Mohon tunggu...
selasastra media
selasastra media Mohon Tunggu... media jurnal pemikiran & tafsir budaya

Selasastra Media adalah jurnal tafsir dan pemikiran independen. Lahir dari suara yang tak larut dalam wacana ramai, berpijak pada sikap, dan ditulis dengan kesadaran yang jernih. Kami menulis bukan untuk menyenangkan arus, tapi untuk menafsirkan realitas — secara jujur, tajam, dan kadang puitis. Rubrik tetap hadir tiap Selasa lewat #selasastra, dengan kemungkinan edisi khusus saat kenyataan perlu segera diungkap. Berpikir dalam, bersikap tegas, dan berbicara jernih — itulah cara kami menyapa semesta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rob Sayung Tak Pernah Surut, Siapa yang Paling Berdosa?

29 Juni 2025   08:16 Diperbarui: 29 Juni 2025   08:23 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Macet Dampak Banjir Rob Sayung. Sumber: ANTARA News

Pemerintah menempati posisi tertinggi karena tanggung jawab penuh atas tata ruang, sistem drainase, perizinan industri, hingga mitigasi bencana. Dokumen RTRW Kabupaten Demak dan kajian Bappenas tahun 2020 menunjukkan bahwa kawasan pesisir ini terus dikembangkan tanpa perhitungan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan penurunan muka tanah. 

Pemerintah: Aktor Utama di Balik Krisis

 Kerusakan pesisir Sayung dimulai sejak masa Orde Baru, ketika konversi mangrove menjadi tambak dan permukiman dilakukan besar-besaran. Penelitian Rahmawati & Yulianda (2015) mencatat perubahan garis pantai yang signifikan, terutama akibat hilangnya vegetasi pelindung pesisir. Saat itu, proyek jalan Pantura dibangun tanpa sistem tanggul terpadu atau studi AMDAL yang memadai.

Pada masa reformasi awal, kewenangan daerah diperluas melalui otonomi, namun tidak diiringi dengan penguatan kapasitas tata ruang. Akibatnya, banyak kawasan rob berkembang tanpa pengawasan, dan izin industri terus bermunculan di zona merah.

Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dampak rob mulai terasa luas. Namun, meskipun data penurunan tanah telah tersedia melalui studi BIG dan ITB, tidak ada kebijakan besar yang diarahkan pada perlindungan pesisir secara sistemik.

Saat memasuki era Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur dan kawasan industri berjalan masif di pesisir utara Jawa. Berdasarkan data Kementerian PUPR dan laporan resmi pemerintah, proyek tanggul laut Semarang--Demak yang seharusnya menjadi solusi baru dimulai pada akhir periode, ketika sebagian kawasan telah tenggelam. Regulasi air tanah sebagai faktor utama penurunan muka tanah pun baru ditegakkan serius setelah 2023, padahal fenomena subsidence sudah terpantau sejak satu dekade sebelumnya (Abidin et al., 2011).

Pemerintah daerah pun tak kalah lalai. Dokumen RTRW Demak mencatat rencana pemanfaatan ruang yang masih memasukkan wilayah rentan rob sebagai kawasan budidaya, tanpa pembatasan penggunaan air tanah dan tanpa kawasan konservasi yang nyata.

Siapa yang Paling Berdosa?

 Jika dilihat dari tanggung jawab moral dan kewenangan langsung, inilah daftar aktor yang paling besar kontribusinya terhadap bencana rob Sayung:

  1. Pemerintahan era Jokowi (2014--2024): 40 persen
    Meski memiliki akses penuh terhadap data dan anggaran mitigasi, respons terhadap rob berjalan lambat dan tidak terintegrasi.

  2. Pemerintahan Orde Baru (1970--1998): 20 persen
    Kebijakan membuka tambak dan permukiman pesisir tanpa batas menyebabkan hilangnya benteng alami pertama: hutan mangrove.

  3. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun