Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Bai Moa Hitu, Mama Kelelawar, dan Nenek Suanggi] 1#Bai dan Cerita-Cerita

13 Februari 2019   08:14 Diperbarui: 13 Februari 2019   08:15 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang gadis kecil meloncati susunan batu  pagar di halaman. Berlari melewati kali kecil di bawah pohon asam raksasa. Dua batu besar setinggi orang dewasa tampak dari kejauhan. Batu berwarna merah kehitam-hitaman itu tertanam kuat di samping pohon asam. Gadis kecil itu berdiri sebentar di antara batu dan pohon asam. Hari hampir sore, itu waktu kakeknya, Bai Molo menggiring sapi-sapi ke kandang. Ia telihat celingukan sambil memasang telinga memastikan kakeknya belum tiba. sebuah senyum mengembang, ia tak mendengar apa-apa. Tak ada bunyi lonceng. Sapi-sapi belum mendekat. Bai Mollo masih jauh.

Gadis kecil itu di bawah pohon asam itu aku; Ata. Kepalaku dipenuhi rasa penasaran. Kulemparkan pandangan ke rumah keciltempat mama menenun. Ia sedang fokus, aku hanya mendapati punggung lewat lubang di antara kayu dan batu-batu pagar. Aman, tak ada yang melihat. Aku berteriak girang dalam hati.

Bai menutup mulut gua dengan beberapa daun lontar, juga daun kelapa dan beberapa tiang kayu. Orang tua diperingtkan menjaga anak-anak dari mulut gua. semua anak-anak menurut, kecuali aku. Bukan karena aku enggan menurut kata-kata Bai, atau karena aku  cucu seorang raja di kampung Noebunu.  Aku hanya penasaran dengan setiap larangan-larangan itu. apakah benar ada bahaya? Apalagi mama rajin mengulang kata-kata Bai. Aku bosan mendengarnya. Aku ingin melihat sendiri.

Diam-diam kususun rencana masuk ke gua itu. Lagi pula bila mama memanggil, aku masih bisa menyahut, lalu berlari pulang. Letak gua dan rumah tenun mama sangat dekat. Apa salahnya mencoba.

Tangan kanan sudh kumasukan ke dalam kerumunan daun kelapa, memastikan barisan kayu di mulut gua ada yang goyah. Atau minimal bisa didorong ke samping untuk memberiku jalan masuk. Barisan kayu itu diam saja, tak ada yang bergerak. Kusibak daun kelapa kering yang mengahangi pandangan.

"Harusnya ada di sini," pikirku dalam hati. Aku tahu ada jalan masuk ke gua.  Beberapa kali tak sengaja kulihat Bai keluar dari mulut gua. Tidakmungkin taka da jalan. Keringat sudah membasahi tubuh. Aku mencoba tenang sambil mengingat tanda yang mungkin digunakan digunakan Bai. Pasti ada penanda yang Bai gunakan di sini. Sayang, aku tak mampu berpikir panjang. Jantungku sudah berdetak kencang sejak tadi. Bagaimana bila kakek datang tiba-tiba, atau mamanya memanggil.

"Ata... huuuuh... Ata...," suara mamanya memecah langit sore. Aku berdegus kesal. Sepertinya mama punya indra keenam. Baru saja aku berpikir mama akan memanggil, tak berselang lama suara mama benar-benar terdengar. Daun kelapa kering di mulut  gua kurapikan kembali sebelum berlari keluar menyahut panggilan mama.

"Ata....Huuuuuh...,"suara mamanya masih memanggil.

"Paaaah...," aku tiba satu menit setelah mama memanggil. Perempuan itu tak menoleh ketika aku datang. Ia masih sibuk merapikan perlengkapan tenunnya. Ia sudah hafal kebiasaanku bermain di sore hari. Terutama urusan lari yang tak bisa dilarangnya. Sudah berkali-kali aku jatuh karena lari terlalu kencang tapi tetap saja peringatan agar berhati-hati takbenar-benar kuingat.  

"Ata, bantu Mama bawa benang ke dalam," Mamanya meminta tolong.

Aku mendekati, mengambil 'kanat di atas tikar. Anyaman daun lontar seperti panci-panci sedang itu penuh dengan bola-bola benang  aneka warna, hasil gulungan mamanya tadi siang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun