Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Berburu Gelar Doktor ke Malaysia

17 April 2019   02:26 Diperbarui: 17 April 2019   02:40 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhasil, dosen Indonesia tak perlu repot mengurus visa belajar. Cukup menggunakan visa turis. Toh, hanya dua atau tiga hari saja di sana. Dua atau tiga bulan lagi, buat janji dengan sang promotor untuk bertemu kembali. Itu pun paling lama seminggu di Malaysia karena sambil liburan. Kondisi  inilah yang membuat pemerintah kita susah mengetahui data pasti dosen kita yang tengah belajar di Malaysia. Sama seperti orang Indonesia yang berobat ke rumah sakit di Malaysia, saya kira pemerintah kita tidak punya data yang konkrit. Karena pasien-pasien dari Indonesia itu berobat dengan menggunakan visa turis dan tidak pernah mendaftar di KBRI sana.

Jadi, ibaratnya pemerintah Malaysia itu demi kocek devisa mereka menawarkan berlibur sambil chek up atau berobat di Malaysia. Buat dosen-dosen di Indonesia, Malaysia menawarkan bercuti sambil kuliah doktoral.

Lantas, kenapa dosen Indonesia memilih Malaysia untuk kuliah S-3?

Pertama, soal bahasa. Banyak universitas di Malaysia yang tidak terlalu mensyaratkan berbahasa Inggris untuk penulisan thesis (di Indonesia disertasi). Mereka tahu kok kelemahan orang Indonesia. Adanya kemiripan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia, memudahkan dosen Indonesia berkomunikasi dengan profesornya atau dosen pembimbingnya. Meskipun berdasarkan pengalaman, biasanya orang Malaysia yang terdidik (seperti dosen atau profesor) kalau sudah menjelaskan sesuatu atau materi yang rumit, otomatis bahasa Inggris mereka keluar. Kita pun melongo, hingga si profesor sadar kita gak ngarti.

Kedua, biaya. Biaya kuliah doktor di Indonesia rata-rata mencapai Rp 15-20 juta per semester. Di Malaysia, untuk universitas tertentu biaya kuliahnya bisa Rp 10-12 juta. Selisihnya, bisa dimanfaatakan untuk  biaya tiket plus akomodasi di Malaysia (minimal dua kali bertemu pembimbing per semester). Jadi,  hampir sama atau sedikit lebih mahal biayanya antara kuliah S-3  di Indonesia dengan Malaysia.

Bagi dosen Indonesia yang tinggal di Banda Aceh, Medan, atau Pekanbaru, malah lebih murah biaya tiket pesawatnya ke Penang atau ke Kualalumpur. Daripada mereka kuliah S-3 di Jakarta, Bandung, atau ke Yogyakarta.


Ketiga, mendaftar dan menjadi mahasiswa doktor di universitas Malaysia gak seribet di Indonesia. Mohon maaf, ini pengalaman saya saja ya. Saya pernah menyaksikan teman saya sesama dosen ketika ujian masuk S-3 di sebuah universitas terkenal di Indonesia, proposalnya dilempar ke meja oleh sang penguji. Katanya, proposal Anda tidak layak,  lebih bagus judul skripsi...

Di universitas Malaysia, (hehehe ini pengalaman saya juga ya), saya hanya menyerahkan selembar judul thesis (disertasi)  dan ringkasan proposal. Oleh dekan universitas dibaca kemudian disarankan sejumlah nama promotor untuk saya hubungi. Cukup lewat handphone. Setelah itu saya kontak satu per satu, hingga ada profesor yang setuju untuk membimbing. Sederhana saja...

Keempat, susah untuk jadi mahasiswa S-3 di Indonesia. Ya, susah ujiannya, susah persyaratannya, susah karena jumlah kursi terbatas. Dosen Indonesia bersaing bukan dengan sesama dosen. Tapi, bersaing dengan pengusaha, pejabat, pengacara, artis, politisi terkenal yang mereka punya uang dan koneksi. Padahal, gelar doktor yang mereka gondol, ga ada manfaatnya untuk kehidupan mereka.

Sementara dosen Indonesia "dipaksa" untuk kuliah S-3 demi mengejar kepangkatan lektor kepala atau  profesor atau demi uang sertifikasi dosen yang akan bertambah seiring dengan penambahan gelar doktor.

Kelima, dosen-dosen di Indonesia banyak dijerat calo untuk kuliah di Malaysia. Ironisnya, calo ini kebanyakan justru sesama dosen Indonesia juga. Calo ini akan mendapatkan fee dari universitas yang berhasil memikat dosen Indonesia untuk kuliah di sana. Dengan bujuk rayu, si calo ini menjamin dosen Indonesia mudah dan cepat mendapatkan gelar doktor. Bahkan, berjanji untuk ikut memuluskan jalan meraih gelar doktor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun