Mohon tunggu...
selamat martua
selamat martua Mohon Tunggu... Penulis - Marketer dan Penulis

Hobby: Menulis, membaca dan diskusi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Voting!

24 September 2020   07:27 Diperbarui: 24 September 2020   07:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Terimakasih atas ide-idenya yang luarbiasa kreatif. Baiklah, Ide teman-teman akan diPolling untuk Kita tentukan yang memiliki suara terbanyak dan Kita tayangkan pada setiap event". Demikian penjelasan dari Ketua tim pengelola ide kreatif tersebut.

Forum kreatifitas itu digagas untuk merangsang kebiasaan kreatif setiap anggota dalam berkontribusi terhadap kinerja perusahaan. Jadi, event ini adalah event serius meski dalam proses pelaksanaannya dilakukan dalam suasana santai. Beragam tanggapan terhadap event ini dan secara umum peserta merespon positif dan antusias.

Namun, proses kreatif ini berakhir dengan antiklimaks, manakala semua kreatifitas diukur dari aspek mayor versus minor. Ya Polling! Ada resistansi peserta dari cara-cara pengelola kreatifitas mengelola ide tersebut dan ini menjadi diskusi yang menarik.

"Hidup ini kok makin aneh yaaa?" seorang anggota nyeletuk.

"Aneh apanya" Aku bertanya.

"Iyaa, apa-apa dipolling dan divoting" katanya sedikit kesal.

"Maksudnya gimana?" tanyaku lebih lanjut.

"Bayangkan aja, kreatifitas itukan tidak datang sekonyong-konyong. Akutuh butuh energi besar untuk memunculkan ide kreatif. Eeeeh begitu jadi, enak aja ngomong diPolling!!" kata Beliau mulai emosi.

"Mungkin maksudnya bukan polling untuk menentukan pemenang. Yaaa sekedar menentukan ide siapa yang paling layak ditayangkan saat ini" Jawabku berusaha menghibur.

"Terus bedanya Apa!!!" katanya sengit.

"Sebenarnya tim itu ngerti ga sih tujuan dari penggalian ide kreatif itu!!!! Terus Mereka punya kriteria ga' untuk menentukan layak tidak layaknya ide itu. Ato punya latarbelakang ilmu tentang kreatifitas ga'!. Aneeeh sekali, Kok kreatifitas diukur dari kacamata yang tidak kreatif? Lanjut Beliau lebih berapi-api. (wuaduuuh, kalo begini perlu segunung es nihhh untuk mendinginkannya).

"Herannya lagi niiiih, Kita diaaaaaammmm aja. Seolah cara-cara seperti itu udah benar!!! Kata Beliau sambil keluar ruangan sebagai tanda protes.

"Kamu bisa jadi benar Kawan" Kataku dalam hati sambil membetulkan tempat duduk dan meneruskan menyimak event tersebut.

Yaa di Era digital sekarang ini Voting menjadi tools pengambilan keputusan yang dianggap paling jitu. Yang lebih parah lagi pengambilan keputusan diambil mengikuti mekanisme pasar. Bayangkan! Satu Fenomena serius dan menyangkut hajat hidup orang banyak diputuskan lewat polling SMS, WA atau apalah, mengerikan bukan.

Sepintas tidak ada yang unik dari proses tersebut. Namun bila Kita telusuri maknanya lebih dalam, terdapat kekeliruan yang sangat prinsip dalam proses pengelolaan kreatifitas. Kreatifitas tidak selalu identik dengan kompetisi. Memang Kita akui ada banyak alasan untuk menjadikan Voting sebagai pilihan terakhir. Tetapi Voting bukanlah pilihan yang bisa dilakukan untuk setiap pengambilan keputuasan.

Aku pernah mengikuti sebuah tentang Strategi Mengambil Keputusan dari satu institusi training yang terkenal. Sebenarnya secara konsep Aku sih sudah tahu banyak cara memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan yang efektif. Tetapi Aku butuh banyak pengalaman baik dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Ya sudah , ada kesempatan langsung bungkus!!!!!

Aku terbiasa kalo ikut training duduk paling depan agar infromasi yang Aku dapatkan maksimal dan bisa bertanya lebih leluasa. Seperti Biasa setelah melalui sesi konsep dan diskusi kecil, Fasilitator memulai bercerita dengan judul "Voting buah yang Indah tetapi Pahit".

Alkisah Beberapa tahun lalu, di sebuah perusahaan sedang melakukan recruitment untuk satu posisi jabatan. Setelah melalui beberapa tahapan, tibalah saatnya tahap akhir yaitu sesi interview dan telah didapatkan dua kandidat yang potensial.

Kandidat pertama bernama Mark. Ia sangat trampil menggunakan aplikasi IT. Ia mahir mendemonstrasikan tools IT dan memiliki pengalaman dalam berbagai aplikasi. Mark Berasal dari Kota besar dan perguruan tinggi bergengsi. Dari Profil Media Sosialnya Ia aktif memposting cerita, memberi komentar baik itu kritikan dan pernyataan-pernyataan tajam. 

Portfolio yang dikirimkan terlihat bahwa Ia ingin menjadi Pengusaha sukses dan kalaupun bekerja, targetnya adalah bergaji tinggi sebagai modal untuk berbisnis dikemudian hari. Kemudian Interviewer memberinya kasus untuk diselesaikan dan sebagai tambahan Mark didampingi oleh beberapa volunter sebagai partner diskusi. Mark terlihat sangat dominan, trampil, punya pendapat sendiri dan mampu memutuskan sendiri, meskipun banyak anggota kurang setuju.

Kandidat kedua bernama Bill. Ia terlihat kurang terampil menggunakan aplikasi IT. Ketika ditanya tentang tools IT, Ia menjawab dengan terbata-bata. Berasal dari Perguruan tinggi yang kurang terkenal. Profil media sosial belum begitu aktif dan sesekali berkomentar yang cenderung datar meskipun positif. Portfolio yang Kami terima berisi prinsip hidup yang berintegritas dan sederhana. Memiliki pembawaan lebih tenang dan cenderung menunggu.

Saat diskusi kasus, Bill punya inisiatif memimpin dan antusias untuk mendengarkan. Meskipun hasil keputusan yang diambil belum tajam, tetapi Bill mendapat dukungan penuh dari seluruh anggota tim.

Ketika tim Interviewer mengadakan rapat untuk menentukan Siapa yang harus dipilih, Ketua tim memutuskan untuk dilakukan voting. Keputusan itu langsung ditolak oleh Bu Alice yang merupakan anggota paling senior dari tim tersebut. Menurut Bu Alice, hasil interview dan data yang dimiliki sudah bisa dipetakan kedalam tujuan recruitment, sasaran perusahaan dan Outcome yang dihasilkan oleh kedua kandidat. Dan Keputusan bisa diambil secara cepat tanpa perlu voting.

Pendapat bu Ani langsung dipotong oleh Pak Berry. Menurut Pak Bery tidak perlu ada penjelasan seperti itu. Karena selain bertele-tele, toh setiap anggota yang memilih akan memberikan justifikasi terhadap pilihannya. Justifikasi setiap orang dianggap valid dan tidak bisa diganggu gugat.

Akhirnya Ketua Tim memutuskan diambil voting tahap pertama untuk memutuskan apakah kedua kandidat diputuskan lewat cara Bu Alice atau pak Berry. Hasilnya menunjukkan bahwa cara pak Berry lebih dominan dan voting menang dengan suara 7:2. Ibu Alice terlihat kecewa berat dengan keputusan itu.

"Hmmmm, kayaknya Aku pernah deh mengalami kejadian seperti itu. Tapi kapan yaaa? Tanyaku dalam hati.

"Maaf, Pak Ada yang ingin ditanyakan" kata fasilitator ke arahku, karena ternyata tanpa sadar Aku mengangkat tangan seolah-olah ingin bertanya.

"Saya tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh Ketua Tim" kataku sambil mengemukakan beberapa alasan (terpaksa bicara karena terlanjur angkat tangan).

"OK, terimakasih opininya. Nanti Kita lanjut dengan diskusi, mohon ijin meneruskan ceritanya"Kata fasilitator sambil meneruskan kisah tersebut.

Keputusan Voting yang telah dilakukan terhadap kedua kandidat tersebut, menunjukkan bahwa Mark diterima dan Bill ditolak. Ada perasaan yang berlawanan dirasakan oleh kedua kandidat tersebut, disaat menerima keputusan itu. Bill, meskipun kecewa menerima keputusan tersebut dengan tenang dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.

Lima tahun setelah keputusan itu diambil. Kisanyapun berbalik. Mark telah keluar dari perusahaan tersebut dengan alasan tidak betah dan lingkungan tidak kondusif. Mark hanya bertahan dua tahun. Pada tahun pertama Ia sudah menuntut kenaikan gaji dan di tahun kedua menuntuk kenaikan jabatan karena merasa kinerjanya perform dan layak untuk diapresiasi.

Sementara Bill telah berhasil menjadi seorang Manager di Perusahaan lain. Bill mendapatkan penjelasan yang detail dari Perusahaan tersebut, alasan Ia diterima dan juga mendapatkan gambaran tentang pekerjaan, program pengembangan termasuk perencanaan karir.

Ketika ditanyakan kepada Bill apa yang membuat Ia sukses dan berhasil menapaki karir secepat itu. Bill menyatakan bahwa banyak perusahaan yang tidak memberikan kesempatan pada dirinya untuk tumbuh dan berkembang. Mereka hanya menginginkan sumber Daya instant dan trampil. Pada perusahaan yang sekarang, dirinya diberi kesempatan untuk berbuat sesuatu untuk kemajuan perusahaan tersebut.

Ia mengakui diawal bekerja masih membutuhkan pengetahuan dan keterampilan agar bisa tumbuh dan berkontribusi sesuai harapan. Ia memiliki tekad yang sangat kuat untuk belajar cepat, menyesuaikan diri terhadap irama perusahaan dan mampu membuat terobosan-terobosan yang diperlukan oleh Perusahaan.

Perusahaan tempat Bill bekerja bisa melihat potensi yang Ia miliki. Selain memberi kesempatan pelatihan-pelatihan, juga memberikan tantangan-tantangan yang berjenjang. Ada pola pendampingan/twinning dan mampu mengarahkan setiap talent sesuai kompetensinya.

Benarlah pesan Fasilitator tersebut. Kita dianugerahi kreatifitas dan Kemampuan menggali ide sebaik mungkin. "Berpikirlah sampai Kau tak bisa berpikir lagi. Bila Kau bisa mencapai titik itu, maka akan kau temukan hasil kreasi yang luar biasa dahsyat. Voting bukan jalan satu-satunya dalam pengambilan keputusan"

"Kebiasaan Voting cenderung membuat Kita malas berfikir dan representasi tak mampu mengambil keputusan. Bayangkan! Dengan alasan semuanya harus serba cepat, harus berlari Sprint. Keputusan strategis, Kita lakukan secara voting. Alasannya sudah dilakukan diskusi, kolaborasi dan bla bla bla macamlah. Padahal kolaborasi yang dilakukan baru sebatas "SUBJECTIVE COLLABORATION". kata Fasilitator tersebut sambil menutup sesi hari itu.

Aku tercenung dengan kalimat Ibu Fasilitator yang bijak tersebut.

Kuat dalam ingatanku tentang sebuah peringatan, yaitu "Setiap perbuatan akan diminta pertanggungjawabannya". Sering Aku merenungkan bagaimana kesalahan masa laluku terutama dalam mengambil keputusan, sering Aku lakukan secara voting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun