji Wati terbesar diantara hajatan yang pernah dilangsungkan di kompleks kavling kami ini, sudah bergaung sibuknya. Pak Haji Ihsan suami Haji Wati kulihat sibuk mengecat rumahnya dengan warna terang benderang. Semua warna berganti. Rumahku yang persis di depan Haji Wati jadi kelihatan dekil. 

Biarlah toh yang dilihat rumah keluarha Haji Wati bukan rumahku.

Hari pernikahan tiba, pesta dilaksanakan dengan meriah teras rumahku di sulap jadi ruang makan. Sebuah meja makan panjang terbentang di sana. Makanan yang dimasak oleh ibu-ibu kavling sudah terhidang. Semua dinding teras rumahku bahkan pintu untuk masuk sudah tertutup gordeng. Rasanya malu kalau tidak membantu. Pulang kantor dengan badan yang masih lelah aku bantu tetanggaku ini sebisanya.

"Bu Haji Nuri pinjam kursi tamunya ya, hehehehe maaf kursi dari pelaminan ternyata ga bisa dipakai terlalu kecil. Sofa rumahku memang terbuat dari kayu jati yang diukir di kanan kiri dan warnanya juga putih layaknya kursi kebesaran para raja. Sebagai tetangga yang baik aku keluarkan sofa kesayanganku. Aku berharap tak usah diberitahu sudah mengerti kalau sofa itu harus dijaga.

Sofa-sofa putih dengan ukiran jepara di kanan kirinya memeprcantik pelaminan. Mulanya bu Haji Wati hanya meminjam dua untuk kedua orang tua. Katanya kalau empat pasti bagus, jadilah aku keluarkan lagi.

"Biar cantik Bu haji, kan nanti Bu haji bangga sofanya bisa dilihat tamu." Walahhhh siapa yang bangga sofa tamuku dilihat orang. Yang ada malah aku takut sofa kesayanganku rusak, lecet, dan kotor.

Akad nikah dilakukan dengan sempurna dan berjalan lancar. Semakin siang semakin banyak tamu undangan. Pengantin sudah dua kali ganti baju. Aku pandangi sofaku yang tidak di duduki penganti. 

Bergantian para tamu yang tertarik dengan pelaminan dan juga sofa putihku berfoto. Ada yang selfi ada yang sengaja duduk manis di sofa. 

Satu dua tiga tak terhitung banyak juga yang duduk. Aku bukannya senang malah khawatir karenan tempat meletakkan sofa itu di panggung yang terbuat dari papan dan ditutupi karpet. Beberapa kali kaki sofa nyangkut di karpet dan tamu yang akan berfoto sempat terjerembab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun