Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Para Robot Cerdas dibalik Sukses China hadapi Covid-19

21 Maret 2020   00:41 Diperbarui: 21 Maret 2020   10:34 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Robots that use cloud technology to help medical workers treat patients with the coronavirus are tested by a developer in a lab in Beijing this month. The smart devices are being used in hospitals in Beijing, Shanghai and Wuhan, Hubei province. China Daily/Asia News Network

Kisah sukses China belum berakhir tertkait penanganan virus pandemic Covid-19. Kali ini saya ingin membahasnya dari sudut penggunaan teknologi robotic dan telemedicine. Ini menjadi kunci sukses lainnya yang membuat China secara 'perkasa' kendalikan virus bertanduk ini. 

Bahkan, seorang robotopia, Tim Hornyak menulis di CNBC (18/03/2020) menganjurkan pemerintah  Amerika untuk meniru China.  Meski pun, perlu dicatat bahwa sebagian "robot-robot medis" yang bertempur di barisan depan melawan virus Corona di China  juga dikirim dari luar negeri, seperti  Denmark dan Amerika.

Jatuhnya korban tenaga medis yang menangani pasien terinfeksi covid-19, seperti disampaikan PB-IDI yang dilansir di sejumlah media sebaiknya jangan diremehkan. Justru dijadikan momentum untuk memikirkan perlunya melibatkan tenaga robot medis ini.

Kompas (20/3/2020) misalnya, melansir informasi yang disampaikan Gubernur di DKI saja 25 tenaga medis terinditifikasi  positif, 1 diantaranya meninggal. Tidak hanya itu.  Dr.Handoko Gunawan yang diakui sangat heroik di garda terdepan, meski telah berusia 80-an tahun,  akhirnya tumbang juga. Itulah sebabnya, pemerintah dan lembaga terkait saatnya mempekerjakan robot yang dapat kerja non-stop 24 jam tujuh hari. Ini dapat membantu tenaga-tenaga medis kita menghemat tenaga dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat perlu, serta meminimalisir risiko kelelahan dan tertular akibat tatap muka langsung dengan korban terinfeksi.

Penggunaan robot dilakukan juga oleh Korea Selatan dan Perancis. Mungkin kita belum memiliki semua jenis robot, tetapi setidaknya beberapa, seperti drone, IoT, dsbnya. Lagi pula, perkembangan robotic Indonesia cukup maju dan prospektif terlihat dari prestasi anak-anak Indonesia dalam berbagai kompetisi robotic internasional beberapa tahun terakhir. Ini saatnya inovasi dan kreasi robotic dikembangkan juga memasuki dunia medis, terutama ke medan perang melawan musuh tak kelihatan yang telah meneror seluruh dunia ini.

Anda tentu masih ingat rumah sakit ajaib yang dibangun oleh China di Wuhan hanya dalam waktu kurang dari dua minggu diawal menangangi virus corona? Rumah sakit itu dibangun khusus untuk melayani pasien-pasien terinfeksi covid-19. Yang istimewa adalah dilibatkannya para robot menggantikan petugas manusia, tidak saja untuk meminimalkan risiko penularan  ke tanaga medis melainkan juga lebih efektif dan dapat bekerja 24 jam tujuh hari.  Dijuluki  Rumah Bidang Cerdas (The Smart Field Hospital) mampu melayani 20.000 pasien.

Lislie Kats melaporkan untuk cnet.com (14/03/2020), begitu datang ke RS, di pintu masuk disambut perangkat pengukuran suhu bertenaga 5G, yang bertugas menandai pasien yang menunjukkan gejala demam.

Robot lainnya, yang sebagian humanoid dan lainnya tipe dasar berbentuk kotak, bekerja dua puluh empat jam tujuh hari (24/7) mengukur detak jantung dan kadar oksigen darah melalui gelang dan cincin pintar yang dikenakan oleh pasien.

Bot mengirimkan obat-obatan, berpatroli dan membersihkan daerah yang terinfeksi, memimpin pasien dalam latihan dan bahkan melakukan tarian robot untuk menghibur pasien yang dikarantina.

Teknologi lainnya yang didukung kecerdasan buatan (AI) membantu melacak wabah, membersihkan rumah sakit, mengirim pasokan dan mengembangkan vaksin.

Berikut antara lain sejumlah 'robot kesehatan'dengan gugus tugasnya:

  • Pesawat tanpa awak (drone).  Selain China, Spanyol juga telah gunakan untuk mengatasi covid-19. Tugasnya memantau pasien (anggota masyarakat yang terinfeksi) selama isolasi (lock-down). Prinsipnya, ia bertugas mendisinfeksi rumah sakit dan membantu memasok kebutuhan medis. Di Korea digunakan untuk memantau daerah Daegu yang teridentifkasi sebagai titik api epidemi.
    How Robots And Drones Are Helping To Fight Coronavirus ADOBE STOCK
    How Robots And Drones Are Helping To Fight Coronavirus ADOBE STOCK
  • IoT (Internet of Things) melakukan banyak tugas. Antara lain menyaring pasien yang masuk menggunakan termometer  5G yang terhubung sehingga mengingatkan staf bila ada yang demam (suhu badannya tinggi).  Pasien dikenakan gelang dan cincin pintar yang disinkronkan dengan platform  AI CloudMinds sehingga tanda-tanda vital mereka, seperti suhu, detak jantung dan kadar oksigen darah dapat dipantau. 

    Dokter dan perawat juga mengenakan alat untuk menangkap tanda-tanda awal infeksi. Robot-robot lain menyediakan makanan, minuman, obat-obatan untuk pasien, lainnya menyediakan informasi dan hiburan melalui tarian, dan droid otonom lainnya menyemprotkan desinfektan serta membersihkan lantai. Ada juga Claud Ginger yang membantu memberikan informasi bermanfaat, menghibur, sekaligus membantu tenaga medis memantau tanda-tanda vital pada pasien dari jarak aman tanpa kontak langsung.

  • Telehealth, berfungsi memantau virus pada pasien tanpa harus bertemu tatap muka dengan tim medis sehingga menguruangi risiko penularan.  Artinya, para pasien kronis dapat tetapi tinggal di rumah atau tempat isolasi dan menjadwalkan konsultasi via telepon untuk menghindari kunjungan klinis tatap muka. Termasuk didalamnya, telemedicine yang siap melayani pasien selama dua puluh empat jam setiap dibutuhkan. Cameron Deemer, presiden Dr.First, dan komunikator kesehatan pada perusahaan teknologi telehealth menjelaskan tiga peran utama teknologi telehealth selama krisis.  Pertama; menyaring pasien dari jarak jauh jadi tidak perlu meminta pasien mengunjungi tempat praktik atau rumah sakit.  Telehealth digunakan untuk membuat triase pasien dengan gejala pilek, flu dan untuk perawatan jarak jauh bagi mereka yang tidak memerlukan intervensi medis, juga dapat menerima perawatan di rumah. Dengan menjaga orang yang berpotensi terinfeksi keluar dari rumah sakit dan kantor dokter, sistem layanan kesehatan dapat menurunkan risiko penularan ke pasien lain maupun staf layanan kesehatan.  Peran kedua; membantu memberikan perawatan rutin untuk pasien dengan penyakit kronis yang berisiko tinggi jika terkena virus. Peran ketiga; berlawanan dengan intuisi tetapi sama pentingnya, yaitu bahwa penyedia dan staf layanan juga tidak kebal terhadap infeksi dan berisiko tinggi tertular COVID-19 karena paparan terus-menerus mereka terhadap pasien yang terinfeksi.  Bila diuji dan tekonfirmasi terpapar, penyedia layanan juga akan dikarantina sehingga hanya tersedia ketika mereka sangat membutuhkan.

The robots will be able to deliver medicines and reach patients' vitals (REUTERS)
The robots will be able to deliver medicines and reach patients' vitals (REUTERS)
  • Fitur teknologi lainnya.  Di Singapura misalnya, seperti dilansir the World Economic Forum (18/3/2020) data pemerintah memungkinkan pemetaan rinci wabah dan robot mengirimkan makanan serta obat-obatan kepada pasien. Sementara di Korea Selatan pihak berwenang melacak pembawa potensial menggunakan teknologi satelit telepon seluler. Drone desinfektan, robot berbicara, dan kecerdasan buatan dapat memindai ribuan gambar medis dalam sekejap.
  • Tim Hornyak, seperti disebutkan dalam sumber di awal tulisan ini  juga menyebutkan UVD Robots, yang dikirim dari Odense, Denmark, mencakup ratusan robot yang bekerja di garis depan dalam pertempuran melawan Corona. Termasuk didalamnya jenis robot desinfeksi yang dikirim ke Wuhan maupun rumah sakit di Roma dan Veneto, wilayah utara Italia yang telah terpukul parah oleh serangan epidemi itu. Mesin-mesin memancarkan sinar ultraviolet yang kuat sehingga dapat mendekontaminasi permukaan dengan merobek untaian DNA virus.  Setelah memetakan lingkungan mereka, seperti koridor rumah sakit dan kamar pasien, mereka bergerak secara mandiri dipandu oleh LIDAR, menyinari cahaya UV-C 360 derajat dari tiang. Hornyak mengutip juru bicara UVD Camilla Harkjr Frederiksen, menyatakan :"robot UVD akan membunuh virus corona, karena memiliki khasiat yang terbukti terhadap MERS CoV dan MHV-A59, menunjukkan lebih dari 6 pengurangan log dalam partikel virus dalam 30 menit."

UVD Robots in a hospital room. Photo: ZDNet.
UVD Robots in a hospital room. Photo: ZDNet.
  • Perusahaan layanan perawatan kesehatan lainnya yang berbasis Texas,  Xenex Disinfection Services juga mengirimkan robot ke Asia Timur dan Italia, serta Houston. Westin Houston Medical Center meluncurkan robot Light Strike Xenex yang menggunakan sinar UV untuk mendisinfeksi kamar tamu dan area umum dari virus Corona. Perusahaan itu mengatakan robotnya dapat mendisinfeksi puluhan kamar per hari per robot. Ini dapat memberikan protokol desinfeksi kepada rumah sakit, seperti mengoperasikan robot UV di dekat unit gawat darurat atau di ambulans jika diduga ada pasien yang terkena virus Corona.  Xenex mengkonfirmasi pesanan robot buatannya telah melonjak 400% pada kuartal pertama tahun 2020, dibanding 2019. Sebagian besar pesanan itu berasal dari luar negeri, seperti Italia, Jepang, Singapura, Thailand, dan Korea Selatan.

Demikian sejumlah robot kesehatan dengan fungsinya masing-masing. Mungkin tidak ada salahnya pemerintah mendatangkan robot-robot di atas, atau memanfaatkan yang sudah kita miliki. Secara jangka panjang pemerintah perlu mendorong universitas dan perusahaan untuk mempercepat inovasi robotik agar memasuki pelayanan medis, khususnya dalam penanganan pandemi berbahaya sejnis covid-19 ini.  Jonathan Tanner, seorang konsultan digital di lembaga pemikir Overseas Development Institute mengingatkan, "kadang-kadang langkah inovasi dalam teknologi digital yang muncul dapat ditahan oleh infrastruktur, pembiayaan dan kendala birokrasi" (the World Economic Forum,18/3/2020).  Peringatan ini perlu diperhatikan dan diantisipasi oleh pemerintah. Kendala lainnya terkait penggunaan AI dan big data dalam pelayanan kesehatan terletak pada aturan, dimana ada hal-hal privasi yang dilindungi undang-undang. Padahal akses ke data pirbadi sangat dibutuhkan untuk memantau secara tepat kondisi orang per orang apakah berpotensi terinfeksi atau tidak.  

SUMBER-1,  SUMBER-2,  SUMBER-3, SUMBER-4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun