Mohon tunggu...
Pretty Sefrinta Anggraeni
Pretty Sefrinta Anggraeni Mohon Tunggu... Guru - Bachelor of Psychology | Guidance Counselor

Never stop learning. Never stop thinking | Ig: sefrintapretty

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wonderful Parents For Milenial Generations

5 Februari 2020   08:15 Diperbarui: 7 Februari 2020   20:27 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ditarik garis lurus akar dari berbagai permasalahan yang terjadi pada anak adalah karena rapuhnya Tujuh Pilar Pengasuhan. Berikut adalah ringkasan mengenai Tujuh Pilar Pengasuhan:


1. KESIAPAN MENJADI ORANGTUA
Sadarkah kita bawa ketika menjadi orangtua itu berarti bahwa kita adalah baby sitternya Allah yang dititipi anak sebagai amanah. Maka, mengasuh berarti bahwa kita akan menjadi baby sitternya Allah, yang kelak Allah pasti memintai kita pertanggungjawaban atas pengasuhan tersebut. Sayangnya, yang banyak terjadi sekarang adalah kesiapan menjadi orangtua ini menjadi tidak terpikirkan sebelum menikah, bahkan belum terpikir juga setelah menikah. Maka persiapkanlah diri dan kenali pasangan lebih jauh. Selesaikanlah Innerchild yang mempengaruhi seluruh peran dan cara mengasuh anak. Perbaiki peran dan tanggung jawab suami dan istri. Serta penuhi peran sebagai ayah dan ibu.


2. DUAL PARENTING, MENGASUH BERDUA
Kesibukan ayah sebagai tulang punggung keluarga sedikit banyak telah menggeser esensi
hubungan interaksi sosial antara anak dan ayah. Ayah bekerja lebih lama (atau bahkan sangat lama) di luar rumah sehingga seringkali tidak menjalankan perannya dengan optimal. Ayah berangkat sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari terbenam saat anak-anak sudah tertidur lelap. Ketika ayah berada di rumah, waktu yang dimiliki pun seringkali tidak dimanfaatkan secara optimal untuk kebersamaan dengan anak. Ayah tidak benar-benar hadir secara psikologis. Padahal, sudah semestinya ayah terlibat dalam pengasuhan karena pengasuhan yang optimal adalah pengasuhan yang dilakukan seimbang oleh kedua peran orangtua, yaitu ayah dan ibu.
Akibat kurangnya peran ayah dalam pengasuhan bagi anak laki-laki adalah anak berperilaku agresif, nakal, melakukan seks bebas, dan menggunakan narkoba. Sementara pada anak perempuan adalah anak menjadi lebih mudah depresi dan melakukan seks bebas. Namun apabila ayah terlibat dalam pengasuhan anak. Terdapat berbagai keuntungan yang diperoleh, yaitu dapat menambah relasi, lebih efisien, mampu memperhatikan hal-hal detail, lebih fokus, lebih sabar, dan penuh perhatian.


3. TUJUAN PENGASUHAN YANG JELAS
"Main bola aja ada goalnya, ada tujuannya. Masa mengasuh anak tidak ada tujuannya?"Salah satu penyebab permasalahan dalam pengasuhan anak adalah karena tujuan pengasuhan yang tidak terumuskan dengan baik dan tidak ada kesepakatan antara ayah dan ibu. Dalam menetapkannya, sebaiknya jangan ikut-ikutan dengan tujuan pengasuhan yang dimiliki oleh keluarga lain terhadap anak-anaknya karena setiap keluarga itu unik dan memiliki visi dan misinya masing-masing. Merumuskan tujuan pengasuhan dimulai dengan dasar agama dan adab yang baik, rezeki yang halal dan toyyib, serta ilmu yang bermanfaat. Selain itu, pembagian tugas antara ayah dan ibu juga harus jelas.


4. KOMUNIKASI BENAR, BAIK, DAN MENYENANGKAN
Secara tidak sadar banyak sekali kekeliruan-kekeliruan dalam berkomunikasi yang sering kita lakukan terhadap anak dan atau orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah kekeliruan berkomunikasi yang mungkin tanpa sadar kita lakukan terhadap anak: Bicara tergesa-gesa, tidak mengenal diri sendiri, lupa bahwa setiap individu unik, tidak mendengarkan perasaan, dan kurang mendengar aktif.
Kekeliruan bicara kepada anak, meskipun seringkali dilakukan tanpa sengaja, akan berdampak buruk bagi perkembangan kepribadian anak; berkomunikasi  dengan anak bukan hanya bertujuan untuk membuat anak patuh, tetapi juga harus membuat hubungan anak dan orangtua menjadi baik, berkelanjutan, saling percaya, dan mampu bekerjasama; berkomunikasi bukan hanya tentang tersampaikannya pesan, tapi harus membuat anak memiliki kemampuan berpikir, memilih, dan memutuskan. Bicaralah kepada anak dengan benar, baik dan menyenangkan. Turunkan frekuensi saat berbicara pada anak. Baca bahasa tubuhnya, dengarkan perasaan, dan hindari menggunakan 12 gaya popular saat komunikasi dengan anak.


5. DIDIK AGAMA SENDIRI
Target terakhir dalam mengasuh anak bukanlah menjadikan anak tersebut sukses, melainkan menjadikannya sebagai hamba Allah yang bertakwa. Tapi, apa yang terjadi sekarang? Pendidikan agama disubkontrakkan pada sekolah, guru, atau bahkan taman pendidikan agama. Padahal, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang pengasuhan anak dan penanaman nilai-nilai tauhid adalah orangtua dari anak tersebut, bukan guru, sekolah, atau orang lain.
Rubah paradigma atau cara pandang dalam mendidik agama pada anak adalah bukan karena bisa tapi karena suka. Ayah memiliki peran besar dalam mendidik agama pada anak. Dalam studi Al Quran, ayat tentang dialog ayah dan anak sebanyak 14 kali sementara dialog ibu dan anak sebanyak 2 kali. Ibu menutup atau melengkapi kekurangan ayah.


6. PERSIAPAN ANAK MENJELANG MASA BALIGH
Persiapan masa baligh adalah sesuatu yang tidak umum untuk dilakukan di masyarakat kita. Kebanyakan orangtua menganggap bahwa anak akan siap dengan sendirinya. Padahal, apa yang terjadi jika anak tidak siap menghadapi masa remaja? (1) anak tidak akan mengerti perbedaan seks dan seksualitas; (2) anak tidak akan paham mengapa Allah memerintahkan untuk menundukkan pandangan; dan yang paling parah (3) anak bisa aktif secara seksual karena kurangnya penanaman pemahaman.
Cara mempersiapkan anak menjelang baligh adalah dimulai dari kesadaran dan kesepakatan bahwa anak adalah amanah Allah, kedua orang tua harus sepakat menyediakan waktu dan tenaga untuk anak, masing-masing orangtua membuat daftar apa yang selama ini luput dan yang diperlukan sekarang, persiapkan materi sesuai umur, dan tentukan prioritas.


7. SIAPKAN ANAK MENJADI GENERASI MILENIALS
Orang tua harus punya prinsip
Jangan latah dan jangan di dikte anak
Buat aturan, kesepakatan, control, damping, bimbing, dan konsekuensi
Jadilah teladan
Dialog dengan anak berkala
Buat list mengenai masalah anak
Perbaiki komunikasi
Bicara dengan anak mengenai masalah yang dihadapi
Sampaikan tentang tujuan pebisnis pornografi dan anak mana yang menjadi target
Buat aturan dan kesepakatan baru, pendampingan, evaluasi, dan kesepakatan baru lagi. Lalu terapkan.

Tulisan ini adalah rangkuman Smart Parenting di Sidoarjo oleh bunda Elly Risman, Psi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun