Mohon tunggu...
Harun Al Rasyid Selano
Harun Al Rasyid Selano Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sorong, Komisariat UNIMUDA.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengapa Manusia Beragama? (Bagian 2)

29 Mei 2020   01:42 Diperbarui: 29 Mei 2020   01:48 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Writer | dokpri

Proses Kemunculan Agama:  Pendekatan Pengalaman (Experience Aproach)

Terlepas dari benar tidaknya suatu agama, konsep ketuhanan dan konsep-konsep lain, pembahasan pada bagian ini tidak sama sekali berbicara tentang hal tersebut, akan tetapi yang merupakan standing point dari setiap tetesan tinta pembahasan dalam bagian ini adalah kami akan memfokuskan titik kajian ini pada beberapa aspek penting yang akan kami elaborasikan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dipaparkan pada bagian yang lalu. (Lihat: kompasiana.com/selano260695). 

Oleh sebab itu, agar mendapatkan pemahaman yang utuh dan menyeluruh secara komprehensip, alangkah indahnya jika dilihat terlebih dahulu bagian sebelumnnya untuk menunjang keberlanjutan pemahaman pembaca sekalian dengan maksud agar tidak terjadi missunderstanding (kesalah-pahaman) ketika membaca bagian-bagian berikutnya. 

Mau tidak mau, suka tidak suka, mayoritas manusia di muka bumi ini, bahkan seseorang yang "mengakui" dirinya sebagai orang yang tidak mempercayai adanya Tuhan (Atheis) dan yang mempercayai adanya Tuhan namun tidak ingin memiliki suatu ikatan dengan sebuah agama secara formal sekalipun semuanya mempercayai apapun yang ada di luar diri mereka. 

Seluruh manusia yang hidup di muka bumi ini baik yang primitif maupun manusia moderen tanpa terkecuali,  selama hidupnya pasti pernah mengalami berbagai macam keadaan dan situasi kehidupan yang berlangsung selama dia tetap memiliki kepekaan sensorik untuk mendeteksi hal-hal yang terjadi berupa gejala-gejala alam tertentu,  baik yang terjadi pada apa di dalam internal dirinya maupun yang berasal dari luar dirinya. 

Ketidak-seimbangan yang terjadi di dalam alam semesta ini baik berupa faktor internal yang berasal dari setiap manusia, misalnya seperti seseorang tertimpah oleh sebuah penyakit yang sulit untuk ditemukan obatnya, rasa frustasi yang menimpah seorang manusia karena kehilangan sesuatu, kekecewaan karena dikhianati oleh orang lain, kecelakaan akibat kelalaiannya, rasa sakit karela luka irisan, serta hal-hal yang betnuansa negatif lain yang bersifat personal bagi seseorang. 

Kemudian ketidak seimbangan yang terjadi menimpa alam semesta atau jagat raya ini sehingga membuat manusia dan mahluk hidup lainnya menjadi "lenyap" dan tak berdaya ketika tertimpah olehnya, misalnya seperti terjadinya gejala-gejala alam yang bernuansa negatif, contohnya adalah gempa bumi (eart quake), tanah longsor, merebaknya penyakit menular dimana-mana, banjir, erosi, abrasi, polusi, rusaknya ekosistem lingkungan yang sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan setiap mahluk hidup, gunung meletus, tsunami, dan hal-hal negatif lainnya yang tidak dapat kita sebutkan secara menyeluruh dalam tulisan ini, karena tentu saja masih banyak hal-hal seperti itu terjadi di luar sana yang belum kita ketahui. 

Di balik semua itu, adanya hal-hal yang berdimensi positifistik yang terjadi kepada diri seseorang, misalnya seperti dia sedang bahagia karena situasi dan kondisi yang ada sedang terjadi adalah sesuai dengan keinginan serta kebutuhan dirinya, hatinya berbunga-bunga karena luapan cintanya diterima oleh sang kekasih, memiliki pasangan hidup dan keturunan yang memanjakan mata dan hati, dinyatakan lulus dari ujian-ujian tertentu, serta hal-hal positif lainnya yang mampu membuat seorang manusia secara personal menjadi tersenyum lebar dan bergembira karenanya. 

Sementara faktor-faktor eksternal yang bernuansa positif terjadi di dalam alam semesta ini yang mengakibatkan keteraturan dan keseimbangan misalnya seperti keserasian antara pergantian siang dan malam, keserasian segala sesuatu yang ekaistensinya adalah berpasang-pasanagan, kemesrahan dan keindahan warna pelangi yang senantiasa muncul dikala rintikan hujan berakhir, embun yang membasahi aktivitas bumi di pagi hari, pergerakan tata surya yang tidak bertabrakan antara satu planet-dengan planet yang lainnya, peredaran matahari dan bumi yang menghiasi malam dan siang hari bagi kehidupan manusi, serta situasi-situasi dan kondisi alam yang bersifat positif lainnya yang tentu saja jika kita ingin menjumlahkannya secara matematis, maka kita butuh alat penghitung yang sangat canggih saking banyaknya hal-hal positif itu dalam keberlangsungan jalannya alam raya ini. 

Semua situasi dan kondisi yang telah kami sebutkan di atas itu merupakan pengalaman-pengalaman dalam keberlanjutan dari kehidupan manusia (human experiences) yang tidak bisa dijelaskan oleh siapapun tanpa malalui bantuan dari pihak-pihak tertentu. Karena faktor pengetahuan manusia yang bersifat parsial alias terbatas, maka secara otomatis manusia tersebut tidak mampu memahami gejala-gejala alam seperti itu. 

Oleh sebab itu, karena ketidak-tahuan manusia tdntang gejala-gejala alam itu, sehingga manusia membutuhkan suatu sosok yang berada di luar dimensi dirinya yang kemudian sosok tersebut dapat memberikan informasi dan sekaligus menjelaskan kepada manusia tersebut tentang semua gejala-gejala seperti yang dialami dalam sepanjang hidupnya itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun