Mohon tunggu...
Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mohon Tunggu... Administrasi - Arsitek murtad yang lebih bahagia jadi istri arsitek

Writer wannabe yang tinggal di Bandung dan suka berbagi cerita di www.ceritashanty.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surat untuk Anakku, Ketika Rasa Keadilan itu Terusik

18 Desember 2016   12:58 Diperbarui: 18 Desember 2016   13:17 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: free photo www.pexels.com

Kalian boleh dihina sedemikan rupa oleh orang lain Nak. Itu tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah kalau kalian yang menghina orang lain, mengkafirkan orang lain, menganggap orang lain munafik, dan mengkapling surga hanya untuk dirimu sendiri Nak. Jangan Nak. Jangan pernah sekalipun!

Karena Mama akan sangat sedih...

Surga itu milik Allah Nak. Ia yang Maha Adil menilai perbuatan kita. Setiap golongan bisa jadi mengakui hanya ada satu surga spesial untuk golongan mereka sendiri. Agama diturunkan untuk panduan kita hidup bersama di dunia, bukan untuk dikotak-kotakkan dalam fanatisme yang sempit.

Sejarah telah memperlihatkan betapa mengerikannya ketika suatu golongan merasa diri mereka yang paling superior. Kita bisa lihat bagaimana Hitler menghabiskan bangsa Yahudi karena merasa tingginya ras bangsa Arya, ada Jepang yang merasa paling mulia hingga pecah perang dunia, dan sejumlah pembasmian etnis terjadi karena satu pihak merasa diri mereka paling mulia.

Tidak Nak! Jangan pernah sekali-kali masuk pada golongan yang merasa dirinya paling mulia, tidak mungkin salah dan pasti selalu benar. Agama itu begitu banyak alirannya, bukan kemampuanmu untuk menilai suatu golongan benar dan golongan lain pasti salah. Begitu banyak kisah menyedihkan dan merugikan yang terjadi karena sikap seperti ini.

Ini juga berlaku dalam keluarga Nak. Mama tidak selalu benar, kalian tidak selalu salah. Mari kita belajar untuk menyampaikan pendapat dengan benar. Mari kita coba melihat duduk persoalannya dengan adil dan hati yang jernih.

Ingat Nak, tidak selamanya kita jadi mayoritas dan bisa menekan orang lain dengan kekuatan massa. Kebenaran tidak selalu ditentukan oleh banyaknya pendukung atau tekanan massa. Kalian diberkahi otak yang cerdas dan hati nurani yang bersih untuk menilai suatu masalah. Tirulah Rasulullah ketika membela Yahudi yang difitnah oleh seorang Muslim walau sejumlah orang mempersalahkan orang Yahudi tersebut. Atau tirulah Walikota New York yang tetap membela umat Islam untuk mendirikan mesjid walau mayoritas masyarakat menentangnya.

Berlaku adil lah Nak. Buka mata hatimu melihat fakta dengan jelas. Jauhkan diri dari prasangka. Berhati-hatilah terhadap orang-orang yang menyebarkan kebencian dan menyulut amarahmu. Kemarahan dan kebencian tidak ada manfaatnya selain merusak dirimu sendiri. Ingatlah Nak, untuk jangan sekali-kali menyebarkan berita yang tidak benar dan menyulut kebencian kepada sesama manusia. Percayalah Nak, tidak ada kemenangan yang diberkahi jika diraih dengan cara menzolimi orang lain.

Mohon maaflah. Maafkan lah. Karena urusan maaf ini bukan menunjukkan kamu benar atau salah, tapi karena kamu berhak atas kedamaian di dalam hati. Kemarahan dan kebencian tidak akan membuatmu mulia dan orang yang kamu benci menjadi turun kemuliaannya. Kemarahan dan kebencian hanya akan menggerogoti dirimu sendiri Nak.

Sebagai orang yang beriman kepada keberadaan Tuhan yang Maha Esa, yakinlah bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah karena ijin-Nya. Ambillah hikmahnya. Istigfarlah atas segala kesalahan yang mungkin kalian lakukan.

Tetaplah berbuat baik untuk kemanusiaan tanpa fanatisme sempit agama, suku, golongan atau kepentingan. Walau pun hal itu membuat mayoritas orang memusuhi kalian. Ingatlah, bahwa pada hakekatnya semua perjuanganmu adalah bentuk rasa syukurmu pada amanah yang dititipkan untuk sementara waktu. Do your best Nak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun