Mohon tunggu...
Sahdat MS
Sahdat MS Mohon Tunggu... Guru - Suka Ngopi

Hidupku adalah Kesaksianku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan dan Pandemi (#1)

22 Juni 2020   00:51 Diperbarui: 22 Juni 2020   01:14 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ratusan aduan yang paling banyak dilaporkan adalah soal kekerasan seksual. Dari jumlah tersebut 62,93 persen korban adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kemudian, bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah kekerasan seksual diikuti dengan fisik dan psikis. 

Kasus kekerasan pada perempuan meningkat setiap tahun, belum lagi kasus yang tidak  atau belum terlapor. Ini adalah kabar buruk bagi setiap insan. Oleh karena itu, fakta kekerasan dan pelecehan berbasis gender ini perlu disikapi secara serius.

Di tengah pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir ini, beban perempuan semakin berat. Bukan saja persoalan fisik yang harus dipikirkan, tapi persoalan psikis dan tekanan mental menjadi tantangan bagi perempuan saat ini. Tentu ini bukan saja tugas perempuan, ini tugas bersama demi keadilan sosial, demi insan yang merdeka! 

Stigma bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah perlu diklarifikasi. Jika perempuan adalah insan yang lemah, maka selayaknya mereka harus diperjuangkan dan diperlakukan seadil-adilnya. Pandemi bukan saja mencakup pada aspek kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, tapi juga soal keadilan gender. 

Fenomena Pandemi juga bukan lagi sekedar soal penyakit menular seperti covid-19, tapi lebih substantif telah merujuk pada prilaku etika dan moral. Pandemi  telah merujuk pada semua orang (Bahasa Yunani: Pan artinya semua, Demos artinya orang/ rakyat/ masyarakat), dan pada seluruh aspek kehidupan beserta dengan hak dan tanggungjawabnya. Di tengah situasi pandemi ini, semua orang, semua insan, semua manusia perlu melihat lebih substantif keberadaan perempuan saat ini.  

Tindakan yang berbasis amoral seperti kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan juga adalah bentuk penyakit mental yang menjelma menjadi trauma, dendam dan amarah serta gangguan psikis yang berujung luka batin pada korban. Tidak menutup kemungkinan pula, korban akan menjadi cluster  baru menjadi pelaku kekerasan dan pelecehan akibat luka batin yang dideritanya. 

Demikian juga dengan pelaku kekerasan jika tidak diadili seadil-adilnya, maka prilaku ini akan membudaya. Oleh karena itu,  di tengah isu global saat ini, pandemi perlu di lihat sebagai fenomena pembebasan, untuk membebaskan insan dari belenggu ketidakadilan.

Akhirnya saya mau mengatakan, bahwa perempuan adalah insan, bahkan insan terkuat yang dicipakan Tuhan di muka bumi ini. Anda bisa bayangkan, dalam situasi pandemi ini beban mereka jauh lebih berat. Angka penyebaran covid-19 dengan angka kekerasan yang dialami perempuan menjadi bukti, bahwa mereka punya tanggung jawab yang lebih besar, bukan saja melindungi diri dari covid, tetapi juga melindungi diri dari ancaman kekerasan dan pelecehan yang setiap saat mengintai. 

Oleh karen itu, saya ingin mengajak anda untuk berpikir,  jika perempuan adalah ibu anda, atau ibu dari anak-anak anda, atau isteri anda, atau saudara perempuan anda, maka perlakukanlah mereka sebagaimana anda memperlakukan keluarga anda. Keluarga anda atau keluarga saya bisa saja menjadi korban kekerasan seksual, tapi tidak menutup kemungkinan anda dan saya bisa menjadi pelindung bagi mereka yang mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Pastikan bahwa anda menjatuhkan pilihan untuk menjadi pelindung bagi mereka yang lemah dan rentan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun