Mohon tunggu...
Senada Siallagan
Senada Siallagan Mohon Tunggu... Penulis - Berpikir Out of The Box
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Telinga dan Lidah Seorang Murid

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Dari Menulis Apa Adanya Menjadi Menulis Ada Apanya

28 Februari 2021   16:59 Diperbarui: 28 Februari 2021   17:11 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dalam berbagai diskusi, seminar, atau workshop kepenulisan yang diikuti, sering sekali terlontar berbagai pertanyaan seperti "Apakah karena aku belum biasa dalam hal tulis menulis? Apakah karena aku baru seorang pemula sehingga tidak pandai dalam berkata-kata?" Lucu, kan? (Maryono: 2020, 3). Iya, inilah kelucuan dalam urusan tulis-menulis. Kalau ngomong kita lancar, tapi kalau nulis, kenapa rasanya sangat sulit? 

Sebenarnya, ada kerinduan untuk mengungkapkan isi hati lewat tulisan dengan memulai merangkai kata menjadi kalimat, kemudian terbentuk paragraf yang bertalian satu dengan yang lain. Tetapi, acap kali ketika sudah berada di depan layar laptop, segala ide sudah hilang, atau barangkali semua yang ada didalam kepala agaknya tidak mau keluar. Dalam tulisan ini, penulis mencoba mengkaji suatu hal yang agaknya menarik hati penulis dengan topik dari menulis apa adanya menjadi menulis ada apanya.

Hakekat Menulis

Seorang penulis harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, wawasan, agama, serba-serbi kehidupan dan kecakapan penulis yang akan disuguhkan kepada khalayak pembaca. Dengan demikian, pembaca dapat menemukan berbagai kebutuhan wawasan yang dapat membantu kelancaran dalam kehidupannya secara nyaman dan enak dicerna. 

Menulis merupakan kegiatan yang mempunyai beberapa komponen mulai dari hal yang sederhana, seperti memilih kata, merakit kalimat, sampai ke hal-hal yang rumit, yaitu merakit paragraf sampai menjadi sebuah wacana yang utuh. Disamping itu, penulis juga harus kreatif dalam menyampaikan gagasan yang segar bagi pembaca setianya. Menulis juga merupakan keterampilan mengkomunikasikan pikiran, gagasan, dan informasi yang harus dilatihkan sejak dini. Menulis merupakan proses aktif, konstruktif, sosial dan membuat makna (meaning and meaking) (Munirah: 2019, 1-3). Menulis, hakekatnya suatu keterampilan dalam menyalurkan gagasan, pikiran dan berbagai informasi yang harus dilatih sejak awal.

Menulis Apa Adanya


Tentunya, setiap kita menginginkan menjadi seorang penulis hebat. Sebenarnya, kita mempunyai potensi menulis yang luar biasa, tetapi setidaknya ada beberapa kendala. Pertama, memulai dengan kesadaran sendiri untuk menulis bukan sesuatu hal yang mudah. Kemudian kedua, di mana media menyalurkan tulisan kita, masih menjadi sesuatu pertanyaan yang perlu di pertimbangkan. Ketiga, tentunya menulis merupakan suatu keterampilan. Lantas, bagaimana mengasahnya? (Fathurrohman, Syarifuddin, ttp., 2)

Baiklah, untuk poin pertama, kalau memang ingin menulis, segera nyalain laptop, dan lepas seluruh peluru kata! Jangan tunda satu menit, satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, apalagi satu tahun. Dengan cara seperti itu, kita akan dipaksa atau terpaksa ngeluarin apa aja yang ada di kepala dan juga hati ke berbagai bentuk tulisan yang kita ingin: berita, surat, puisi, atau cerita. Kemudian, hasilnya apakah bagus atau kurang bagus, tidak perlu menjadi beban pikiran. Yang terpenting, semua telah tertuang. Setelah menjadi tulisan lagi, kemudian kita membacanya lagi. 

Awalnya lebih kita kurangi, yang kurang kita tambahi. Alangkah indahnya jika kita turut serta untuk meminta orang-orang terdekat (ayah, ibu, kakak, adik, guru, teman, atau pacar sekalian) untuk sudi kiranya membaca karya kita. Sepotong kritik, asal tidak didasari rasa benci atau iri, sepahit apapun akan lebih bermanfaat ketimbang segepok pujian basa-basi (Maryono: 2020, 3).

Persoalan penulis atau pengarang itu sebenarnya cuma tiga: memulai, mengembangkan, dan menutup atau mengakhiri tulisan. Kalau sudah bisa menulis bagian awal, terkadang terjadi kebingungan di tengah jalan. Lalu, kalau sudah bisa mengembangkan cerita, rasa bingung menyelimuti mau berhenti sebaiknya kapan dan di mana. 

Sebenarnya, hal ini juga kerap dirasakan oleh penulis pemula bahkan penulis senior. Jika kita amati, di antara tiga persoalan tersebut, yang paling berat ialah memulai. Sebab, kalau awalnya sudah tidak ada, bagaimana mau mengembangkannya? Apalagi bikin adegan atau bagian akhir. Lantas, apa yang perlu kita lakukan? Kalau mau nulis, ya nulis aja. (Maryono: 2020, 4-5).

Ketika udah punya ide dan bingun mesti mulai dari mana, jalan terbaik adalah tulis satu kalimat. Kalau berat juga, tulisa satu kata yang berfungsi sebagai kalimat. Pergi itu satu kata. Tapi "Pergi!" atau "Pergi?", itu satu kalimat. Mudahkan? Satu kata atau kalimat yang sudah keluar akan menuntun dan bahkan memaksa kita untuk menulis kata dan kalimat lanjutan. 

Masakan nulis cuma satu kata? Masakan satu kata itu kita biarkan kesepian sendirian? Kasihan kan? Nah, kalau sudah mulai kasihan sama kata "ciptaan" sendiri kayak gitu, pasti deh kita akan berusaha mengeluarkan berbagai kata yang lain. Mungkin sekali dalam atau pada akhir proses nulis, kita malah merasa bahwa berbagai kalimat awal yang sudah kita tulis sebelumnya tidak cocok untuk menjadi pembuka cerita. 

Tidak mengapa, sah sah saja. Hapus atau cari tempat yang tepat untuknya. Bisa jadi di tengah, di belakang, atau bisa juga menjadi kalimat penutup. Yang terpenting adalah kita sudah terbebas dari kebuntuan (awal) hanya dengan mengeluarkan satu kata (Maryono: 2020, 5). Mulailah kesadaran untuk menulis hanya dengan menuliskan satu kata saja.

Kemudian, bagaimana tentang penyaluran tulisan. Setidaknya, ada suatu wadah melalui Workshop Menulis Apa Adanya, 5 Februari 2021 lalu yang bekerja sama antara Kakek Sang Network dengan BPK Gunung Mulia, suatu percetakan tertua dan terbesar di Indonesia yang sudah berusia 74 tahun, setahun setelah Indonesia merdeka. 

Dalam workshop, oleh salah satu narasumber bernama Bapak Anton Sulistyanto terbuka untuk menerima berbagai naskah oleh partisipan agar bisa diterbitkan. Pernyataan beliau merupakan suatu kesempatan berharga sekaligus sebuah harapan dari kerinduan partisipan termasuk penulis secara pribadi.

Lalu, bagaimana mengasa keterampilan menulis? Narasumber lain bernama Aldentua Siringoringo menjelaskan bahwa menulis 15 menit dan jangan berhenti, lalu ketika selesai tutup. Di sinilah kita melatih otak dan tangan untuk menulis. Setelah worksop, maka akan ada grup baru dengan konsep pemuridan. 

Sebelumnya, sudah ada grup Writing is Fun (WIF) yang terlebih dahulu menjadi wadah para sahabat penulis menuangkan isi hatinya dan telah mengikuti tahap 1 (7 hari) penulisan dengan topik ditentukan oleh mentor. Setelah lulus tahap 1 maka memasuki tahap 2 selama 1 bulan hingga 6 bulan agar mampu mengasa keterampilan menulis. 

Setidaknya, sudah ada dari peserta anggota yakni penulis berkat bimbingan sang mentor mulai berani untuk mencoba menerbitkan tulisan di akun blog Kompasiana yang merupakan salah satu blog terbesar di Indonesia dan sedang berusaha serta berdoa agar naskah beliau kemudian diterbitkan di BPK Gunung Mulia. 

Menariknya, melalui mentor yang merupakan narasumber sendiri setiap hari memonitor hasil kerja serta usaha para sahabat penulis dengan bekerja sama dengan admin untuk mengumpulkan hasil tugas harian sebelum pukul 22.00 WIB di hari Senin hingga Sabtu. Para sahabat penulis WIF tentunya sangat antusias karena akan diberikan hadiah berupa buku jika menjadi penulis tercepat dan memenuhi syarat kepenulisan selama jangka waktu yang ditentukan. Kebetulan, tanggal 6 Februari 2021 hadiah sudah meluncur ke tangan mereka yang memenuhi syarat kepenulisan itu dan sukacita begitu terlihat ketika mereka berhasil.

Menulis Ada Apanya: Mewartakan Kabar Baik

Kabar baik yang disampaikan oleh Injil mempunyai keunikan yang dahsyat. Di balik peristiwa "dukacita" yang seolah-olah mewartakan ketidakberdayaan, kekalahan, keteraniayaan, kelemahan, ketertindasan, dan kematian tersebut sang Tokoh yang merupakan satu-satunya kekuatan yang mampu mengalahkan dan menaklukkan sebuah kekuatan lain yang tak kalah dahsyatnya karena terbukti telah membelenggu umat manusia sejak manusia pertama hingga kini, yakni dosa, musuh terbesar umat manusia (Surbakti: 2008, 6).

You can always edit the bad page, but you can't edit the empty page, sederhana kalimatnya namun sangat menyentuh agar kita mampu benar-benar membaca kemudian menulis untuk mampu mewartakan kabar baik. Setiap kita yang mampu mewartakan kabar baik, ialah gereja yang membaca dan gereja yang menulis. Bacalah bacaan yang bermanfaat untuk pertumbuhan iman dan kepercayaan lalu tuliskan apa adanya. Sehingga penyebarannya lebih luas dan mewartakan dengan baik. Tentunya, semakin banyak banyak yang mengimani serta percaya dengan kekuatan kasih bahwa sang Tokoh mengalahkan dosa dunia, sekaligus mengayomi manusia laksana induk ayam menaungi anak-anaknya dibawah sayapnya.

Terima kasih atas sesuatu berharga melalui workshop "Menulis Apa Adanya" yang diselenggarakan oleh BPK Gunung Mulia dan Kakek Sang Network. Kiranya semakin diberkati Tuhan, mampu menjadi alat kecil buat kemuliaan nama-Nya dan senantiasa menjadi berkat bagi setiap orang.

Tulisan ini dalam rangka lomba workshop "Menulis Apa Adanya" dan mendapatkan juara terbaik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun