Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PLN Tersandera "Jatah Politisi"

9 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 9 Agustus 2019   06:20 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pixabay.Com

Kasus Dirut PLN terbaru yang melibatkan anggota DPR dan  politisi Golkar Idrus Marham yang sepintas sulit menemukan  keterkaitannya  dengan kebijakan perlistrikan. 

Mereka bukan pengusaha, bukan komisi DPR membidangi perlistrikan, bukan pula partai berkuasa menentukan kebijakan PLN, tapi mengapa Pengusaha mitra PLN bersedia memenuhi  permintaan uang dari mereka? Mengapa pula Dirut PLN mau diatur-atur sama mereka?

Mungkin sebagian pertanyaan tersebut akan terungkap dalam fakta persidangan, namun bahwa PLN digunakan sebagai lahan korupsi oleh politisi adalah fakta. 

Modus politisi memeras PLN dilakukan melalui dua cara; Pertama, politisi disponsori mafia Pengusaha perlistrikan mengatur siapa-siapa yang menduduki kursi direksi dan komisaris PLN. Meskipun ini urusan RUPS, tapi sebelumnya politisi bersama mafia perlistrikan sudah bergerilya menjagokan kandidatnya. 

Orang yang berambisi duduk di dewan dereksi juga harus mampu menggalang dukungan dari politisi. Semua ini ada rupiahnya, atau setidak-tidaknya ijon dulu, pada saatnya nanti harus dibayar juga melalui jatah proyek-proyek PLN.  

Kedua, Managemen PLN dipaksa berbuat atau tidak berbuat yang menguntungkan perusahaan mitra-mitra PLN. Politisi mengawal dibelakang perusahaan mitra tersebut. Direksi PLN yang menghalang-halangi atau mempersulit perusahaan akan terancam kedudukannya. 

Dilematis, bertaruh masuk penjara atau didepak keluar PLN. Nasib untung sering juga berpihak pada yang berani.

Bila dipilih dan dilindungi politisi, lalu mengapa Dirut PLN selalu terjerat kasus korupsi? Ini persoalan dinamika politik. Kepentingan politik selalu dinamis, bila direksi PLN tidak mampu mengimbangi dinamika tersebut maka jerat hukum menanti dikenakan padanya. 

Jerat hukum adalah alat yang paling mudah dan efektif melengserkan direksi tanpa menimbulkan polemik. Alasan kinerja dan profesionalisme akan selalu menimbulkan polemik dan mudah dipolitisir diperdebatkan lawan politik karena bersifat subjektif.

Gagapnya Direksi PLN menghadapi padamnya listrik di ibu kota hanya pandangan subjektif media masa dan masyarakat awam. Bila gagap dimaknai panik, salah fokus, dan tidak tanggap apa yang harus dilakukan, maka PLN sesungguhnya jauh dari itu, mereka tidak gagap. Mereka mengangap kejadian itu biasa saja.

Di luar Pulau Jawa, kejadian mati listrik tiba-tiba, atau bergilir permanen sudah rutin dan biasa. PLN sudah kebal dari demonstrasi dan caci maki di daerah.  Bahkan, banyaknya direksi PLN masuk kurungan tidak mampu menjerakan direksi lainnya. Mereka kebal gagap, kebal jera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun